Kamu tau, seberapa menyesalnya diriku karena rangkaian kata kasar yang tak seharusnya kuucapkan pada gadis manis sepertimu
Farel Putra Wijaya***
Malam yang begitu sunyi, bentangan awan sudah tak terlihat putih, purnama menyala terang ditemani udara yang berhembus ringan, bintang seolah tak ingin absen malam ini.Sebuah tangan terkepal erat ingin meninju apa saja, urat-urat lehernya begitu terlihat, rahang kokoh itu menegas, bola mata cokelat setajam elang seolah ingin membunuh seseorang melalui tatapannya.
Farel, lelaki itu tengah berdiri di balkon kamarnya, menatap kosong daun-daun yang bergerak mengikuti hembusan yang melewatinya.
Beberapa kali bibirnya menggeram tak jelas karena mengingat pertengkarannya dengan Larisa.Bodoh! Benar-benar bodoh, gak seharusnya gue ucapin kata-kata tadi!
Pikiran Farel seolah terpenuhi dengan bayangan Larisa yang kini perasaannya telah hancur dan lebih menyakitkannya itu karena ucapannya sendiri.
Rasanya ingin sekali Farel menemui gadisnya namun waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 WIB. Rasanya kedatanganmya kesana tak akan merubah apapun malam ini.°°°
Suara kicauan burung yang keluar dari sarangnya terdengar samar-samar, semburat kuning yang dengan tidak sopannya menerobos masuk ke dalam kamar bernuansa hitam, ingin membangunkan lelaki dingin yang nyatanya lelaki itu tak tidur sama sekali, kantung mata hitamnya tercetak begitu jelas namun tetap tak mengurangi kadar ketampanannya.Farel mulai berjalan ke arah kamar mandi, menyegarkan badan sekaligus pikirannya yang kini tengah kalut.
Minggu ini, ia tak lupa akan pertemuannya dengan Tyo, ia memilih mengunjungi Larisa setelah menyelesaikan urusannya.°°°
"Rel, kamu gak sarapan dulu! Mau kemana kok buru-buru?" Teriak wirna tatkala putranya berjalan cepat dan melewati meja makan begitu saja."Mau ketemu om Tyo, Farel pamit Bun," lelaki itu segera bergegas tanpa menyalami tangan Wirna, membuat wanita paruh baya itu sedikit kebingungan.
Dereta ruko-ruko di sepanjang jalan baru saja dibuka pemiliknya, terlihat beberapa orang tengah menikmati hari Minggunya dengan bersepeda maupun berjalan santai diatas trotoar, namun lain dengan Farel yang kini sibuk menyetir guna menemui Tyo yang sudah menunggunya ditempat mobil Larisa diamankan.
Pikirannya benar-benar terbagi antara kasus gadisnya dengan keadaan gadisnya sekarang, namun nyatanya tetap sama pikirannya hanya dipenuhi Larisa! Iya, gadis yang sudah mampu menaklukkan hati laki-laki sedingin Farel.
Jalan yang cukup lenggang membuat Farel segera sampai di tempat tujuan, terlihat Tyo sudah berdiri tegap disamping kap mobil Larisa.
"Pagi Om," sapa Farel seraya mulai mendekat.
"Pagi juga, mikirin apa kamu sampai gak tidur gitu?" Lelaki paruh baya berkata seraya menepuk pelan bahu Farel.
Farel hanya menanggapinya dengan sebuah deheman pelan.
Tyo mulai berjalan mengitari mobil tersebut tangannya mulai membuka bagian depan mobil Larisa, mengecek apa yang salah dengan remnya waktu itu.
°°°
Mata sembab, tatapan sendu, tubuh yang semakin kurus, rambut hitam legamnya seakan dibiarkan berantakan sang pemiliknya, seorang gadis yang kini meringkuk di bawah selimut biru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa and The Ice Boys
أدب المراهقينLarisa, gadis cantik yang menerjuni dunia permodelan diusianya yang terbilang muda, kesibukan pemotretan nya sehingga ia lupa dengan waktu, membuat dirinya di hari pertama memasuki sekolah telat untuk mengikuti acara MOS. Farel, cowok dingin yang me...