Menangis lah sepuasmu asal kau berada disampingku.
°°°
Langkah Larisa melewati koridor ramai itu terhenti saat terdengar desas-desus para siswa yang membicarakan tentang dirinya."Model murahan!"
"Gak tau diri!"
"Kalau gue mah malu jadi dia."
Larisa memicingkan matanya mencoba melihat apa yang ada didalam papan pengumuman itu sehingga mampu menarik perhatian para siswa, belum lagi desas-desus yang mereka keluarkan.
Gerombolan manusia itu perlahan memberikan jalan pada Larisa agar melihat topik hangat pagi ini.
Mata Larisa mulai memanas, marah dan sedih bercampur menjadi satu, tangan itu bergetar menyentuh foto yang ditempel, foto dimana terpampang wajahnya dengan memakai baju yang sangat minim hampir semua bagian tubuh yang terekspos belum lagi dua sosok pria asing yang memeluk di sampingnya seolah-olah dirinya model murahan seperti mereka katakan, tapi sungguh dia tidak pernah berpose seperti itu, bahkan pria asing itu tidak dikenalnya sama sekali, memang itu wajah Larissa namun dia tidak pernah memakai baju itu dan itu bukanlah postur tubuhnya.
Larisa jatuh terduduk lemas diatas dinginnya keramik putih, tangannya ingin meraih foto itu namun tenaganya kini sudah tidak kuat lagi, mata hitamnya kini berderai air mata, tak sedikit siswa yang mengelilingi Larisa cacian itu masih terdengar kata-kata menusuk dari teman- temannya saling bersahutan, bibirnya sudah terbungkam tak mampu mengeluarkan sepatah katapun.
Siapa yang tega mengedit foto itu sehingga mampu menipu banyak siswa.Sebuah tangan terulur membantu Larisa bangkit dari duduknya, menyobek dengan kuat foto yang tertempel, menatap tajam siapa saja yang kini memaki Larisa.
Tanpa sekatah pun cowok itu membawa Larisa ke taman belakang sekolah, Larisa duduk termenung di bangku taman yang tersedia bahkan dia bingung harus berbuat apa, mengatakan bahwa foto itu bukan dirinya? Sepertinya sia-sia siapa yang akan percaya ketika bukti tidak benar sudah beredar dan mampu menipu siapa saja yang melihatnya.
Farel hanya menatap miris gadis yang berderai air mata disampingnya, dirinya tidak tega menatap pandangan kosong Larisa, tangannya terulur menyentuh punggung Larisa menariknya masuk kedalam dekapannya.
Larisa semakin terisak dirinya malu dengan kepalsuan itu, air matanya mampu membuat seragam Farel basah, Farel juga kesal dengan siapa yang berani mengedit foto itu dia percaya bahwa Larisa tidak akan pernah seperti itu.
"Gu,,,e gk nge,,la,,kuin itu." Ucapnya sambil terisak.
"Iya tau." Ucap Farel tangannya mengelus pelan punggung Larisa.
"Guu,,,e ma,,lu." Larisa tetap menangis sesenggukan.
Farel mencoba menenangkan Larisa, enggan melepaskan dekapannya.
Farel menjauhkan wajah Larisa dengan kedua tangannya, ingin melihat kondisi gadis itu, matanya memerah begitu juga dengan hidungnya, isakan masih saja terdengar.
"Shh." Hela Farel yang tak tega melihat Larisa seperti ini.
Tangan Farel terulur mengusap air mata yang terus berjatuhan dengan kedua ibu jarinya, merapikan rambut Larisa yang sedikit berantakan.
"Udah, nangis Mulu kayak bocah." Tangan Farel kini beralih mengelus pelan pipi kanan Larisa, mungkin jika saja tidak ada masalah tentang foto Larisa akan senang dengan situasi ini.
Farel mengajak Larisa berdiri, tetapi gadis itu tetap diam mematung dalam kondisinya.
"Kenapa?" tanya Farel pada akhirnya matanya tetap mengarah pada Larisa.
"Gue takut." Kini suaranya sudah mulai terdengar jelas tidak terisak seperti tadi.
Farel tetap menarik Larisa membuat mau tak mau Larisa harus berdiri, genggaman tangan Farel memberinya kekuatan.
Farel meninggalkan Larisa karena gadis itu kini tengah berada di dalam toilet merapikan penampilan nya.
°°°
Farel menyusuri lorong dalam kondisi sepi, semua siswa telah menuju kelas untuk mengikuti pelajaran, pikirannya tetap tertuju pada gadis yang membuatnya khawatir belakangan ini, siapakah pelaku yang tega berbuat seperti itu pada Larisa.
Selang beberapa langkah terdengar suara yang mampu menghentikan langkahnya.
"Gue puas tau gak bikin malu Larisa model murahan itu." Diikuti tawa renyah setelahnya.
"Bener tuh gue yakin dia bakal malu banget."
Farel segera mendekati sumber suara, dia sangat mengenal suara itu, suara cewek yang mungkin sejak awal membenci Larisa.
Tarikan pelan namun pasti, perlahan pintu gudang itu terbuka, membuat ketiga remaja yang tadinya tengah membicarakan mangsanya kini menoleh ke arah pintu, semuanya diam mendadak suhu ruangan menjadi tegang.
"Farel," ucap Icha, sudah terlihat jelas bahwa gadis itu sedang ketakutan.
"Busuk." Satu kata itu terlontar begitu saja dari Farel, membuat siapa saja yang mendengar pasti akan tertohok hatinya, pandangan matanya menajam, tangannya mulai mengepal, namun berusaha agar tidak memukul Icha yang sudah sangat keterlaluan.
"Apa maksud kamu Rel?" ucap Icha yang semakin kalut, kedua teman di belakangnya Dara dan Vivi tidak ada niatan untuk membantu Icha dalam situasi ini keduanya diam membeku dibelakang.
"Beresin semuanya atau Lo kehilangan jabatan sebagai Waketos." Tatapan Farel tetap mengarah pada icha, tajam dan menusuk, rahangnya menegas, bisa dikatakan Farel tengah benar-benar kesal saat ini.
Pria itu lantas keluar dari gudang, menutup pintu dengan sangat keras, meneruskan langkahnya menuju kelas dengan hati dongkol, bagaimana bisa gadis tidak bersalah seperti Larisa dipermalukan secara tidak wajar oleh orang yang dipandang hormat para siswa karena jabatan sebagai waketos.
***
Masih pengen baca lanjutan Larisa gak?
Makasih banyak buat yang mau baca cerita aku :*
Jangan lupa vote dan komentar nya ditunggu selalu
Thanks for all
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa and The Ice Boys
Подростковая литератураLarisa, gadis cantik yang menerjuni dunia permodelan diusianya yang terbilang muda, kesibukan pemotretan nya sehingga ia lupa dengan waktu, membuat dirinya di hari pertama memasuki sekolah telat untuk mengikuti acara MOS. Farel, cowok dingin yang me...