Sapaan ramah terdengar dari ambang pintu butik, terlihat wanita paruh baya memang sedari tadi menunggu kedatangan mereka.
"Eh cantik udah datang, masuk gih nanti ada pegawai Tante yang urusin, oh ya, Tante minta maaf gak bisa nemenin, soalnya ada perlu dadakan." Ucap Wirna seraya tersenyum ramah.
"Eh iya Tante gapapa." Balas Larisa seraya menyalami tangan Wirna, di ikuti Farel setelahnya.
Keduanya kini mulai melangkah masuk ke dalam butik, Farel langsung saja mendudukkan dirinya di kursi pojok kiri butik dekat dengan pintu, tangannya sudah mulai mengotak-atik ponsel dalam genggamannya seraya menunggu Larisa yang saat ini sedang berganti pakaian.
Gadis cantik dengan balutan gaun lengan panjang berwarna merah muda yang panjangnya hampir menutupi seluruh kaki jenjangnya, hiasan renda di bagian pinggang memperlihatkan tubuh ramping Larisa, bagian punggung yang di desain menggunakan kain organza memperlihatkan kulit putihnya.
Gadis itu mulai berpose menghadap Blitz kamera.Farel menatap sebentar ke arah Larisa ingin melihat penampilannya, sedikit merasa terpukau akan kecantikan yang dimiliki gadis itu, namun tak lama Farel sudah kembali lagi fokus dengan ponselnya.
30 menit sudah Larisa melakukan pemotretan, dan kini dirinya telah masuk ke ruang ganti.
Farel tetap saja sibuk dengan game yang dimainkannya, bahkan tidak memperdulikan Larisa yang sudah menyelesaikan pemotretan dan berdiri di sampingnya.
"Reel," panggil Larisa yang sudah mulai jengah diabaikan.
"Hmm."
"Anterin pulang."
"Pulang sendiri." Jawab Farel dengan mudahnya.
"Gak mau, anteriiin iih!" Tangannya menarik pelan kemeja yang dikenakan Farel.
"Gausah manja, pulang sendiri." Masih dengan muka datarnya.
Larisa kesal, bagaimana bisa ada sosok lelaki yang tak bertanggung jawab seperti pria dingin disampingya ini, dengan gerakan kasar tangannya mulai merogoh Sling bag dan mengeluarkan benda pipih didalamnya, jemarinya mulai bergerak menghubungi seseorang.
Farel yang mengetahui apa yang akan di lakukan Larisa segera beranjak dari duduknya, merampas ponsel gadis itu sebelum telepon tersambung."Gitu aja ngambek, gue anterin." Farel mulai melangkah kan kakinya menuju tempat dimana mobilnya berada setelah mengembalikan ponsel Larisa. Gadis itu hanya mampu mengerucutkan bibirnya seraya berjalan dengan langkah yang kasar.
Hitamnya langit malam terlihat indah ketika berpadu dengan putihnya sinar rembulan, liukan pohon di sepanjang jalan menjadi iringan diantara dua remaja yang sedang dalam keheningan.
Farel memberhentikan mobilnya di depan sebuah kafe bernuansa hitam putih, terlihat beberapa remaja sedang bergurau didalamnya, suasana yang diciptakan membuat kafe berlantai dua tersebut banyak di gemari kalangan remaja.
"Gue gak laper." Ucap Larisa dengan muka juteknya.
Jelas saja Larisa berbohong pada Farel, dirinya lapar bahkan sangat lapar, namun rasa kesalnya membuat dia tak ingin makan dengan lelaki itu."Tapi gue laper." Jawab Farel, tangan yang hendak membuka pintu mobil ia urungkan dan beralih menatap Larisa.
"Yaudah turun sana, gue tungguin di mobil."
Jawaban yang terlontar membuat Farel geram.
"Turun atau gue gendong!" Ancam Farel yang mampu membuat Larisa menolehkan wajahnya menatap lawan bicaranya saat ini, namun Larisa tetap dengan keras kepalanya.
"Coba aja kalok berani." Gadis ini merasa Farel hanya mengancamnya dan tak akan berani melakukan ancaman itu.
Farel segera turun dari mobilnya, membuka pintu mobil Larisa dan benar-benar menggendong Larisa, membuat gadis ini meronta ingin diturunkan, tapi farel yang merasa Larisa telah meremehkannya, tak ingin menurunkan gadis itu, bahkan langkahnya sudah semakin dekat dengan pintu masuk.
"iih turunin, jangan bikin malu deh, gue bakalan ikut masuk tapi turunin dulu!" Kakinya menendang-nendang di udara, ingin merobohkan keseimbangan Farel, namun pergerakannya hanyalah seperti terpaan angin ringan tak membuat tubuh lelaki itu limbung sedikitpun.
Bahkan langkahnya sudah memasuki pintu kafe, sontak saja menarik perhatian para pengunjung di sana.
"iih sweet banget."
"Bukannya itu model, Farel bukan sih?"
"Couple model hiyaa, pengen minta foto."
Rasa malu mulai menyelimuti Larisa, kepalanya ia sembunyikan di ceruk leher Farel, diturunkannya gadis itu di pojok kanan kafe yang hanya memiliki dua tempat duduk.
Kepala Larisa hanya menunduk tak berani mengangkat untuk menatap sekelilingnya, ia takut dengan tatapan para pengunjung yang masih ingin memperhatikan wajahnya, bahkan ada beberapa yang sudah memotret keduanya.
Farel hanya terlihat santai seolah tak terjadi apa-apa."Mau pesan apa?" tanya sang waiters ramah.
Farel menatap Larisa sekilas, terlihat tidak ada niatan gadis itu untuk berbicara.
"Spaghetti bolognese 2, lemon tea 2." Ucap Farel seraya mengeluarkan uangnya.
Setelah kepergian sang waiters Farel mengeluarkan ponselnya dan mulai sibuk dengan benda itu, tak dipedulikan gadis di hadapannya yang hanya terdiam dan terus menatap kebawah, dalam hati Larisa ingin sekali dirinya mencakar tampang tak bersalah di hadapannya.
Hanya sekitar 15 menit mereka menunggu, makanan yang di pesan sudah berada di hadapannya.
Farel yang hendak memegang garpu ia urungkan saat Larisa tak kunjung mengangkat kepalanya.Tangan Farel menyentuh pelan dagu Larisa membuat gadis menatap lelaki di depannya.
"Nunduk mulu, kenapa?"
Pertanyaan yang menurut Larisa sangat konyol, apakah farel tak merasa malu dengan tindakannya tadi, bahkan tatapan para remaja masih setia memandang mereka, beberapa ponsel juga masih banyak yang mengarah pada keduanya.
"Bego! Lo gak malu apa, tuh masih banyak yang merhatin." Ucap Larisa dengan suara pelan namun penuh penekanan di setiap kata nya.
Farel melihat sekelilingnya, dan benar beberapa pasang mata mengarah pada keduanya.
Tatapan tajam Farel berikan pada mereka, membuat beberapa remaja memilih mengalihkan pandangannya dan memilih melanjutkan makannya."Udah gak ada yang liat, cepet habisin makanannya keburu makin malem."
Larisa memilih segera menenangkan perutnya yang sudah kelaparan sejak tadi, dan ingin segera keluar dari kafe itu.
"Katanya gak laper tapi habis." Sindir Farel seraya membersihkan mulut Larisa dengan tisu.
Jika saja ini di dalam kamarnya Larisa akan melompat-lompat atas tindakan Farel. Ia hanya mampu terbengong dan menahan senyumnya untuk saat ini.
Langkah beriringan ditemani dinginnya angin malam, mereka memilih mempercepat langkahnya agar segera memasuki mobil.
Terlihat jalanan yang sedikit lenggang karena malam sudah mulai larut, begitu juga gadis disampingnya yang sudah terlihat menahan kantuk.
Farel mulai melajukan mobilnya lebih cepat, agar gadis disampingnya bisa mengistirahatkan tubuh lelahnya.
***
Satu vote dari kalian penyemangat tersendiri untukku :)
Komentarnya yang banyak biar semangat update :)
Jangan silent reader ya :')
Tandai jika ada typo :*
Makasih buat yang udah baca
See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa and The Ice Boys
Teen FictionLarisa, gadis cantik yang menerjuni dunia permodelan diusianya yang terbilang muda, kesibukan pemotretan nya sehingga ia lupa dengan waktu, membuat dirinya di hari pertama memasuki sekolah telat untuk mengikuti acara MOS. Farel, cowok dingin yang me...