PART 19

30 3 0
                                    

Karena pernikahan bukan hanya tentang menyatukan perasaan cinta dari dua insan tapi juga menyatukan dua pemahaman diri.

***

"Weekend ini aja gimana pa?" Seraya menyahut percakapan telepon dari papanya, Yasha buru-buru menuruni anak tangga. Sudah sepuluh menit yang lalu Reyvan menunggunya di lantai bawah.

Sudah menjadi aktifitas Reyvan setiap pagi menyempatkan diri mengantar Yasha ke kantor, dan urusan menjemput, Reyvan serahkan pada pak Hasan. Kesibukannya menjadi seorang CEO tak menjamin dirinya bisa pulang tepat di jam pulang Yasha, sedang ia tak ingin membiarkan istrinya melanglang sendirian.

"Papa engga mau ganggu acara weekend kamu sama Rey, sayang," ujar papanya di ujung telepon.

Menimbang sebentar, akhirnya Yasha berseru menyetujui, "ya udah deh kalo gitu." katanya. Melangitkan harap semoga hari ini ia bisa merampungkan pekerjaannya sebelum jam makan siang.

Mendahului langkah Reyvan memasuki mobil, Yasha sibuk membongkar isi tasnya, mengeluarkan kaca kecil dan beberapa alat make up, lalu berkelakar dengan riasannya yang sempat tertunda.

"Aku perhatiin kamu jadi seneng dandan akhir-akhir ini," melajukan mobil, Reyvan menyuarakan pikirannya. Satu pekan terakhir kebiasaan istrinya menambah rotasi bahagia di sudut hati. Yasha yang terbiasa dengan penampilan apa adanya tiba-tiba merubah style keseharian, modis dalam mode syari, dan melukiskan beberapa kosmetik di wajah. Nyonya Reyvan itu terlihat semakin mempesona dengan gaya barunya.

"Kan buat suami tercinta," Yasha menjawab santai. Selesai dengan polesan akhir di bibir, Yasha menghadirkan senyum girly-nya. Terkekeh, Reyvan mengacak puncak kepala istrinya itu.

"Oiya, papa ngajak aku ketemu siang ini," ujar Yasha memberi tahu sekaligus meminang izin.

"Mau diantar?"

Yasha menggeleng, "ketemuannya di cafe deket kantor kok,"

"Oke, hati-hati ya. Kalo butuh sesuatu telepon aku."

"Siaaap,"

Melirik sekilas istrinya, senyum bulan sabit Reyvan cetak. Sejak papa mertuanya menghadirkan perubahan, istrinya itu pun turut memproses perubahan signifikan. Tatapan kosong berganti binar penuh cinta. Sorot khawatir bermanifestasi roman positif. Senyum sandiwara menjelma senyum bahagia.

"Kamu engga ada niat buat resign, Sha?" Menginjak pedal rem tuntutan rambu-rambu yang menyala merah, Reyvan mengajukan pertanyaan terarah.

Yasha mengangkat bahunya, "untuk saat ini sih belum," jawabnya tanpa beralih dari ponsel. Kicauan teman-teman kantor di grup whatsapp mengundang tawa tipisnya. Dari mulai Andini yang tergeragap karena kesiangan, Citra yang dilanda baper tingkat akut tersebab mendapat supir ojek online yang ganteng tingkat dewa, sampai Dikha yang menggerutu kesal karena tak diberi sarapan istri tercinta. Selorohan teman-teman yang telah mendarah daging lima tahun belakangan membuat Yasha enggan meninggalkan perusahaan yang bergerak di bidang logistic tersebut. Baginya, celotehan teman-teman kantor bisa membuatnya sejenak melupakan beban hidup yang ia pikul selama ini.

Reyvan tersenyum samar, mencoba mengerti posisi istrinya, berusaha meredam sebuah harap yang kian hari kian memuncak akan Yasha yang ingin ia lihat sibuk di rumah, mengurus bisnis sendiri, atau sekedar menjadi penyemangat layaknya seorang istri yang mengabdi sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga. Tidak seperti sekarang, rutinitas Yasha sebagai seorang karyawan jarang membuatnya meluangkan waktu untuk sang suami. Bahkan seringkali telepon dari Reyvan Yasha abaikan jika dikelakar sibuk dengan pekerjaan. Pulang malam pun tak jarang Yasha lakukan, dengan dalih lembur atau tugas keluar kota, membuat Reyvan seringkali mendulang cemas.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang