Dua Puluh Sembilan

245 20 10
                                    


Bel istirahat sudah berbunyi sekitar Lima menit yang lalu. Semua murid berhamburan keluar kelas termasuk dengan Reva dan Kinan sahabat Lia. tetapi berbeda untuk Lia Mungkin karna suasana hatinya sedang tidak baik, ia lebih memilih untuk tetap dikelas dan menenangkan pikirannya.

Otaknya memutar kembali kejadian tadi pagi. Kejadian memalukan tentang dirinya, dimana ia tidak mampu menepati janjinya pada kak Revan. Untuk kesekian kalinya ia tidak mampu mengontrol emosinya, ia selalu saja tidak tahan dengan orang yang berani menghina Orangtuanya. Lia selalu lemah akan itu sampai-sampai ia meluapkan isi hatinya tanpa pikir panjang.

"Maafin Lia kak." ujar Lia dengan Lirih menahan tangisnya. Jujur ia benci situasi ini, airmatanya selalu tidak bisa tertampung ketika mengingat orangtuanya. Gadis itu lemah.

"Lia.."  panggil seseorang diambang pintu, sepontan Lia mengapus kasar air matanya dan bersikap seolah semua baik baik saja.

Lia menengok pada sumber suara.

ckkk, Reynad
Lia tak menjawabnya, wajahnya berpaling kepada buku buku yang ada didepannya meraih pena dan bertingkah seolah sibuk berkutik dengan tugas tugasnya.
Bukan Reyand jika itu bisa melunturkan tekatnya, laki laki itu menghampiri Lia.

"Ia, maafin soal sikap Bella tadi ya." ucap Reynad memohon seraya meraih tangan sang gadis. Apalah daya secepat kilat Lia menepisnya lalu bangkit dan berusaha menjauhi perdebatan ini.

"Lia..."

Langkanya terhenti,
"Kenapa lo?"

Reynad memincingkan alisnya.
"Maksudnya?"

"Kenapa bukan Bella? kenapa lo?"

"maksud lo?"

"Apa karna dia pacar lo. Jadi lo ngelindungin dia dengan tameng muka lo?"

"Sosweet banget." Ucap Lia berkekeh pelan.

"Ma... Maksud lo apa si? gua gak ngerti."

"Gausah pura pura bego."

"Pura pura apa sih ia?"

"Lupain." ujar gadis itu singkat lalu beranjak pergi. Hatinya masih belum siap untuk ini, ia terlalu rapuh untuk mengingat semuanya.

Belum sempat untuk menghindar, tangan kekar itu selalu saja sigap mencekal tangan Lia. gadis itu menengok sekilas lalu melemparkan pandangannya kearah lain lagi.
"Gua udah maafin, jadi lepasin gua."

"Jangan pergi." ucap Reynad sendu.

Gadis itu diam, ia takut hatinya semakin sakit.
"Tatap gua ia." Perlahan pegangannya mengendur, pegangannya tak seerat tadi. Rasa menyesal semakin mengeruak dihati laki laki itu.

"Gua sayang sama lo!"

PLAKK!
Malah tamparan keras yang Reynad terima.
"Ia??"

"Semurah itu iya rasa sayang lo?"

"Maksud lo?

"JAUHIN-GUA !!" Ucap gadis itu penuh dengan penekanan.

"Kenapa?? alesannya apa iaa??"
"Kenapa harus jauhin lo?" ucap laki laki itu lirih.

"Li tau? gua MUAK sama lo!" sentak Lia menarik paksa pergelangan tangannya lalu pergi meninggalkan laki laki itu yang mematung ditempatnya.
Oke ini pilihannya, melupakan adalah pilihan yang tepat dan jalan terbaik atas kecewannya. Hatinya sudah terlalu sakit, hatinya sudah terlalu patah untuk semuanya. Lia pergi dengan airmata yang tidak bisa ditampung lagi, air mata yang sendari tadi ditahannya kini lolos keluar begitu saja. Lemah, ia sangat lemah.

***

Lia berlari menuju roftop dengan cairan bening yang terus mengalir deras, apakah ini saatnya untuk benar-benar merelakan? Apakah ini saatnya untuk benar-benar mundur dan lepaskan? apakah ini akhir dari semuanya?

Langkah gadis itu semakin cepat, ia takpeduli dengan tatapan orang orang yang melihatnya heran. Lia tak peduli itu.

"Gua sayang sama lo!!"

"Jangan pergii!!"

"Kenapaa? alesannya apa ia? kenapa gua harus jauhin lo??"

Kalimat kalimat itu bergema diotaknya, Kalimat kalimat yang menahannya untuk tetap bertahan, tetapi disisi lain hatinya sudah terlalu sakit.

"Pergi nad... pergii..." ujar gadis itu lirih dengan air mata yang terus mengalir deras, langkanya gontai seakan Gadis itu terlalu lemas untuk berlari.

Lia mengerahkan selurus tenaganya untuk menerus larinya, wajahnya pucat pasi, Setengah perjalanan entah mengapa tiba tiba kepalanya terasa sakit sekali, sampai pada akhirnya pandangannya gelap.

BRUKKK!

"Liaaaaaaaaa .......!!"
Lia jatuh tersungkur, tubuhnya tergeletak lemas dengan mata tertutup, tanpa sadar darah segar keluar dari hidungnya.

"Liaaa bangunnn Lia...." suara seseorang laki laki seraya menepuk nepuk pipinya. Tetapi satu, suara itu sangat tidak asing untuknya.

***


Lia terbaring diranjang UKS dengan mata yang masih terpejam dan wajahnya pucat pasi. sedangkan Reynad, ia menunduk disamping ranjang, menggengam erat tangan gadisnya seraya mengerutui dirinya, menunggu keajaiban datang, berharap waktu bisa kembali diputar ia ingin sekali memperbaiki semua yang sudah rusak, hancur dan patah.

"Gapantes lo buat Lia!" cetus laki laki yang sendari tadi memperhatikan satu insan yang sedang menyesali dirinya didepan orang yang sudah ia sakiti.

Reynad berdiri, laki laki itu menatap Adnan tajam dengan mata merahnya.
Apa maksud laki laki itu mengatakan ia tidak pantas untuk Lia, bukan kah yang tidak pantas itu dia.
"Maksud lo apa!!"

 "Ckkk,"
Adnan berdecak, menarik satu sudut bibirnya keatas, menyuguhkan senyum sinis di wajahnya.

"Kurang jelas??"
"Apa perlu gua jelasin!!" Ujar Adnan semakin jadi.

Wajah Reynad memerah, emosinya memuncak. laki laki itu berhasil memancing amarahnya.Dengan tangannya reynad menarik paksa kerah baju Adnan, mengengamnya erat seakan siap menghajar habis-habisan laki laki yang notabe pernah masuk dalam kehidupan gadis mungilnya.

"Lo merasa pantes buat dia!!"

"Gak." sahutnya singkat.
"tapi gua rasa, lo kayanya jauh gakpantes buat dia, Hahaa."

BUGH!
hantaman keras mendarat dipipi kanan Adnan, darah segar mengalir sedikit disudut bibirnya. Jangan panggil Adnan jika dia gentar, bukannya kapok adnan malah semakin semangat mengejek Reynad.

Adnan berkekeh pelan, menampilkan senyum sinisnya.
"Apa bedanya lo sama gua kalo gitu?"

Reynad tetap diam, sorot mata tajamnya terus menatap lekat mata lawannya.

"Hahaa. Lia benci sama pembohong!"

Reynad masih bungkam. tetapi kini tarikan pada kerah lawannya mengendur, tidak seerat tadi.

"Lo laki men!" ujar Adnan menepuk pelan pundak Reynad.
"Gausah pura pura bego."
"Sebenernya lo tau apa maksud Lia tadikan." sambung Adnan melepas paksa gengaman Reynad pada kerahnya, lalu mengusap pelan noda darah yang ada disudut bibirnya.

sedangkan Reynad tetap diam, otaknya berputar memaksa untuk mengerti apa yang Adnan katakan. Tahu? apa maksudnya.
"Gua yakin banget si pasti Lia benci sama lo." cetus Adnan semakin menjadi.

"kemungkinan lo itu kecil!"

"Dan mending dari sekarang lo jauhin Lia, karna gua tau Lia gamungkin nerima lagi cowok yang masih terobsesi sama masalalunya."

Deg.

Lia gamungkin nerima lagi cowok yang masih terobsesi sama masalalunya.

***

Yuhuuu Up lagii dongg..
Jangan lupa vote + coment ya sayangg

-Author:)

AURELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang