*AUTHOR's Point of View*
Dylan menerima beberapa pesan singkat dan telepon dari Rezka sejak tengah malam tadi, namun sengaja diacuhkan karena sang penerima tidak berniat untuk menjalin komunikasi dengannya dalam bentuk apapun. Satu-satunya pesan yang keluar dari telepon Dylan ditujukan ke Andrew jam 9 pagi tadi, menanyakan dimana keberadaannya. Andrew yang belum menjawab selama 4 jam telah hilang selama seminggu, tidak ada kabar sama sekali.
Bagaimana pun juga, Andrew merupakan salah satu alternatif bagi Dylan untuk mengunjungi ibunya tanpa dicurigai berlebihan oleh siapapun yang ditugaskan untuk menjaganya. Di saat seperti ini, hanya ibunya yang bisa dia tuju. Di saat jiwa merasa sakit, hanya sakit raga yang dapat menyeimbangkan dan membuatnya semakin kuat dengan mengabaikan apa yang jiwanya alami. Dan satu-satunya orang yang pantas melakukan hal itu terhadap Dylan adalah ibunya. Setidaknya itu apa yang Dylan pikirkan selama ini dari apa yang ditanamkan ibunya ke dalam otak Dylan.
Sejam kemudian Dylan melakukan aksinya. Kali ini dia memanjat pagar di belakang rumahnya, tidak terlalu sulit karena dia selalu memiliki akal dan pandai dalam hal memanjat. Yang perlu dia lakukan hanyalah menunggu sampai tidak ada seorang pun yang berada di bagian belakang rumah, masalah lokasi yang dipancarkan gelangnya bukan hal besar karena dia paham keadaan akan aman selama alarm nya tidak berbunyi.
Tidak butuh waktu lama hingga ia berhasil berada di luar pagar. Ia mengatur jamnya ke mode berlari lalu dia berlari sekencang yang dia bisa. Ketika dia berlari semua terasa lebih hidup, jadi dia terus berlari menuju rumah ibunya. 7 km jarak yang harus dia tempuh, di kilometer ke 3 dia jatuh, lecet di telapak tangannya. Keringat bercucuran dari semua pori-porinya, membasahi pakaiannya. Napasnya terbata-bata, otot kakinya mulai menegang. Ia berhenti dan menghirup udara sebanyak-banyaknya selama 10 menit. Dia harus tetap berlari sebelum para penjaga menemukannya dan membawanya pulang secara paksa. Dia kembali berlari lebih kencang, dia tidak bisa berhenti sekarang karena jika iya maka dia kalah.
Ratusan menit kemudian dia sampai di depan rumah ibunya. Terengah-engah dia memasuki pekarangannya. Sunyi seperti biasa, lampu halamannya masih menyala di sore hari seperti ini. Dylan pengamat yang handal. Pintu rumahnya sengaja tidak pernah dikunci, sengaja agar Dylan dapat pulang kapan saja kata ibunya. Dylan memasuki ruang tamunya yang kosong, debu masih menyelimuti lantai bahkan menutupi bercak darah Dylan bekas terakhir kali dia berkunjung. Rumah ini seperti rumah yang telah ditinggalkan selama berbulan-bulan kecuali adanya alur dengan lapisan debu yang lebih tipis dibanding permukaan lainnya, pertanda ada yang baru saja melewati ruangan tersebut. Dylan diam saja, siapa pun yang datang ke sana bukan urusan Dylan kata ibunya.
Dylan melangkah maju perlahan berusaha menemukan ibunya, namun langkahnya terhenti dan jantungnya berdetak keras ketika dia mendengar suara yang ia kenal. Dylan meneruskan langkahnya lebih perlahan, suara itu makin jelas. Suara desahan yang berasal dari sebuah kamar yang pintunya tidak tertutup rapat, semua lampu di dalam rumah ini mati kecuali lampu kamar itu. Dylan menelan air liurnya, detakan jantungnya semakin kuat beriringan dengan suara desahan itu. Sudah jelas itu adalah suara ibunya, namun ada satu suara lagi yang ikut berpadu. Semakin dekat dia dengan pintu kamar, semakin bergetar tangannya. Di balik pintu, Dylan dapat melihat ibunya tanpa sehelai pakaian pun sedang berhubungan intim dengan seseorang. Ibunya membelakangi pintu tempat Dylan berdiri, dan menutupi wajah pasangannya. Yang dapat dilihat Dylan sekarang dari orang itu hanyalah kulit tangan dan kakinya yang berwarna kecoklatan dan dipenuhi dengan bulu khas seorang pria.
Ibunya terus bergerak naik turun seperti orang gila, sedangkan pria itu terlihat terlalu menikmatinya di bawah. Dylan melangkahkan kakinya mundur, tidak seharusnya dia melihat hal itu. Namun, pria itu mengangkat tubuh bagian atasnya bersamaan dengan lengkingan desahan mereka berdua yang semakin menjadi menyebabkan wajahnya dapat terlihat jelas. Pupil mata Dylan membesar seketika, perutnya terasa bergejolak ingin mengeluarkan isinya. Semua ototnya menegang, napasnya tertahan. Dylan berharap matanya melakukan kesalahan, namun tidak. Dia baru saja melihat wajah Andrew.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHILIAD
Roman d'amourAnehnya aku bisa mendengar namanya digaungkan oleh jantungku di setiap detakan. Ku pikir itu hal yang normal atau hanya permainan telinga dan otakku saja, tapi mungkin aku salah karena hal itu berulang lagi setelah tahunan. [Cerita Lanjutan dari Ma...