PART 7

43 4 5
                                    

Lukamu mungkin tidak akan bisa dilupakan, sebab kamu punya ingatan. Tetapi kamu bisa memaafkan karena kamu punya hati yang diterangkan oleh Allah.

***

'Yasha di rumah sakit cempaka'

Sebuah notif pesan dari nomor tak dikenal berhasil membuat Reza yang hendak memulai pekerjaannya itu melonjak kaget.
Ia buru-buru menutup kembali laptopnya lalu keluar dari ruangannya.

Berbeda dengan Yasha yang memilih bekerja di perusahaan lain, Reza justru memilih bekerja di perusahaan papanya, turut mengembangkan bisnis keluarga. Alasannya hanya satu, ia merasa bertanggung jawab selaku anak lelaki satu-satunya di keluarga papanya.

Reza melajukan mobilnya di atas rata-rata, tidak peduli dengan klakson dari pengendara lain yang juga sedang berkendara. Di pikirannya hanya satu, kondisi Yasha.

Begitu sampai di rumah sakit, Reza setengah berlari menuju bagian administrasi. Setelah mendapat informasi, ia lekas melangkahkan kakinya menuju kamar rawat Yasha. Ia membelalakkan matanya ketika menemukan seseorang yang duduk di depan kamar rawat adiknya itu.

"Rey?" serunya.

Reyvan yang merasa namanya dipanggil pun menoleh.
Reza buru-buru menghampirinya.
"Yasha gimana?" Tanya Reza terdengar khawatir.

"Masih diperiksa sama dokter." jawab Reyvan datar.

"Kenapa Yasha bisa sama lo?" Tanya Reza heran.

Diwaktu yang bersamaan seorang dokter muda berkerudung merah muda keluar dari sebuah ruangan.
"Keluarga Yasha Almira?"

"Saya kakaknya dok." Reza langsung menghampiri dokter yang menangani adiknya tersebut.

"Yasha masih belum sadar, demamnya tinggi, mungkin terlalu kelelahan. Saya sarankan agar Yasha dirawat inap untuk beberapa hari ke depan, sampai kondisinya benar-benar stabil."

"Lakukan apapun yang terbaik buat adik saya dok!"

"In Sya Allah, pasti saya usahakan yang terbaik." jawab dokter muda tersebut. Netranya melirik ke arah Reyvan yang tersenyum tipis padanya.

"Saya boleh liat Yasha?" Tanya Reza.

"Silakan, saya tinggal dulu."

Reza mengangguk, ia memutar knop pintu kamar rawat adiknya begitu ia mengakhiri percakapannya dengan dokter muda tersebut. Ia melihat Yasha tengah terbaring dengan selang infus yang menancap di lengannya.

Reza melangkah pelan menuju ranjang adiknya. Ia mengusap lembut tangan Yasha, seolah menyalurkan kekuatan pada tubuh gadis yang terbaring lemah itu.

"Sha, kamu kenapa?" Ucapnya menatap nanar wajah adiknya yang terlihat pucat. Ia yakin, ada sesuatu yang tidak beres dengan adiknya. Yasha jarang sekali sakit, apalagi sampai masuk rumah sakit. Ia anak yang terbilang ceria. Namun akhir-akhir ini Reza sering mendapati adiknya itu tengah melamun dan terlihat lebih pendiam.

Reza mengusap lembut kepala Yasha yang ditutupi kerudung dengan warna kesayangannya itu. Masih jelas di ingatannya, dua tahun lalu Yasha dengan riangnya memberi tau Reza bahwa ia sudah mantap untuk berjilbab. Walau pada awalnya Reza merasa ragu, namun ketika melihat keteguhan adiknya yang sungguh-sungguh untuk berjilbab ia pun turut mendukung segala kegiatan agamis adiknya. Perlahan namun pasti, Yasha menjadi gadis yang terlihat lebih dewasa. Ia yang dulu susah di atur menjadi lebih penurut pada keluarganya. Tutur katanya pun menjadi lebih santun. Ia tidak lagi bergaul dengan sembarang orang di luaran sana.

Reza melihat kagum pada adik semata wayangnya itu. Pemahaman agama memang selalu berhasil membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang