PART 22

26 3 0
                                    

Matahari bersinar cerah. Ia tak pernah memilih pada siapa kehangatannya ia beri.
Yasha mengusap peluh di pelipis. Matahari pagi ini terasa membakar kulit. Di halaman belakang, sendiri, ia menyirami rangkaian mawar putih kesayangannya, memangkas bagian daun dan ranting yang mulai mengering.

Mawar yang indah di akhir pekan yang cerah. Namun tak seindah dan tak secerah hati Yasha saat ini. Semalaman ia tak bisa tidur, permintaan Ayu terus menggema di telinganya. Rasa kantuk seolah hilang dari peredaran. Berganti rotasi yang dipenuhi oleh satu pemikiran. Bagaimana cara memenuhi janjinya pada Ayu? Membantu wanita itu untuk kesembuhan suaminya?

"Kamu engga kemana-mana hari ini, Sha?" Tanya Reza ketika ia menyeret kakinya di undakan anak tangga.

"Engga. Di rumah aja kak. Aku cape,"

"Oke. Nanti siang gue ada perlu, lo sendirian di rumah engga apa-apa kan? Bentaran doang, sore gue balik,"

Yasha hanya menganguk, lantas melanjutkan langkahnya menuju lantai atas.

Reza menyandarkan punggungnya pada sofa. Kembali pada layar televisi, menonton film action kegemarannya.

Yasha gusar. Beberapa kali mengganti channel televisi di kamarnya. Tayangan-tayangan di televisi sama sekali tak menarik perhatian. Sorot mata Ayu yang penuh permohonan terus membayang di pelupuk mata. Isi kepalanya bertanya, bagaimana cara menyampaikan pada Reyvan tentang niatnya membantu Ayu. Akankah lelaki itu mengerti posisinya? Kegamangan menyergap, ia merasa pusing mendera kepalanya, sedang memejam semenit pun tak sanggup ia lakukan.

Satu jam berselang, Reza membuka pelan pintu kamar Yasha. Dilihatnya adiknya itu sedang sibuk dengan buku-bukunya.

"Sha, gue cabut dulu ya," ujar Reza tanpa beranjak dari muka pintu.

Yasha mendongak sejenak sebelum mengangguk.

"Lo jangan lupa makan. Atau mau gue beliin makanan dulu?"

"Engga usah. Nanti aku bisa masak sendiri atau delivery,"

"Okey,"

Yasha menutup bukunya tepat setelah Reza menutup pintu dan melengang pergi. Buku-buku itupun tak mampu mendistraksi kegamangan. Ia menghempaskan tubuhnya ke ranjang, merasa begitu lelah dengan isi pikiran. Kenapa sedetik pun ia tak bisa melenyapkan gelisah? Berbulan-bulan tak bertemu Ayyas, bayang wajahnya masih terpahat jelas di mata Yasha. Tak sejengkal pun mampu Yasha hapuskan. Usaha-usahanya selama ini seperti sia-sia. Ketika ia mampu melupakan, kenapa lelaki itu hadir lagi dan lagi? Menyeret Yasha pada kubangan luka yang kian menganga. Memutar kembali memori yang hampir Yasha lenyapkan. Lelaki itu benar-benar menepati janjinya.

"Kalau kita engga jodoh, gimana?" Tanya Yasha suatu ketika. Lelaki itu mengutarakan keinginannya untuk menikahi Yasha. Sayangnya, Yasha yang ketika itu masih sibuk dengan skripsi, menganggap remeh ucapan itu. Ia menepis harapan manis yang di ucap Ayyas sunguh-sungguh.

"Aku, tidak akan menggantikan posisi kamu di hati aku sama siapapun, Sha."

Jawaban itu menambah dimensi senyum di wajah Yasha. Ia makin tergelitik untuk menguji keyakinan lelaki di hadapannya itu.
"Kalau ada wanita lain yang lebih baik dari aku?"

"Tidak ada. Di hati aku, tidak ada yang lebih baik dari kamu,"

"Surely?"

Lelaki itu mengangguk. "aku akan buktikan kalo aku serius. Selamanya, di hati aku akan selalu ada kamu,"

Yasha memasok banyak oksigen di paru-paru. Mengingatnya, dada Yasha mendadak sesak. Satu hal lagi yang ia lupa. Ia yang lebih dulu menolak harapan Ayyas. Sebelum ia lulus kuliah, lelaki itu bahkan telah mengutarakan keinginannya untuk menikah. Hanya karena Ayyas menunda pernikahan untuk menyiapkan segalanya, Yasha serta merta men-judge lelaki itu 'pembohong' ---- Tidak konsisten dalam ucapannya --- Lelaki yang hanya mengumbar janji palsu.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang