Dear Tuan Hujan,
Kabar terakhir yang kudengar dari sang gadis adalah perihal kedekatan anak laki-laki itu dan juga gadis barunya. Kabar terakhir yang kudengar, mereka ternyata sangat jarang berpisah. Mungkin sang gadis yang terlalu berpikir keras, atau mungkin ketetapan sang takdir memang begitu. Toh, bukankah apa yang seharusnya telah lalu, biarlah tertinggal di belakang? Apa pula masalahnya dengan sang gadis?
"Aku tidak mengapa. Jangan khawatirkan aku. Lagipula, aku ini siapa untuknya? Kasih tak sampai?" Dan selalu Tuan, ucap sang gadis selalu diiringi tawa yang hambar.
"Gadis itu pernah menyapaku. Sekali, dua kali. Ia terbilang cukup baik ... dan cantik." Tadinya kupikir sang gadis akan melanjutkan ceritanya, seperti dulu saat ia dengan senang hati menceritakan kisah patah hatinya padaku. Namun Tuan, makin ke sini sepertinya sang gadis telah dan sedang beajar banyak hal. Dan ceritanya perihal anak laki-laki itu kini hanya berupa sepatah dua kata. Apa benar gadis kecilku ini baik-baik saja? Aku meragu, Tuan.
"Aku tidak berhak atas apapun yang berkaitan dengannya. Dan kurasa ia pun tak peduli bagaimana caraku melihat mereka atau apa yang kurasakan saat gadis itu menyentuh rambutnya. Jadi tidak banyak yang perlu kulakukan selain mengubur dalam-dalam rasa cemburu yang hampir datang ke mari. Walau terkadang, aku sering mendengarkan beberapa lagu yang mampu mengingatkanku padanya. Rasanya manis, berujung perih."
Tuan, kau pikir gadis itu mungkin akan larut dalam kesedihannya seperti yang lalu-lalu, seperti ketika ia mulai menyukai lelaki asing itu. Namun Tuan, beberapa hari setelahnya, kulihat sang gadis menyibukkan dirinya. Entah itu dengan tugas-tugas sekolah, maupun ekstrakulikuler. Satu hal yang masih kuingat hingga sekarang, gadisku ini begitu mencintai marching band. Dan aku rasa penyebabnya adalah karena dia cukup terobsesi pada sebuah drama Asia yang sempat ramai dibicarakan saat usia sang gadis masih berada pada tangga keduabelas. Aku pun sempat melihat beberapa percakapan antara sang gadis dan teman kelasnya lewat telepon. Rupa-rupanya sang gadis dipilih untuk menjadi seorang mayoret. Satu dari tiga mayoret yang nantinya akan memimpin marching band itu.
Namun satu yang cukup membuatku terenyuh. Kenyataan bahwa ia masih menyimpan berbagai pesan yang pernah dikirimkan oleh anak laki-laki itu di ponselnya, dan kenyataan bahwa memang hatinya berpihak kepada anak laki-laki itu.Dan Tuan, sampai di sini kau mungkin tidak akan tersentuh lagi mendengar ceritaku. Mungkin hatimu telah penuh, oleh cerita tak berujung yang hanya menyiratkan penyesalan. Namun jika boleh kumeminta, bacalah cerita ini hingga akhir.
Kota Ini, 8 Mei 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara untuk Tuan Hujan [ T.A.M.A.T ]
PoesíaDatangku kali ini sedikit berbeda. Walau masih seputar aksara dan bagaimana kamu menilainya dalam nalarmu. Mungkin akan ada banyak persepsi mengenainya, kamu tahu setiap orang berhak menilai. Kamu pun tak perlu terlalu hanyut pada aksara yang kadang...