Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Yang pertama adalah keberanian. Yang kedua adalah pengorbanan.
(Salim A. Fillah)***
Ayyas terpaku memandang surat undangannya. H-2, dan ia masih enggan menyebarkan undangan tersebut. Undangan dengan desain berwarna biru pilihan Ayu itu mengingatkannya pada Yasha. Gadis itu juga menyukai warna biru.
Sekelebat bayangan Yasha kembali menghiasi pikirannya. Bagaimana kabar gadis itu? Baik-baik saja kah? Sudah beratus-ratus pesan yang Ayyas kirimkan pada Yasha namun tak pernah ada jawaban. Berpuluh-puluh kali mencoba menghubungi namun hanya suara operator yang ia dapati.
"Gadis itu sudah dalam pinangan orang lain Yas, tidak boleh bagi kita meminang perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain, kecuali orang itu sudah meninggalkannya." ucap Arfan beberapa hari sebelum Ayyas memutuskan untuk mengkhitbah Ayu. Mungkin memang Ayyas harus menikahi Ayu agar bisa melupakan gadis itu. Tapi, apakah bisa? Sedang nama Yasha sudah menancap kuat di hati. Cintanya pada Yasha terlalu lekat bersemayam pada tempurung sanubari.
Ayyas memang sempat bernegosiasi dengan kakaknya. Mengutarakan keinginan untuk menikahi Yasha. Dengan bermodalkan informasi yang Ayyas sampaikan, hanya butuh waktu dua hari bagi Arfan untuk mencari tau perihal Yasha. Dan fix, gadis itu berada dalam pinangan orang lain.
Ayyas merasa terlambat. Ia menyesali keegoisannya sendiri. Mengapa tidak dari dulu ia mengutarakan keinginan untuk menikahi Yasha pada keluarganya. Bukankah keluarganya tidak pernah mensyaratkan harus bagaimana calon istrinya nanti.
Bukankah gadis sholehah saja sudah cukup membuat keluarganya setuju. Dan Yasha sepertinya sudah memenuhi satu kriteria itu. Gadis itu baik, cantik, sopan, berpendidikan, dan ilmu agama yang ia pelajari dua tahun ini pun sepertinya cukup membuat Yasha terlihat sholehah bukan?.
Dan yang paling Ayyas sesali adalah ia yang telah membuat gadisnya menunggu terlalu lama. Ayyas tidak menghiraukan permintaan Yasha untuk segera menikahinya. Entah perihal apa yang membuat Ayyas merasa belum siap menikahi Yasha saat itu. Di matanya, gadis itu teramat sempurna, ia merasa harus benar-benar mempersiapkan diri dengan matang, sebelum meminang gadis sesempurna Yasha.
Sekali lagi, Ayyas merasa benar-benar terlambat. Ia telah kalah dengan keegoisannya sendiri.
Dua minggu yang lalu, Ayyas pernah menghampiri kediaman Yasha, tapi belum sampai bertemu, ia sudah dicekal oleh satpam yang menjaga rumah Yasha. Sepertinya Reza sangat menjaga ketat adiknya itu. Reza mewanti-wanti kepada seluruh penjaga rumah agar tidak memberi ruang bagi siapapun yang hendak menemui Yasha tanpa seizin Reza. Perihal yang sama pun ia temui di kantor Yasha. Security di kantor itu lebih dulu menghubungi Reza ketika ada yang menanyakan Yasha. Dan mendengar nama Ayyas, dengan tegas Reza tidak mengizinkannya. Lelaki itu sepertinya punya pengaruh besar di mana-mana. Ternyata saat ini bukan lagi hal mudah untuk Ayyas menemui gadisnya itu.
"Ra, please, aku butuh ketemu sama Yasha," bujuknya pada Dara. Lagi-lagi ia nekad menemui Dara.
"Mau apa lagi sih Yas? Sudah cukup jelas bukan? Yasha akan menikah, dan kamu pun akan menikah dengan Ayu,"
Ayyas terkesiap, H-10, tapi Ayu sudah menyebarkan undangannya. Padahal ia sudah mewanti-wanti Ayu untuk tidak buru-buru menyebarkan undangan, tidak memberi tahu pada siapapun tentang rencana pernikahan mereka, kecuali pada keluarga yang terlibat dengan urusan pernikahan. Hal itu, karena ia tahu, Ayu bersahabat dengan Yasha, dan Ayu pun sekantor dengan Dara. Ia tidak ingin Yasha tahu dan merasa tersakiti akan pernikahannya.
"Ada yang harus aku luruskan,"
"Maaf, kali ini aku tidak bisa lagi membantumu,"
Dan...
KAMU SEDANG MEMBACA
Berpijak di Atas Cahaya
RomanceTentang perempuan yang terjebak dalam lingkaran cinta tak terarah. Hingga suatu ketika ia sadar, cinta itu telah membuatnya kehilangan cahaya, ia tersesat dan hilang arah. Lantas ia bertekad mencari cahayanya yang sempat hilang, walau harus tertatih...