Dua Puluh Tujuh

226 9 0
                                    

"Cepatlah hilang,
Aku tidak ingin selalu melubangi hati hanya untuk berpura-pura baik baik saja."

-Aurelia.

Dua hari berlalu, selama dua hari itu pun Lia seakan menjaga jarak pada Reynad. Entahlah, perasaanya berkata ia gakpantas untuk Reynad. Seakan gadis itu sadar bahwa dia sangat sangat jauh jika harus disandingkan dengan Reynad.

Lia berjalan menusuri koridor, tatapannya menunduk. Lesu dan tak bersemangat. Pikiranya entah sudah kemana-mana, intinya Ia ingin menyendiri.

Kakinya terus melangkah, Wajahnya terus menunduk, tak memperdulikan siapa dan apa yang menatapnya.

Brukkk!
Lia menabrak seseorang,Seorang gadis cantik.
"JALAN ITU PAKE MATAA DONG!!" Sentak gadis cantik itu geram.

"Duhh maaf yaa maaf.." ucap Lia memohon seraya mencoba meraih tangan gadis cantik itu, tetapi nihil, gadis itu malah menepisnya.

"Gausah pegang pegang gua!" Cetus Gadis itu dengan ekspresi seakan akan sangat jijik. Ia melihat dari ujung kaki sampai ujung kepala. Tidak ada yang istimewa Cihh!.

Lia menunduk pasrah.
"Oke, gua minta maaf udah nabrak lo." Ujar Lia memutuskan untuk meninggalakan gadis tengil itu, ia takut jika emosinya memuncak, tetapi gagal, gadis itu mencekal pergelangan tangannya,Sangat kasar sampai Lia merintih kesakitan "Ahh.."

"Ehh cewe miskin! mau kemana lo! Gada sopan santun banget yaa lo!"

"Gua udah minta maaf, dan lo ga mau maafin. Yaa udah mau apa lagii!" Ujar Lia geram seraya berusaha menghempas tangan gadis tengil itu. Tetapi gagal, tenaga gadis itu lebih kuat darinya.

"Lo gakpernah diajarin minta maap yang bener ya sama orang tua lo! Apa jangan jangan orangtua lo gapernah ngajarin !" Sentak gadis itu kini menjambak rambut Lia. Seluruh pasang mata kini memperhatikannya, memperhatikan adegan memalukan ini.

DEG!
Ia benci ketika ada seseorang yang berani menjelekan orang tuanya. Sakit, ketika orangtuanya menjadi bahan olok olokan, sedangkan orang tuanya sudah meninggal, ada rasa kecewa sendiri pada dirinya.
Air matanya sudah menggenang. Sesak, satu kata yang mewakili hatinya. Sakit ketika orangtuanya dihina tidak sebanding dengan jambakan yang gadis itu berikan.

"Woyyy woyyy apa apaan lo!"ujar seorang laki laki baru datang.

"Woyyy Bella ga ada otak lo ya!" Susul seorang laki laki lain disebelahnya.

Lia sangat yakin, pasti itu suara Rudy dengan Doni. Rudy kini berusaha  melepaskan jambakan brutal gadis tengil itu. Sedangkan Doni berusaha menghubungi seseorang.

"Dia ini cewe songgong! Ga sopan banget sama gua!" 

**

"Hallo"

"Ngapa."

"Gawat begoo!!"

"Ya ngapa begooo!"

"Bella berantem sama Lia!"

"Bella?"

"Iyaa!! Cepet siniiii!!"

"Kok bella bisa ada disini?"

"Udah gausah banyak tanya! Cepet sinii!"

"Dimanaa?"

"Koridor!"

"OTW!"

**

Dada gadis mungil itu terasa sesak, amarahnya memucak, airmatanya tak lagi bisa ditampung, Mengalir bebas begitu saja. Ia sudah muak dengan hinaan ini.

"HEHH! NGOMONG! BISU LO YA!" Ujar gadis yang disebut bernama bella itu.

Lia muak dengan hinaan itu, ia benci ketika harus membawa bawa orangtuanya. Dengan sekuat tenaga Lia menepis tangan kasar Bella dirambutnya, perih karna jambakan itu tidak sebanding dengan perih hinaan yang gadis tengil itu berikan.

"TERSERAH LO HINA GUA DENGAN SEBUTAN APAPUN ITU! TAPI SATU, JANGAN PERNAH LO BAWA BAWA ORANG TUA GUA DIMULUT BUSUK LO ITU!" Sentak Lia mengebu-gebu. Oke ini sekian kalinya emosi ini tidak bisa terkendali. Dan ini untuk kesekian kalinya ia tidak bisa menutupi sedihnya.

"Kenapa?? Anaknya aja kaya gini apalagi orang tuanya!!" Cetus gadis tengil itu tersenyum sinis.

PLAKK!

Rudy, Doni serta berbagai pasang mata yang menonton menganga tak percaya ketika Lia menampar pipi mulus Bella.
Sangat keras, sehinga yang memiliki pipi meringis kesakitan. "Ahh anj*ng!"

"GUA BILANGG GAUSAH BAWA BAWA ORANG TUA GUA!" Bentak Lia geram, wajahnya memerah menahan amarahnya, air matanya terus mengalir bebas tanpa rasa malu.

"Selamat lo masih punya orangtua yang utuh." Ujar Lia dengan lirih. isak tangisnya sudah tidak lagi terdengar. Menyembunyikan rasa sesak dihatinya, bahkan sangat sesak, itu tidaklah mudah.

"Selamat.."
Lia meninggalkan Bella yang masih meringis kesakitan, sedangkan Rudy dan Doni berdiri menganga tak percaya ditempatnya. Bahkan murid murid yang menatapnya sebagai tontonan pun tidak percaya bahwa Lia selama ini sudah tidak mempunyai orangtua. Selama ini mereka merasa iri dengan kehidupan Lia yang bisa dibilang mewah, segala kebutuhan terpenuhi, cantik, ramah, selalu gembira tanpa beban. Dan mereka pikir orangtua Lia sedang diluar negri, ternyata salah. Gadis itu tak sebahagia yang orang lain pikirkan, bahkan beban hidupnya sangat berat. Ia hidup hanya dengan kakaknya, semenjak kedua orangtuanya meninggal, kakaknyalah yang kerja keras banting tulang untuk memenuhi kebutuhannya.

Satu yang gadis itu mengerti, Bella adalah gadis yang pernah ia liat bersama Reynad. Yang pernah mengandengnya mesra tepat didepan matanya.

Entah mengapa, Rasa sesak semakin mengeruak dihatinya.

Lia melangkah pergi menjauh, hatinya sudah sangat lelah dengan semuanya. Tetapi ia harus berusaha kuat, demi kakaknya. Sebab karna kakaknya alasan ia untuk tetap bertahan hidup.

Reynad datang, dengan nafas yang tersengkal-sengkal. Menunduk menetralkan nafasnya, matanya terus menelusuri sekelilingnya. Kemana Lia??
"Mana Lia?" Rudy dan Doni membukam, dengan sorot mata yang menatap tajam wajah Bella. Sedangkan Bella, Menunduk ketakutan.

Hening.

"Woii mana Lia??" Cetus Reynad dengan geram.

Rudy menggeleng tak percaya menatap Bella. "Gak nyangka aja si." Lalu melangkah pergi.

"Gua juga ga ngerti, kenapa lo masih bisa nerima lagi cewe kaya dia." Ucap Doni menepuk pelan pundak Reynad lalu ikut melangkah pergi.

Reynad semakin bingung dengan ucapan kedua sahabatnya. Ada masalah apa ini?? Kini gantian, Reynad yang menatap tajam mata Bella, Bella semakin menunduk ketika matanya bertemu dengan mata elang Reynad.

"Coba jelasin ini kenapa??"

***

Gadis manis ini berlari menuju belakang sekolah. Yap, taman yang sudah lama sekali tidak ia kunjungi.Taman bunga matahari.

Ia tersenyum ketika melihat bunga matahari yang sangat ia rindukan. Indah dan merekah. Damai, mungkin setidaknya sekarang perasaanya sedikit tenang.

"Maafin Lia ya Ayah, Bunda." Ucap gadis itu dengan lirih seraya menatap sendu kearah bunga matahari . Oke, Ia tidak boleh terpuruk, ia harus bangkit walau sesakit apapun itu.

Ia menghapus air matanya asal, tatapannya jatuh pada setangkai bunga yang sudah kering, dan layu.
"Aduhhh maaf yaa, Lia udah lama gak nyiram kalian."
Lia mengapainya, menatap getir kelopak bunga yang sudah mengering itu.
Ia berlari mengambil selang yang memang sering ia pakai dulu untuk menyiram bunga bunga disini. Ia menyiram dari berbagai arah, taklupa menyiram bunga layunya itu, berharap bunga itu bisa merekah indah lagi.

Tetaplah merekah wahai bunga
Tolong janganlah layu, apalagi mati.

***

Gimana gimana??
Sekian lama hiatus akhirnya up lagiii!!
Oh iyaa Saran dari kalian aku tunggu:'))

-Author:))

 

AURELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang