PART 12

31 4 2
                                    

Jika Allah sudah berkehendak, maka tidak ada sesuatu pun  yang dapat menghalangi-Nya.

***

Yasha meraih sebuah undangan pernikahan dengan desain cantik di meja riasnya. Undangan pernikahan itu terkesan simple dan elegant. Bentuknya persegi, dengan perpaduan warna putih dan dominan biru dipahat dengan apik oleh si pencetak. Matanya sibuk mengamati rangkaian huruf yang terukir indah dengan tinta emas yang menghias di lembar undangan bernuansa aqua blue tersebut.

Ada namanya dan nama calon suaminya tertera di sana, lengkap dengan alamat dan tanggal pernikahannya.

Reyvan Aditya
&
Yasha Almira

Hati Yasha berdesir. Pekan depan ia akan melangsungkan pernikahannya. Segala persiapan pernikahannya pun selama ini terbilang lancar. Ia merasa terbantu dengan ponsel baru pemberian Reza, notifikasi pesan dari Ayyas tak lagi mengganggunya. Entah bagaimana kabar lelaki itu sekarang.

Dulu, saat janji-janji Ayyas masih menggema, ia pernah membayangkan ada namanya dan nama Ayyas yang tertera di surat undangan. Duduk bersanding di pelaminan. Namun saat ini, ia harus mengubur dalam-dalam keinginannya itu. Janji Ayyas hanyalah janji palsu, cinta lelaki itu hanyalah cinta semu. Keinginannya bersama Ayyas tak akan pernah menemui titik temu.

Yasha menggeleng. Ia tidak boleh berpikir negatif. Ada Reyvan yang kini akan segera mendampinginya. Menyempurnakan separuh agamanya. Reyvan, pilihan Allah yang terbaik untuk dirinya. Yasha yakin, ia akan lebih bahagia bersama Reyvan. Lelaki itu adalah jawaban atas doa-doanya selama ini. Doa yang menggema setiap waktu, meminta pada Sang Pemilik Cinta untuk dipertemukan dengan lelaki baik dalam lingkaran Ridho-Nya.

Yasha beranjak dari duduknya. Memasukkan beberapa undangan dalam paper bag. Ia akan segera menyebarkan undangannya mulai hari ini.

Pelan, Yasha menuruni anak tangga. Ia melihat Ramdan sedang serius menonton berita di televisi. Yasha tertegun, ini akhir pekan, tumben sekali papanya itu ada di rumah. Biasanya beliau akan mengajak Yunita jalan-jalan tanpa anak-anaknya, atau hanya Reza yang ikut. Jarang sekali Yasha berlibur dengan keluarganya, mungkin hanya sekali dua kali, itupun melibatkan keluarga besar.

Lalu mamanya kemana? Ah iya, Yasha ingat, ini awal bulan, mamanya itu mungkin sedang mengunjungi acara arisan bulanan dan sudah berangkat sedari pagi diantar Reza.

Arisan adalah kegiatan Yunita setiap awal bulan. Jika papanya sedang malas keluar, mamanya itu akan meminta Reza untuk mengantar. Yunita tidak bisa menyetir sendirian, tidak diizinkan oleh Ramdan. Lelaki itu memang sedikit posesif.

Dengan ragu Yasha menghampiri Ramdan. Ada yang ingin ia bicarakan dengan papanya itu. Sesuatu yang penting mengenai pernikahannya. Yasha menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian.

"Pah," panggilnya hati-hati. Ia duduk di samping papanya.

Ramdan bergeming, ia tetap fokus menatap layar televisi.

"Ma-maaf ... mengganggu papa. A-ada yang ingin aku bicarakan," ucap Yasha terbata. Sejak kepulangannya dari rumah sakit, ia jarang bertemu dengan Ramdan. Kata-kata kasar dari lelaki itu pun tak lagi ia dengar.

Reza dengan ketat menjaga sang adik. Setiap orang yang hendak menemui Yasha harus melalui izinnya. Reza juga mendadak jadi supir pribadi Yasha, mengantar gadis itu kemanapun ia pergi.
Juga ketika ia melihat Ramdan tak sengaja bertemu pandang dengan Yasha, dengan cepat lelaki itu menarik adiknya. Menghindarkan Yasha dari tatapan nyalang papanya. Reza seolah menjauhkan seorang anak dari papanya sendiri. Penjagaan yang luar biasa bukan?

Berpijak di Atas CahayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang