*Puti's POV*
Hari kedua di kota yang ku impikan sejak kecil. Kata para angku dan mak tuo, kota Bandung penuh dengan sejarahnya, para pemuka ilmu di kampung banyak yang menimba ilmu dari kota ini. Sebelum melahirkanku, ibu juga berkuliah di sini. Berkuliah di salah satu perguruan tinggi swasta, jurusan kedokteran. Tapi Ibu harus pulang dari rantau karena mengandung aku. Kakek marah besar karena ibu hamil di luar nikah, akhirnya kakek mengurung ibu di dalam surau. Berbulan-bulan kemudian, ketika umurku baru saja 5 hari, kakek diusir dari surau oleh saudara-saudaranya karena dituduh menghamili anaknya sendiri. Nenekku sudah meninggal tahunan sebelum aku lahir, ibuku anak satu-satunya. Jadi hanya ada kakek dan ibu yang tinggal di dalam surau, sampai saatnya aku lahir dan aku menangis kencang ketika jemaah sedang menunaikan sholat ashar. Tepat setelah sholat isya, mereka mengusir kami. Awalnya mereka mengusir kami dari kampung, namun kakek memohon, menjatuhkan harga dirinya agar tidak diusir. Kakek yang merupakan salah satu tokoh agama masyarakat kampung akhirnya diberi keringanan. Kami tidak perlu meninggalkan kampung, tapi dipaksa hidup di penghujung batas kampung. Kakek tidak boleh lagi beribadah di surau, ibu tidak boleh keluar dari rumah sebelum jam 11 malam dan setelah jam 3 subuh, aku tidak boleh bergaul dengan anak kampung lainnya sepanjang umurku.
Tapi semua fitnahan itu terbantahkan saat aku mulai tumbuh. Perawakan, warna rambut, mata dan kulitku menjadi jawabannya. Kakek terbukti tidak menghamili anaknya sendiri, dan seorang pria yang berbeda ras dengan kami muncul sebulan sebelum aku memasuki sekolah dasar. Aku ingat mereka menikah secara siri hari itu, ada banyak sapi dan kerbau yang dipotong. Berangsur-angsur kehidupan kami membaik, semua kebutuhan terpenuhi, aku memiliki seorang bapak yang berbicara bahasa yang tidak ku mengerti, orang-orang mulai menyapa ku, aku memiliki teman dan diperbolehkan kakek untuk berteman dengan anak lain. Hidupku sempurna sekali saat itu, walaupun ibu masih tidak keluar rumah karena dia masih saja menghakimi dirinya sendiri hingga akhir hayat. Namun kehidupanku itu hanya bertahan selama 7 bulan. Bapakku pergi, dan tidak kembali lagi hingga dua hari yang lalu. Tepat seminggu setelah ibu meninggal. Sebelum bapak pergi, ku ingat dia bertengkar hebat dengan ibu. Aku pun bertanya-tanya selama tahunan kenapa dia pergi dan kapan dia kembali, tapi aku sudah menemukan jawabannya. Bapak sudah memiliki keluarga terlebih dahulu, aku bukan anak satu-satunya, dan dia jelas tidak bisa meninggalkan mereka. Dia lebih memilih untuk meninggalkan aku dan ibu di kampung dibandingkan keluarganya di Bandung. Aku tidak pernah membenci bapak, ibu dan kakek melarangnya. Bagaimana pun juga hidup kami selama ini tercukupi karena dia. Dia yang baru ku tahu bernama Paul McKenzy.
Kejadiannya terjadi dua hari yang lalu. Aku sedang mengajar anak-anak di surau, tiba-tiba Oni, salah satu anak murid ku berlari lalu berhenti mendadak di depan pintu surau sampai hampir terpental. Sambil ngos-ngosan dia berkata "Uni, ada bule datang cari-cari Uni." Pikiranku kosong sebentar, tidak mengerti apa maksud perkataan anak kecil yang baru saja memasuki SMP itu. Aku langsung meninggalkan surau dan mengayuh sepeda ku menuju rumah. Di depan rumah sudah ada dua mobil mewah yang terparkir. Aku melihat bapak, dengan versi yang sedikit lebih berisi dan beberapa helai rambut putih di kepalanya. Dia memelukku dengan hikmat, dan tangis. Aku juga ikut menangis. Kali ini aku memahami apa yang dikatakannya. Walaupun dia berusaha memakai bahasa, "Maaf butuh waktu selama ini untuk saya kembali. Ini janji saya ke kakek dan ibu kamu, saya akan membawa kamu tinggal bersama saya dan merawat kamu sebagaimana mestinya."
Beberapa jam kemudian, usai aku mengemasi pakaian dan barang ku serta pamit kepada murid-murid ku yang menangis karena tidak ingin ku tinggal, kami berangkat ke kota dan menaiki pesawat untuk pertama kali nya buatku.
Hatiku bergetar rasanya ketika tahu bapak mengajakku ke Bandung. Kota yang selalu diceritakan ibu mengenai masa-masa kuliahnya, juga yang selalu diceritakan orang-orang di kampung mengenai bagusnya sistem pendidikan di sana. Aku sudah bertekad, kelak aku akan melanjutkan impian ibu untuk menjadi dokter. Tapi mimpi ku lebih tinggi, aku ingin menjadi seorang dokter bedah. Itu sebabnya aku memutuskan untuk menganggur selama setahun agar aku bisa fokus memperdalam pelajaran-pelajaran yang akan diujikan untuk tes masuk perguruan tinggi nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
CHILIAD
RomansAnehnya aku bisa mendengar namanya digaungkan oleh jantungku di setiap detakan. Ku pikir itu hal yang normal atau hanya permainan telinga dan otakku saja, tapi mungkin aku salah karena hal itu berulang lagi setelah tahunan. [Cerita Lanjutan dari Ma...