Six

2.4K 385 19
                                    

"Why she had to go, I don't know. She wouldn't say," Danu mengangkat tumbler miliknya ke dekat mulut seolah-olah itu adalah microphone sambil bernyanyi penuh penghayatan mengikuti musik yang ia pasang dari ponsel dan tersambung ke speaker bluetooth.

"Suara lo boleh juga, Dan," Fahmi melirik Danu sekilas. Ia sedang memahami naskah yang ditulis Ines agar dapat membayangkan gambar apa saja yang harus ia ambil untuk visualisasi liputan mereka. Yang dipuji makin menjadi-jadi dan tambah semangat bernyanyi,

"I said something wrong, now I long..."

"For yesterdaaaay."

"Hah itu suara siapa barusan bagus banget?" Kali ini Fahmi tak sekedar melirik tapi celingak-celinguk mencari asal suara.

"Yesterday,

Love was such an easy game to play.

Now I need a place to hide away.

Oh, I believe in yesterday."

Tora muncul dari pintu depan, masih lanjut bernyanyi sambil melepas sepatunya, kemudian berjalan dan duduk di kursi sebelah Ines tanpa dipersilakan. Tak ada yang berani mengganggu nyanyian Tora sampai selesai. Fahmi yang sadar paling duluan ketika Tora selesai bernyanyi mulai bertepuk tangan diikuti kedua temannya yang lain. Tora memang menikmati setiap tepuk tangan yang diberikan untuknya, lebih dari apapun di dunia, lalu menunduk penuh hikmat ketika musik dari ponsel Danu selesai.

"Ya ampun kaya nonton konser," Ines berkomentar sambil berdecak kagum.

"Nanti ya kapan-kapan liat gue nyanyi langsung di atas panggung," Tora tersenyum. Makanya sekalian undang gue nyanyi di acara ulang tahun PTV tahun ini, kata Tora dalam hati.

Ines mengangguk bersemangat lalu berkata, "Kayaknya bisa nih lo gue usulkan buat diundang ke acara Musikini. Acara musiknya PTV, tau kan? Anak kreatifnya akrab sama gue di kantor."

Mendengar itu, Tora semakin sumringah mengetahui rencananya berjalan semakin mulus kayak mobil di jalanan tol.

Fahmi tiba-tiba menyadari sesuatu.

"Kok lo bisa masuk ke sini?!"

"Pintu depan gak dikunci, bahkan belum tertutup sepenuhnya. Untung gue yang masuk. Kalo orang lain?"

Danu yang dititipkan kartu kunci apartemen dan secara tidak langsung diberikan tanggung jawab atas keamanan tempat tinggal mereka di NY langsung menghambur ke pintu depan dan buru-buru memastikan pintu telah terkunci setelah ditutup Tora.

"Siapa nih yang terakhir dari luar?" Gerutu Danu.

"Gue, sorry. Tadi habis minum teh di luar, cari inspirasi." Ines nyengir kuda.

Fahmi masih merasa ada sesuatu yang janggal.

"Kok lo bisa tau kita di sini? Terus ada perlu apa?"

"Gue diamanahkan Kawa untuk bantuin kalian riset keliling NY. Need a hand?"

"Of course! Absolutely. Sure. Let's go!" Ines otomatis bangkit dari duduk dan menarik tangan Tora dengan begitu bersemangat.

***

Kawa sesekali mengangkat tangan kanannya untuk melihat sudah jam berapa sekarang. Ia agak terlalu lama tadi berada di perpustakaan, sehingga tidak mungkin lagi untuk mengajak Oddy quick lunch. Beruntung, antrian di Halal Guys masih bisa dibilang cukup bersahabat, padahal sudah hampir waktunya makan siang. Entah apa yang menggerakkan hatinya untuk terpikir membelikan Oddy makanan juga. Padahal ia tahu Oddy baru saja sarapan bersamanya. Bahkan mungkin saja ia tidak lapar lagi dan akan melewatkan makan siangnya. Ditambah ia tidak tahu apakah Oddy seorang vegetarian atau bukan. Kalaupun bukan, Kawa juga tidak tahu apakah dia lebih memilih daging sapi, ayam, atau domba? Kawa menggeleng sekali dan mengatakan pada dirinya untuk jangan terlalu banyak berpikir.

Three Course Love - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang