PART 26

35 2 0
                                    

Pasangan paling bahagia di dunia ini tidak pernah memiliki sifat yang sama. Mereka hanya saling memahami dengan baik tentang perbedaan yang mereka miliki.

***

Sinar mentari hari ini meredup, namun awan masih cerah dengan warnanya. Tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Yasha duduk terpekur. Netranya pandangi dua tangkai bunga pentas yang susul menyusul jatuh menimpa dedaunan, lalu sempurna menjejak ke tanah. Hampir satu pekan Reyvan tak sekalipun mengabarinya. Ia pun tidak tahu keberadaan suaminya itu di mana. Pesan-pesan yang tak kunjung dibalas, panggilan telepon yang selalu ditolak, adalah alasan mengapa ia ada di taman ini. Renungi kesalahannya lagi. Mengunjungi kantor Reyvan, ia tak seberani itu. Lelaki itu pasti tak segan mengusirnya lagi seperti waktu itu.

"Kamu ada masalah sama Rey?" Kedatangan Rania menyentak lamunannya. Iya, di sinilah Yasha, rumah orang tuanya Reyvan. Setelah bergulat dengan pikiran, nalurinya memerintahkan untuk berkunjung ke rumah ini, siapa tahu ada informasi yang bisa didapat, mengenai keberadaan suaminya.

"Biasa kak, rumah tangga," jawabnya sesantai mungkin. Wanita itu kerja keras goreskan senyum.

Rania tersenyum tipis menanggapi. Ia meraih dua gelas minuman hangat dari ART yang datang membawa suguhan.

"Kata Rey kamu suka coklat," katanya kemudian menyodorkan segelas coklat hangat ke Yasha.

Menerima coklat itu, Yasha menyimpulkan, "Mas Rey cerita banyak soal aku?"

Rania menyesap minumannya sebelum berujar, "engga juga sih, Rey bukan tipe orang yang suka ghibah,"

Yasha tersedak tawa. Semakin mengenal Rania, Yasha semakin tahu, kalau kakak iparnya ini tergolong mahir dalam mencairkan suasana, suka nyeleneh dan blak-blakan.

"Sejak kapan berantem sama Rey? pertama kali atau udah beberapa kali?"

Pertanyaan yang sulit dijawab oleh seorang wanita seperti Yasha. Berbagi narasi dengan suami saja masih sulit ia lakukan, bagaimana dengan yang lain. Dan akhirnya lemparan senyum adalah jawaban khas seorang Yasha Almira.

Rania mengangguk-angguk, sedikit banyak ia sudah tahu karakter adik iparnya ini. Reyvan sempat menyinggung bahwa sifat pendiam yang melekat di diri Yasha bukan tergolong ciri introvert seperti kebanyakan orang, tapi karena mental disorders yang diderita Yasha. Bahkan wanita itu dulunya adalah gadis yang periang, sebelum masalah datang menyelimuti hidupnya.

"Dalam rumah tangga itu wajar kalo ada ribut-ribut sedikit. Ibaratnya nih kita naruh piring di dalam rak, mustahil dong kalau engga ada bunyinya. Setenang-tenangnya rumah tangga pasti bakalan ada yang namanya perselisihan,"

Yasha menoleh, menyimak penuturan wanita bermata monolid seperti dirinya. Persamaan fisik yang menarik.

"Kalau kata orang. Rumah tangga itu juga ibarat masakan. Kalau engga ada bumbunya bakalan terasa hambar," lanjut Rania. Ia mengangkat kakinya, duduk bersila di atas kursi, menghadap pada Yasha yang serius menyimaknya.

"So, engga seru dong kalo rumah tangga itu adem ayem aja. Gimana caranya kita bersikap dewasa kalau engga ada masalah? Ya engga?" Rania menyeruput lagi minuman hangatnya. Disusul Yasha, wanita itu jg menghadap Rania dengan senyum tipis yang diterbitkan.

"Pengalaman ya kak?" Tanya Yasha jenaka.

Wanita itu terbahak, menaruh gelas pada meja, ia berujar, "bukan cuma pengalaman, tapi emang kenyataan. Hampir semua orang mengalami hal serupa dalam rumah tangganya. Dari ribut-ribut kecil, sampai ribut besar. Bedanya, dari cara mereka menghadapi,"

Yasha mengangguk-angguk, "terus cara menghadapinya gimana kak?" Tanyanya.

"Introspeksi diri," jawab Rania singkat.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang