TIGA PULUH DELAPAN

86 13 17
                                    


Terkadang kita lupa, bahwa apa-apa yang terjadi dibumi ini sudah ada yang mengatur. Takdir buruk bisa saja terjadi. Bahkan ketika kamu tidak pantas mendapatkannya.

Reynad-


Tubuhnya melemas, kaki berusaha berdiri untuk menopang pun rasanya sudah tidak sanggup. Cairan bening itu berhenti mengalir, seperti sudah habis untuk keluar dari mata elangnya yang kini sudah memerah nan sembab. Dari berbagai macam peristiwa yang ia lewati, laki-laki itu tidak mengerti apa yang sudah terjadi. Kali ini, sungguh ia tidak bisa menghadapi dan tidak akan bisa. Jika ini mimpi, tolong bangunkannya, sekarang!

Hujan tiba-tiba saja turun dengan derasnya, seakan ikut berduka bersamaan dengan hatinya. Langit berwana hitam dan ditengah pemakaman ini yang tesisah hanya Lia, Rudy dan Doni disisinya. Semua orang menepi, pergi mencari tempat untuk berlindung.

Wajah pucat berantakan,kemeja hitamnya sudah basah kuyup , celananya pun sudah kotor karna tanah basah. Isak tangis yang menyesakkan masih bersuara dari mulutnya.Tolong katakan bahwa ini hanya mimpi! Tolong katakan bahwa ini tidak terjadi!

Melihat Reynad sehancur itu, gadis yang sendari tadi setia memelukknya erat ditengah hujan deras ini pun bisa merasakan betapa kehilangannya dia, begitupun Doni dan Rudy yang sendari tadi hanya bisa memayungi keduanya.

Mereka mengerti betapa runtuhnya Reynad, betapa hancurnya Reynad. Terlebih lagi gadis mungil itu, ia tahu rasanya bagaimana ketika penopang sudah tidak lagi ada, bagaimana rasanya ketika alasan semangat  hidup sudah tidak ada lagi, bagaimana rasanya ketika benteng kokohnya hancur lebur seketika. Ia mengerti, karna iapun pernah kehilangan juga. Bahkan dua sekaligus!

Tangan lemahnya memeluk erat batu nisan yang baru saja beberapa jam ditancapkan. Mengguncangnya kencang seakan laki-laki itu mampu membangunkan tubuh yang sudah tak bernyawa didalamnya.

"JANGAN TINGGALIN REYAND, PAHH!!" Teriaknya keras. Seakan tak memperdulikan banyaknya sang pelayat yang datang menggunjungi peristirahatan terakhir beliau.

"Nad ..." gadis itu berusaha menenangkan, mengusap lembut punggung kokoh yang kini sudah tidak lagi kokoh.

Kita mengerti, bahwa setiap manusia akan kembali pada pencipta-Nya. Pepisahan tak mampu dihindari, sama halnya dengan pertemuan.


***


HERU ERLANGA
Lahir: 8 april 1975
Wafat: 21 agustus 2020


Satu persatu pelayat pergi termasuk Doni dan Rudy  dan yang tersisa hanya Reynad dengan Lia disebelahnya. Laki-laki itu hanya diam. Menatap kosong batu nisan yang bertuliskan nama lengkap papahnya. Sedangkan gadis itu, ia masih setia menemani hingga hujan mereda sekarang. Tubuh mengigil pun rasanya tak peduli, gadis itu tidak berniat meninggalkan.

"Lia ..." laki-laki itu akhirnya bersuara.
"Baju lo basah, pulang." Kata Reynad lembut, tak lupa dengan senyum paksanya. Lia yakin bahwa itu sebuah perintah tetapi gadis itu menggeleng cepat. "Enggak,"

"Nanti lo masuk angin," ucap Reynad melihat kondisi Lia dengan muka pucat dan bibir gemetarnya.

"Biar kita masuk angin bareng-bareng." jawabnya kukuh lalu menggengam erat tangan dingin yang kini sudah berkeriput.  Reyand tersenyum tipis mendengar pernyataan itu, kali ini senyum itu terbit dengan tulus.

"Kehujanan, basah sampe sekarang kering lagi."
"Nanti lo sakit, gimana?"

"Kita sakit bareng-bareng." Jawabnya lagi.

AURELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang