PART 5

45 4 1
                                    


Yasha berjalan ke arah jendela kamarnya. Tubuhnya masih demam, tapi ia memaksakan tubuhnya untuk beringsut dari ranjang.

Yasha membuka jendela kamar, hembusan angin langsung menyentuh lembut kulit wajahnya. Perlahan, Yasha menghirup udara sejuk yang serta merta membawa ketenangan bagi hatinya yang beku.

Merasakan kesejukan udara subuh ini sejenak mengingatkan ia pada isi artikel yang pernah ia baca.
'Kenapa udara waktu subuh terasa segar? Karena belum bercampur dengan nafas orang munafik yang tak bangun subuh'

Lagi-lagi kata munafik membuat dirinya merasa begitu hina. Pikiran-pikiran negatif kembali terbayang di kepalanya. Apakah pantas seorang munafik seperti dirinya bangun sesubuh ini, mengharap Rahmat Rabb-nya, merajuk mesra pada Allah agar Ia bersedia mengampuni segala dosa-dosanya.

Adzan subuh menggema di seluruh penjuru kota. Memanggil seluruh manusia agar kembali bersujud di hadapan Allah.

Yasha bersimpuh di atas sajadahnya. Dalam sujud panjangnya, ia kembali merintih. Ia merasa lemah tanpa pertolongan Rabb-nya. Pintanya hanya satu, Ampunan Allah.
Ia ingin memulai hidupnya kembali. Ia ingin kembali pada jalan hijrah yang sempat ia nodai.

***

Matahari mulai meninggi. Ayyas mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha menerima cahaya yang masuk dari sela-sela jendelanya. Obat tidur yang ia minum semalam cukup membantu tidurnya menjadi lebih nyenyak.

Hari ini ia memutuskan untuk cuti kerja, tak mau membawa masalah pribadinya ke kantor.

Ayyas bangkit dari ranjangnya dengan malas. Ia meraih ponselnya di atas nakas, berusaha menghubungi kembali gadis yang berhasil membuat kekalutan di hatinya itu. Namun sial, lagi-lagi hanya suara operator yang ia terima. Gadisnya masih belum bisa ia hubungi.

Ayyas mengepalkan tangannya kuat hingga buku-buku tangannya memutih. Kecewa bercampur amarah menguasai dirinya. Lagi, ia merasa perlu untuk menemui Yasha hari ini. Mencoba mempertahankan kembali gadis pujaannya.

***

Yasha turun dari kamarnya tak bersemangat. Kepalanya masih terasa pusing. Namun hari ini ia tetap harus masuk kantor, mengingat deadline laporan keuangan yang tinggal 3 hari lagi, ia harus segera merampungkan pekerjaannya. Sedikit saja terlambat bosnya pasti akan mengomelinya sepanjang hari. Ia bergidik ngeri membayangkan omelan bosnya itu.

Dengan langkah gontai ia menyeret langkahnya menuju meja makan.
Disana ada Reza yang sudah duduk manis menikmati sarapannya.

"Lo kerja hari ini?" tanya Reza begitu melihat adiknya yang sudah terlihat rapih.

"Hmmm." Yasha malas menjawab.

Reza mengulurkan tangannya di kening Yasha begitu Yasha sudah sempurna duduk disampingnya.

"Badan lo masih panas gitu, mau pingsan di jalan?" ucap Reza khawatir.

Yasha bergeming, ia enggan berdebat dengan Reza.

"Sha, lo masih punya cuti kan? Mending istirahat dulu deh."

"Sha..lo denger gue gak sih?" Kesal Reza Melihat Yasha yang hanya diam.

"Aku banyak kerjaan di kantor."

"Lo lebih milih kerjaan daripada kesehatan lo sendiri?"

"Kak, ayolah, aku lagi males debat." ujar Yasha dengan wajah memelas.

"Siapa yang ngajak lo debat?" jawab Reza kesal.

"Kamu sakit Sha?" Ujar Yunita yang tiba-tiba muncul dari arah dapur membawa dua gelas susu ditangannya. Ia meletakkan gelas itu didepan Reza dan Yasha, lalu menjulurkan tangannya ke kening Yasha.

"Cuma engga enak badan aja kok ma." jawab Yasha seraya menarik tangan mamanya sebelum tangan lembut itu mendarat sempurna di keningnya.

"Papa kemana?" Tanya Yasha mengalihkan pembicaraan.

"Papa ada meeting di luar kota, jadi harus berangkat pagi-pagi"

Yasha hanya membulatkan bibirnya mendengar jawaban Yunita.

"Sha, kalo kamu sakit engga usah masuk dulu hari ini ya." Ucap Yunita lembut. Kekhawatiran tiba-tiba menghampirinya kala melihat wajah pucat putrinya.

"Aku engga apa-apa kok mah, nanti kalo emang engga kuat aku kan bisa pulang cepet" jawab Yasha meyakinkan.

Yunita hanya bisa menghela nafas mendengar jawaban putrinya. Ia mengelus lembut pucuk kepala Yasha.
"Ya sudah, berangkatnya biar diantar sama kak Reza, ya" pinta Yunita sembari melirik ke arah Reza yang mendapat anggukan dari putra pertamanya itu.

Yasha terdiam sebelum akhirnya mengangguk pasrah.

Yasha menyandarkan kepalanya begitu ia memasuki mobil Reza. Ia memejamkan mata mencoba mengusir rasa pusing yang kembali mendera dikepalanya.

"Yakin tetep mau ke kantor?" Tanya Reza yang melihat kondisi sang adik yang seperti tidak memungkinkan untuk beraktivitas hari ini.

Yasha hanya mengangguk lemah. Reza hanya bisa menuruti tingkah keras kepala adiknya itu.

"Udah sampe, kalo ada apa-apa hubungin gue" ujar Reza ketika mobilnya telah memasuki pelataran kantor Yasha.

Lagi-lagi Yasha hanya menggangguk. Rasa pusing di kepalanya tak kunjung hilang.

"Sha, hati-hati ya!" ujar Reza ketika Yasha hendak keluar dari mobilnya. Entah mengapa kekhawatiran akan Yasha menyelimuti hatinya. Yasha hanya memberi senyuman meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja.

Yasha baru saja melangkah memasuki kantor ketika sebuah tangan menariknya kasar.
"Ikut gue!"

Yasha membelakkan matanya. Ia hanya bisa pasrah mengikuti langkah di depannya dengan wajah meringis menahan sakit karena lengan yang dicengkeram kuat oleh seseorang yang membawanya.

Tangan itu membawanya pada sebuah mobil yang terparkir asal di depan kantor.

"Masuk!" Tatapan tajam dari seseorang di depannya membuat Yasha diam tak berkutik. Seseorang itu mendorong paksa tubuh Yasha agar memasuki mobilnya.

_bersambung_

Hai dear.. penasaran engga nih siapa yang bawa Yasha?

Keep waiting for the next part yay..

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang