39. pangeranku sakit

2K 115 20
                                    

Tumpukan kertas berisikan rumus-rumus kimia dengan beberapa teori yang merumitkan terlihat begitu berserakan, sang pemilik kertas tengah meletakkan kepalanya pada meja belajar kamarnya, matanya tertutup rapat, sedangkan bibirnya tengah merapalkan sesuatu.

"Menurut John Dalton atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat dibagi lagi, atom digambarkan sebagai bola pejal yang sangat kecil, kelemahan teori ini,,,,,"

"akhhhh lupa!" mata hitamnya terbuka, rasa kesal mulai menyerang, gadis ini mulai jenuh dengan kegiatan memahami dan menghafal rangkaian tiap kata didepannya, diliriknya jam didekatnya menunjukkan pukul 14:00 WIB.
Larisa menghela nafasnya kasar. "Ini kenapa teorinya gak mau nyangkut dipikiran gue." Bola matanya kembali meneliti catatan didepannya.
Tangannya mengambil ponsel yang tergeletak disampingnya.

"Farel kenapa gak pernah telfon sih! ngirim pesan juga jarang! pengen telfon tapi gengsi gak telfon tapi kangen!" jemarinya mengetuk pelan layar ponselnya, dan akhirnya telfon tersambung dengan lelakinya.

"Rel,," Larisa mulai beranjak dari meja belajar, beralih ke tempat tidurnya, merebahkan punggungnya lantas menatap langit-langit kamarnya.

"Apa?"

"Ihhh kok gak semangat sih jawab panggilan pacarnya, lemes banget gak suka ya aku telfon? ganggu ya?"

"Nggak Ris,"

"Kamu sakit? kok beda suaranya." Posisinya kini beralih menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang, memeluk pelan boneka panda pemberian kekasihnya sebelum berpacaran.

"Nggak, bawel banget sih pacarnya siapa hmm?"

Larisa tersenyum, Farel mulai menggodanya. "Pacar kamu lah!"

"Masa?" Senyum menggoda terbit dari seberang.

"Tau ah!"

"Ciee yang ngambek, boleh tanya gak?"

"Tanya apa?"

"Kamu punya cermin?"

garis dahinya mulai berkerut, memikirkan pertanyaan aneh lelakinya. "Punya, kenapa emang?"

"Ngaca deh, nanti bakalan lihat cewek cantik yang mampu ngejatuhin hati aku."

Tawa Larisa mulai terdengar "Iih gombaaal."

"Kamu tau? Jika saja setiap rasa cintaku ke kamu dihitung dengan gugurnya daun dari batangnya, maka semua pohon yang hidup akan protes karena ia akan sendiri lantaran semua daunnya telah gugur mewakili rasa cintaku ke kamu."

"Fareel,,udah ih gak kuat aku tuh dengernya pengen nabok tau gak." Pipi putihnya kini mulai memerah.

"Pengen nabok apa pengen cium?"

"Pengen nabok! beneran deh! Rel, nanti malem aku main ke rumah kamu ya?"

"Ngapain? gak belajar?"

"Ketemu kamu lah! kangen Tante Wirna juga, barusan udah belajar kok, bentar doang nanti."

"Yaudah iya, mau aku jemput?"

"Gausah, aku berangkat sendiri aja. kamu bener gak sakit? lemes banget loh suara kamu."

"Nggak, lemesnya karena kangen kamu."

"Iih apa sih, aku tutup ya mau tidur bentar."

"Iya sana."

Sambungan terputus, seperti perkataannya barusan, gadis ini mulai memejamkan matanya, suhu dingin kamarnya membuat Larisa menikmati tidur siangnya ditengah panasnya suhu ibu kota.

Larisa and The Ice BoysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang