Nineteen

1.5K 442 41
                                    

Oddy sebenarnya berulang kali mengatakan bahwa dia bisa berangkat sendiri. Lagipula acara ini bukan acara yang menuntut pengunjungnya untuk hadir dengan pasangan. Tapi seorang Lingga punya sejuta cara untuk meyakinkan Oddy bahwa berangkat bersamanya ke ulang tahun Dyandra Finance adalah pilihan yang tepat. Akhirnya Oddy mengalah. Sekarang dia sedang menunggu Lingga menjemputnya.

Ting tong.

Oddy bangkit dari duduknya dan segera membuka pintu. Lingga sudah berdiri dengan mengenakan kemeja dan senyum terbaiknya. Oddy merapikan dress-nya dan menghampiri Lingga. Bagi para karyawan Dyandra Finance, ada dress code tersendiri yaitu formal wear. Bagi plus one perlu menyeusaikan dan bagi pengunjung umum, pakaiannya bebas.

"Cantik sekali," puji Lingga.

"Gak usah gombal kamu." Oddy mengibaskan tangannya. "Biasa juga aku kayak gini."

"Yaaa, memang biasa juga rambutnya diiket. Tapi make up gak full kayak sekarang gini kan Clau?"

Oddy memilih mengabaikan pujian Lingga dan berdiri di luar. Di luar hanya ada dua mobilnya saja.

"Kita pake apa ke sana?" Oddy berbalik pada Lingga yang mensejajarinya.

"Berhubung aku belum punya mobil di sini, jadi pake mobil kamu ya? Soalnya aku tahu pasti nanti di sana susah kalau pakai taksi online. Biar nanti aku antar kamu pulangnya pun gampang. Dari sini aku tinggal naik taksi ke rumahku."

"Baiklah," Oddy sudah berpikir untuk membawa kuncu mobil, sehingga sekarang dia merogoh clutch dan mengeluarkan kunci mobilnya.

Kehadiran Oddy bersama Lingga cukup membuat rekan-rekan kerjanya terkesima. Oddy yang beberapa saat dikenal single, galak, dan lebih mementingkan pekerjaan, sekarang tiba bersama seorang laki-laki. Laki-laki yang tampak memujanya seakan Oddy adalah dewi paling cantik sejagat raya.

"Wah, Mbak Arab kita gak bilang nih mau bawa gandengan," Mutia menyenggol lengan Oddy saat mereka sedang berada di ruang tunggu dan Lingga mengambil minuman.

"Lo anggap gue truk apa?" Oddy mencibir tapi kemudian tertawa. "Itu temen kuliah gue. Dia baru tinggal di sini lagi setelah lama di New York. Gak ada kerjaan jadi ya dia sukarela ngikut gue ke sini."

"Single gak, Dy?" Rina nimbrung bersama Mutia dan Oddy. Mereka bertiga sama-sama mengenakan dress yang membuat semua orang pangling. Biasanya setelan mereka bisa dibilang formal dan make up sederhana. Sekarang mereka tampak berbeda 180 derajat. Seharusnya ada Yana yang ikut dalam geng mereka juga.

"Hmm, lagi proses cerai sama istrinya. Udah punya anak 1. Gimana? Masih minat?"

Rina dan Mutia sama-sama menghela napas kecewa. "Gue masih perawan gini pengennya sama yang segelan juga dong," celetuk Mutia. Di sampingnya, Rina mengangguk.

"Kalau gue, gak keberatan kok, Dy. Spare me his number, will you?"

Tanpa perlu menoleh pun Oddy tahu suara siapa itu. "I'll ask for his permission first, okay, Yan?"

"Of course," Yana menghampiri perempuan-perempuan itu dan memeluknya sekaligus. "Pada cantik banget nih biyatch-biyatch gue."

"Tapi gak bisa ngalahin Queen Ulyana dong," Rina pura-pura menunduk sembari memegang dress-nya.

"Eek," Yana tertawa bersama teman-temannya. "Eh, baru sejam kurang gue di sini. Gue udah nemu lima kali kru PTV yang ganteng. Nyesel gue baru datang sekarang."

"Oh iya, pas meeting kemarin lo gak ikut sih ya," Mutia menanggapi.

"Iya. Lagi di Surabaya. Kalian ikut kan? Udah punya yang ditandai dong? Gue sih tadi ngincer fotografernya PTV. Tinggi, tegap, murah senyum. Pasti bisa deh fotoin gue. Macam Rose ke Jack gitu."

Three Course Love - END (GOOGLE PLAY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang