PART 30

33 2 0
                                    

"Kak...aku minta tanda tangannya doong?!" Teriak Yasha. Dengan antusias ia menerobos sekumpulan orang yang mengerumuni sang juara festival band tahun ini.

Yasha mendekat pada lelaki dengan t-shirt abu-abu dan celana jeans berwarna biru. Dialah sang bassis terbaik tahun ini yang juga berasal dari band yang telah beberapa kali meraih juara berturut-turut selama tiga tahun belakangan ini, yang otomatis nama band tersebut turut melejit di beberapa kalangan pecinta musik. Salah satunya Yasha, salah satu fans berat grup band dengan simbol bangau putih tersebut.

"Kak Adit!" lelaki yang tengah menenteng bass kesayangannya itu menoleh. Gayanya terlihat santai, tidak terlalu dibuat pusing dengan fans yang seakan mengisolasi gerakan mereka.

Yasha mendekat, dan dengan semangat menyodorkan buku dengan sampul warna biru langit yang dipegangnya.
"Aku minta tanda tangan." ujarnya dengan raut penuh pengharapan.

Lelaki itu mengerutkan kening. Dan beberapa detik kemudian ia meraih buku di tangan Yasha, juga menarik tangan Yasha agar mengikutinya. Susah payah Yasha berusaha agar genggaman tangan itu tak terlepas. Desakan dari kerumunan orang beberapa kali membuat Yasha harus menahan sakit akibat benturan di beberapa bagian tubuhnya. Sang bassis pun semakin mengeratkan genggamannya berusaha agar jaraknya tetap dekat dengan Yasha. Ia mendorong beberapa kerumunan supaya memberinya jalan.

Lelaki itu membawa Yasha pada ruangan panitia. Ia menyuruh Yasha untuk duduk di salah satu kursi.
"Kenapa nekad?" Tanyanya penuh khawatir.

"Nekad gimana?" Yasha tidak mengerti dengan pertanyaan lelaki itu.

"Perempuan kaya kamu bahaya nyerobot-nyerobot kaya tadi," Lelaki yang dikenal dengan nama Adit itu merutuki kelakuan Yasha. "Cuma demi tanda tangan di buku ini?" Lanjutnya.

"Maaf kak, tapi...aku ngefans banget sama kak Adit," ujar Yasha memelas. Bagaimana tidak mengidolakan, jika perawakan lelaki itu begitu tampan, dan selalu terlihat cool setiap kali memetik senar bassnya. Dan dari beberapa teman-teman satu grupnya, hanya lelaki itulah yang tak pernah terlihat dekat dengan perempuan.

Adit menghembuskan napas kasar. Ini yang tidak ia suka dari kegiatan ngebandnya, di idolakan banyak orang, dan tidak sedikit dari mereka yang rela mengorbankan nyawa demi menemui sang idola.

"Nih, sudah." ujarnya setelah membubuhkan tanda tangan di buku Yasha.

"Terima kasih ya kak." Sahut Yasha, ia meraih buku yang sudah ditanda tangani itu dengan mata berbinar.

"Lain kali jangan lagi-lagi seperti itu,"

Yasha hanya nyengir, ia tidak mau berjanji. Ia yang saat itu baru menginjak semester dua di bangku kuliahnya amat mengidolakan lelaki di depannya itu. Nanti kalau sudah punya kamera, ia akan kembali dan meminta foto bersama dengan sang idola. Begitu harapannya.

"Kamu sama siapa?"

"Sendiri kak,"

"Sendiri?"

"Iya,"

"Pacar kamu?" Adit bertanya tanpa basa basi. Memang, sebagian besar remaja dan anak muda yang menonton festival band pasti akan mengajak teman atau pacarnya.

Yasha tersenyum lebar mendengar pertanyaan itu. "Aku engga punya pacar," jawabnya dengan bangga.

"Serius?" Adit mengerutkan keningnya.

"Iya, dan engga mau pacaran sebelum menikah,"

Sang bassis terbaik itu tersenyum tipis mendengar jawaban Yasha. Remaja zaman sekarang, bilang tidak mau pacaran, tapi akhirnya terjebak dengan perkataannya sendiri, yang ujung-ujungnya tergoda dengan rayuan para lelaki. Zina berkedok agama yang marak terjadi. Naudzubillah, tsumma naudzubillah.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang