Hawa dingin mulai terasa menusuk indra peraba, Farel yang kini berdiri di depan balkon memilih masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri diatas tempat tidurnya lantaran hujan turun semakin deras.
Entah mengapa perasaan lelaki itu tidak karuan, seperti ada hal buruk yang tengah terjadi, namun ia berusaha menepisnya dan mulai memejamkan matanya.Suara getaran ponsel berulang-ulang menandakan sebuah panggilan masuk, mata coklatnya kembali terbuka dan meraih ponsel yang tidak jauh dari jangkauan tangannya.
Layar itu menampilkan sebuah nama wanita paruh baya yang berstatus sebagai Mama gadisnya, segera saja jemarinya menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan.
"Halo."
"Iya Tante."
"Farel,, kamu sama Larisa?"
"Nggak Tan, bukannya Larisanya udah di rumah?"
"Barusan bi Inah telfon katanya Larisa belum pulang dari tadi, terus Tante tanya ke Clara katanya terakhir sama Larisa pas di kelas, ditelfon juga gak diangkat sama dia, kirain sama kamu, Tante juga masih di kantor belum bisa pulang, jalanan arah pulang sepertinya macet total."
Pikiran Farel mulai berkecamuk, kemanakah gadisnya pergi, lantas apa maksud pesannya tadi sore jika gadis itu tidak pulang bersama Clara.
"Yaudah Tan, biar Farel cari Larisa dulu, nanti Farel hubungin Tante lagi."
"Iya Rel, nanti segera kabarin Tante, hati-hati di jalan."
Sambungan telepon terputus, Farel segera mengambil kunci mobilnya, ia tak peduli sederas apapun hujan di luaran sana, yang terpenting saat ini adalah mencari gadisnya, lelaki itu mencoba melacak dimanakah ponsel Larisa berada, namun sialnya GPS Larisa tidak diaktifkan, tangan Farel mulai menggenggam erat stir mobilnya, raut wajah dinginnya kini tergantikan dengan kecemasan.
Farel memandang sekali lagi pesan yang dikirimkan Larisa tadi sore, sekarang Farel mulai sadar pesan yang dituliskan bukan seperti ketikan gadisnya.
Larisa
Rel, gue pulang sama Clara, jadi gausah nungguin!Di dalam pesan itu menggunakan logat 'gue' dan juga kata terakhirnya sedikit kasar.
Farel mulai mengemudikan mobilnya dengan cepat, bahkan beberapa kali ia hampir menabrak mobil pengguna jalan lainnya, makian dari para pengemudi hanya dianggap angin lalu.
Farel saat ini mengarahkan mobilnya menuju tempat dimana gadis itu biasanya melakukan pemotretan, ditengah guyuran hujan, dan minimnya penglihatan lelaki itu meredam amarahnya.
°°°
Di sisi lain seorang gadis tengah duduk ketakutan, suara tangisnya teredam oleh suara guyuran hujan."Aaaaa,,," jerit Larisa keras ketika guntur datang, entah berapa kali gadis itu menjerit, ia hanya ingin segera keluar dari situasi yang menyeramkan ini.
"Mama,, Larisa takut." Ucapnya pelan denga mata yang sejak tadi tertutup rapat, gadis itu tak berani membuka sedikit saja kelopak matanya, ingin sekali ia pingsan saat ini juga, lebih baik dia kehilangan kesadarannya daripada harus menghadapi situasi seperti ini, namun entah mengapa mental dan fisiknya begitu kuat.
"Rel,, aku butuh kamu, aku takut."
Larisa hanya bisa berguman pelan, tubuhnya benar-benar lemas, rasa sakit, takut dan lapar bercampur menjadi satu, wajahnya mungkin sudah pucat, tetesan air matanya sejak tadi tak bisa berhenti, begitu juga isakannya, mungkin jika ada pencahayaan di dalam kamar mandi Larisa tak akan setakut ini.
Tangannya sudah mulai dingin, bahkan rok sekolahnya juga basah lantaran gadis itu berjam-jam duduk di lantai kamar mandi yang dingin dan lembab akan air.
KAMU SEDANG MEMBACA
Larisa and The Ice Boys
Teen FictionLarisa, gadis cantik yang menerjuni dunia permodelan diusianya yang terbilang muda, kesibukan pemotretan nya sehingga ia lupa dengan waktu, membuat dirinya di hari pertama memasuki sekolah telat untuk mengikuti acara MOS. Farel, cowok dingin yang me...