XXVI

1.7K 136 30
                                    

*Puti's POV*

Hampir sembilan bulan aku berada di rumah ini, kehidupanku seakan berubah. Aku mendapatkan apapun yang ku inginkan dengan gampang, bahkan kini aku memiliki sekitar 10 mentor pribadi terbaik di bidangnya masing-masing untuk membantuku berlatih sebelum melewati tes masuk perguruan tinggi yang diadakan seminggu lagi. Bulan depan Kak Sadrie akan wisuda, minggu lalu Dylan berkata kepadaku bahwa dia tidak menyukai banyaknya tugas tertulis dan dia lebih menyukai tugas lisan karena dia tidak menghabiskan kertas serta waktunya, Bapak sudah kembali ke Amerika empat bulan yang lalu, kucingnya Dylan bertambah gemuk dan mengikutiku kemana pun.

Dylan menjalani terapi dua kali seminggu, aku juga menjalani proses pembelajaran mengenai Dylan dan kondisinya seminggu sekali. Dylan memperlakukan ku dengan sangat baik, bahkan terkesan kaku tetapi aku memakluminya. Bibi ternyata sangat pandai memasak masakan Minang, Dylan tidak menyukai santan dan minyak yang begitu banyak, dia hanya menyukai perkedel yang terbuat dari kentang. Aku juga berteman dengan Rezka, dari dia aku tahu cerita mengenai Andrew. Kak Sadrie benar-benar membuktikan perkataannya malam itu, tentang dia yang akan berusaha menjadi kakak sebaik mungkin untuk ku dan Dylan. Kalau Dylan mendapat ciuman di pipi nya, maka aku juga akan mendapatkan ciuman di pipiku, sebenarnya aku kurang terbiasa tetapi kasih sayangnya membuat aku nyaman.

Dan Dylan ternyata lebih manja dari kelihatannya, terkadang aku merasa bahwa aku yang harusnya menjadi kakak untuk dia. Dia sering tidur di kamar Kak Sadrie, kadang dia tidur di kamarku juga. Aku lebih sering menghabiskan waktuku bersama Dylan, karena Kak Sadrie mulai bekerja empat bulan yang lalu. Cara Dylan memperlakukan keluarganya jelas berbeda dengan caranya kepada orang lain, walaupun ku akui dia memang terlalu menikmati waktu di dunianya sendiri. Kadang aku melihat dia menyusun lego yang bentuknya sering meniru bangunan di dunia nyata, kadang dia bermain dengan kucingnya, kadang memperhatikan ikan-ikannya berenang lalu menyadari bahwa ada pola renang mereka yang berbeda, kadang dia menceritakanku cerita mengenai Adiba. Sedangkan hubungannya dengan Rezka tidak berubah, Rezka maju selangkah, Dylan mundur selangkah. Kata Dylan dia kesal setiap melihat cincin di jari Rezka, polesannya kurang rapi dan warnanya tidak seragam dengan warna kulit Rezka.

Hari ini Dylan mengajakku untuk menjenguk Andrew di lapas, aku mengiyakan walaupun aku tidak pernah ke tempat semacam itu sebelumnya.

Dylan mengemudikan mobilnya kali ini, seperti biasa kami diikuti oleh 2 mobil yang berisi pengawal kami. Aku pikir ini terlalu berlebihan, tetapi mengingat kembali alasan diberlakukannya aturan ini, aku menerimanya. Tidak ada yang bisa ku katakan mengenai tempatnya, aku deg-degan sejak kami keluar dari mobil. Untungnya Dylan menggenggam tanganku, menarikku mendekat sekiranya aku berjarak terlalu jauh. Kami duduk di sebuah tempat duduk yang sudah diletakkan sedemikian rupa di tengah taman. Di hadapan kami sebuah aula yang dikelilingi jeruji besi berisi orang-orang yang saling melepas rindu. Sebelum masuk ke sini, kami diperiksa dan tidak diizinkan membawa telepon genggam.

Tidak lama kemudian seorang pria berjalan ke arah kami, ekspresinya sedikit terkejut melihat kami. Kami tidak kalah terkejut melihat wajahnya yang tak karuan, lebam dimana-mana. Dia duduk di hadapan kami, sambil tersenyum. Dylan menyentuh wajahnya, "What the... Siapa yang ngelakuin ini ke kamu?" tanya Dylan dengan nada sedikit tinggi. Aku, jujur saja, merasa takut.

"Ini penjara Dylan." Jawabnya santai sambil tersenyum sekaligus menahan perih.

Dylan memeluk temannya, meja yang rendah dan tidak terlalu lebar memungkinkan itu terjadi. Temannya menangis di pelukan Dylan, dia menyembunyikan wajahnya di bahu Dylan. Aku yang melihat itu, juga ikut merasa iba.

"Tell me who did this to you." Kata Dylan setelah melepaskan pelukannya, wajahnya merah namun dia berbicara dengan nada bicara datar.

"Dia siapa, Lan? Cantik." Tanya Andrew sambil menyeka matanya. Aku menyalami tangannya, "Saya Puti, adiknya Dylan."

CHILIADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang