EMPAT PUTUH SATU

41 7 9
                                    

Siapa yang mengira jika hari ini aku dan kamu menjadi kita? Siapa yang mengira jika aku dan kamu ternyata berlabuh pada rasa yang sama?

Kita hanya si samar yang dimata orang lain tidak pernah menjadi jelas. Kita si sama-sama keras kepala, kita si buta hati, kita si ragu-ragu; si saling mencoba untuk mengakhiri sesuatu yang bahkan sama sekali belum dimulai, si yang pernah sempat merasakan saling kehilangan pada sesuatu yang sama sekali belum digenggam. Kita si sama-sama yang tidak bisa bersama, karna kita si abu-abu yang masih bimbang lalu berfikir bahwa akan berakhir dan berjalan sendirian.

Lalu sekarang, siapa yang pernah mengira bahwa perasaan ini berujung hubungan yang benar-benar nyata? Aku, kamu bahkan semesta tidak pernah mengira pada akhirnya kita  menjajarkan langkah.


Gadis itu menahan nafas kemudian menyeka airmatanya yang bahkan belum mengering. Pertanyaan yang menumpuk dikepala sudah terjawab, Lia benar-benar mendengarkan laki-laki itu bercerita. Seperti yang diharapkan, ia menjelaskan semuanya bahkan saat mengapa ia sempat menghilang. mengapa dulu ia masih meragukan perasaannya dan alasan mengapa sekarang ia kembali lagi dan menuntut cinta darinya. Reynad  benar-benar menceritakannya.

Hari semakin sore, matahari terbenam dan langit mulai gelap. Keduanya sedang diperjalanan pulang.

Sepanjang jalan kenangan~ ehh enggak, sepanjang jalan. Gadis itu senyap, tidak bersuara. Hanya matanya yang sesekali melirik laki-laki disampingnya dengan pandangan terus kedepan sibuk menyetir  dengan dua tangan dikemudi.

Tidak ada percakapan apapun.

"Ini beneran diem-dieman sampe balik?"

Saling mengutarakan hati masing-masing memang rasanya melegakan.

Emang sih, nggak bisa ngebantah. Sebenernya rasanya sedikit ... malu banget.

Mana ada cewek yang terang-terangan bilang suka? Ahh ...

Lia menjatuhkan pandangannya keluar jendela. Karna sama-sama tidak tahu untuk memulai, tetap diam ialah jalan keluarnya.

Langit yang semula biru kini berubah menjadi jingga. Tenggelamnya matahari lambat laun menggelapkan sekitarnya. Lampu-lampu jalan satu persatu menyala, berpadu dengan lampu kendaraan si pekerja yang berpulangan. seperti kerlap-kerlip indah ditengah kebisingan jalan yang mulai menjarang.

Gadis itu menutup matanya, memilih menikmati semilir angin dari sedikit sela jendel yang sengaja dibuka. Dibiarkan menerpa wajahnya.

"Mau play musik?" Laki-laki itu akhirnya bersuara, sosok yang hanya meliriknya sekilas lalu kembali fokus berkendara.

Gadis itu menoleh, lalu mengangguk sebagai jawaban.

Melody mulai mengalun, tidak berisik-pas untuk telinga. Lupa siapa penyanyinya, tetapi nadanya sudah sering Lia dengar diinstagram- jadi backsound galau qoutes-qoutes patah hati. Jadi, sedikit-dikit Lia bisa mengikuti liriknya.

Jangan salah, Lia adalah manusia paling update tentang lagu-lagu galau yang memohok hati.

Tidak langsung memaling, Lia malah menatap lekat wajah itu. Tiap inci ciptaan tuhan yang begitu tenang disampingnya. Dari rahang tegasnya, mata tajam, alis tebal - tidak luput dari pandangannya.

Seperti selayaknya, Laki-laki itu terlalu terlihat biasa saja. Sesekali hanya meliriknya sekilas lalu memberikan senyum memabukan yang begitu manis padanya.

K-kok bisa sih? Kok bisa-bisanya dia biasa aja? Ini jantung gua aja udah kaya mau loncat keluar, woii!

Lia merengut sebal, tatapannya kembali keluar jendela.

AURELIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang