PART 9

34 4 0
                                    

"What the hell are you doing Sha?"
Teriak Reza disusul bunyi dentingan pisau yang terjatuh. Yasha reflek menjatuhkan pisaunya ketika sayatan ketiga nyaris terukir sempurna di lengannya.

"Lo apain tangan lo hah?"

Yasha terkesiap, ia menatap Reza dengan takut. Wajah Reza memerah menahan emosi, pandangannya menusuk Yasha tepat di kedua bola mata gadis itu. Yasha menahan napasnya. Gadis itu tak pernah memprediksi Reza akan mengetahui kebiasaan buruknya. Ia benar-benar lupa kalau mama sempat meminta Reza untuk menemaninya.

"A-aku..." Yasha tergagap, ia bingung harus menjawab apa. Teriakan Reza membuat dada Yasha mendadak sesak.

"Jawab!"

Yasha terisak. Teriakan Reza semakin membuatnya takut. Ia memeluk lututnya. Perasaan bersalah kembali menghantui dirinya.

Melihat adiknya yang rapuh seperti itu membuat Reza tertegun. Ia menatap iba pada Yasha.
Lelaki itu mendekat untuk memeluk Yasha, ia mengepalkan tangannya, merasa gagal sebagai seorang kakak yang seharusnya melindungi sang adik.

Yasha menangis dalam pelukan Reza. Rasa pening semakin menghantam kepalanya. Dadanya semakin sesak. Lalu dengan segera kegelapan merenggut kesadarannya.

Reza yang merasakan tubuh Yasha semakin melemah, melonggarkan pelukannya, ia terkejut mendapati Yasha yang terlihat semakin pucat dengan mata yang terpejam.

Reza menghela napas kasar, perlahan ia menidurkan Yasha, lalu menekan tombol pemberitahuan yang berada di dekat ranjang.

"Ada apa sama kamu Sha?" Ucapnya penuh sesal. Tangan kekarnya mengusap kening sang adik, membetulkan rambut yang menutupi sebagian wajah Yasha.

Tak lama seorang perawat datang. Ia terkejut melihat kondisi pasien, lengan yang menampilkan beberapa sayatan yang masih mengeluarkan darah segar dan infus yang terlepas.

"Sebentar ya mas, saya panggil dokter dulu,"
Dengan tergesa perawat tersebut memanggil dokter yang menangani Yasha. Dokter muda yang bernama Ayna tersebut telah membereskan peralatannya hendak beranjak pulang ketika pintu ruangannya diketuk.

"Dok, kondisi pasien di kamar VVIP gawat, lengannya terluka parah dan infusnya terlepas."

Mendapat pemberitahuan tersebut Ayna kembali memakai seragam dokternya. Dan dengan segera menuju kamar yang disebutkan perawat tersebut.

"Maaf, bisa keluar dulu?" pintanya melihat Reza yang duduk termenung di sisi ranjang. Reza menuruti perintah dokter Ayna. Ia Menunggu dengan gelisah di luar kamar rawat Yasha.

"Bisa kita bicara sebentar di ruangan saya?" Tanya dokter Ayna setelah selesai menangani Yasha. Reza mengangguk. Lidahnya kelu walau hanya untuk berucap sepatah kata. Saat ini ia hanya bisa mengikuti langkah dokter di depannya.

Dokter Ayna mempersilakan Reza duduk ketika mereka sampai di sebuah ruangan.
"Apa Yasha sudah lama melakukannya?" Tanyanya. Reza mengerti kemana arah pembicaraan sang dokter.

"Saya bahkan baru tahu tadi dok," jawab Reza. Tatapannya kosong menyiratkan penyesalan mendalam di hatinya.

Dokter Ayna menghembuskan napas pelan sebelum memulai penjelasannya.

"Begini, prediksi saya, Yasha mengidap gangguan mental yang dinamakan self harm. Self harm atau self injury yang menimpa Yasha bukan tindakan untuk bunuh diri. Melainkan untuk melepas emosi yang tidak dapat diungkapkan. Aktivitas self harm adalah melukai tubuhnya sendiri. Mereka yang mengidap penyakit tersebut merasa nyaman dengan tindakan yang mereka lakukan. Hingga mereka melakukannya secara berulang dan menyebabkan kecanduan. Melihat bekas sayatan di lengan Yasha lumayan banyak, saya mengira Yasha sudah lama melakukan ini,"
Dokter berjilbab itu terdiam sejenak, memberi jeda pada penjelasannya.

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang