PART 2

67 5 1
                                    

Pukul satu dini hari. Rintik hujan masih enggan menghentikkan aktifitasnya membasahi bumi.
Yasha masih menatap langit-langit kamar, matanya sama sekali sulit terpejam. Bayangan Ayyas berputar-putar di kepalanya.

"Ya Allah, bolehkah aku mengulang waktu, aku tidak mau mengenal Ayyas, aku tidak mau mengenal lelaki manapun, agar tidak ada luka di antara kami" lirihnya, menyesali segala keangkuhannya. Kristal bening kembali meluncur dari matanya.
Cinta yang salah memang seringkali mendatangkan luka.

Yasha beringsut dari ranjangnya. Langkahnya gontai menuju kamar mandi untuk berwudhu.
Setelah berwudhu, Yasha menggelar sajadah, Sholat. Hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini. Mengadu pada Rabb-nya.
Sungguh sebaik-baik seorang hamba merencanakan sesuatu, tetaplah rancangan Allah yang terbaik.

Saat ini, Yasha kembali bersimpuh dihadapan Rabb-nya, berpasrah pada konsekuensi yang harus ia terima akibat perbuatannya.
Ia menangis dalam sujudnya, berharap Allah masih bersedia mendengar rintihan seorang pendosa seperti dirinya.

Sampai pukul tiga dini hari, kristal bening yang mengalir dari netranya belum mampu Yasha hentikan. Sketsa peristiwa masa lalu terbayang dipelupuk matanya, mengusik ketenangan jiwa. Yasha lelah, hingga ia tertidur di atas sajadah.

***

Jam dinding di kamar Ayyas sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Ayyas belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Hujan semalam membuat dirinya agak demam. Ia pulang dengan tubuh basah kuyup, tubuhnya mengigil. Ayyas limbung, hampir tak sadarkan diri. Salahnya sendiri yang lebih suka mengendarai motor.

Arumi, adik perempuan Ayyas yang mengetahui kepulangannya langsung memapahnya menuju kamar. Beruntung adik perempuannya itu bukan tipe orang yang suka menginterogasi, jadi ia tak perlu repot-repot mencari alasan tentang akibat sakitnya semalam.

Ayyas mengambil ponsel di atas nakasnya. Ia mengusap layar untuk melakukan panggilan pada Yasha.
Satu panggilan, dua panggilan, tiga panggilan, nihil, tak ada jawaban.
Ayyas menghela napasnya, ada perasaan khawatir bercampur kecewa yang menjalar di hatinya sebelum akhirnya notifikasi pesan berdering diponselnya.

-from Yasha-
Ayyas tersenyum lalu buru-buru membuka pesan itu.

'tolong...jangan ganggu aku lagi'

Ayyas tersentak membaca pesan tersebut. Senyumnya seketika menghilang. Ia lalu mengetikkan sebuah pesan balasan untuk Yasha.

Ayyas menghela nafas beratnya, lalu meletakkan sembarang ponselnya. Ia berusaha memejamkan matanya kembali sebelum sebuah ketukan dipintu kamarnya terdengar.

"Ayyas, kamu masih tidur? Sarapan dulu sudah siang" suara ibunya dibalik pintu menggagalkan usahanya untuk kembali terpejam.

"Iya bu" jawabnya malas.

***

Ayyas sudah menyelesaikan sarapannya 15 menit yang lalu ketika gerbang rumahnya dibuka dan terdengar ucapan salam.
Ia sedang duduk di kursi teras rumahnya seraya menyeruput secangkir teh hijau favoritnya.

"Assalamu'alaikum" Arfan, kakak laki-laki Ayyas datang bersama istri dan 2 anaknya.

"Wa'alaikumsalam" sahut Ayyas.

Setiap akhir pekan, Arfan rutin mengunjungi rumah orang tuanya.

"Halo om Ayyas, aku punya boneka balu lo" Nisa, anak perempuan Arfan yang masih berumur 2 tahun itu menyapanya riang seraya menunjukkan boneka barunya.

"Halo Nisa, waahh bonekanya bagus banget ya" sambut Ayyas seraya menarik Nisa dalam pangkuannya.

"Kusut banget kamu Yas" mendengar Arfan yang menyadari kekalutannya, Ayyas tak menyahut, ia lebih memilih mencandai Nisa.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang