XXVII

1K 83 16
                                    

*Puti's POV*

Hari ini tes masuk perguruan tinggi dilaksanakan, Dylan yang mengantarku dan menungguku hingga selesai. Hubungannya dengan Kak Sadrie sedikit lebih canggung, mungkin lebih dari itu. Dylan bahkan membawa piring makannya ke kamar agar tidak bertatapan dengan Kak Sadrie. Dan Kak Sadrie memintaku untuk memastikan bahwa Dylan baik-baik saja.

"How was it?" sambut Dylan Ketika aku baru saja memasuki mobil.

"Wasn't that hard. I think I did good."

"Can you give this to kakak after lunch?" dia mengeluarkan sebuah surat dari dalam kantong celananya.

Sengaja tidak ku ambil surat itu terlebih dahulu, "Kenapa gak kasih ke kakak sendiri aja? Kakak kangen makan bareng sama kamu, tau."

"Aku gak mau." Dia makin memajukan tangannya yang memegang surat itu, akhirnya ku ambil dan ku simpan.

"Apa isinya?"

"dr. Rita bilang aku bisa menulis surat untuk kakak mengenai kenapa aku harus diizinkan untuk ikut proyek itu. Aku tulis ini tadi malam."

"Do you write me too?" tanyaku, memancing.

Dia terdiam, "Kamu juga tidak mengizinkan aku pergi?"

"Tentu saja, tidak. Siapa yang akan mengurusi kucingmu dan ikan-ikanmu itu?"

Dia diam lagi, raut wajahnya berubah, genggamannya di kemudi mobil semakin mengencang, wajahnya memerah. Aku lupa bahwa dia kesulitan menangkap candaan, aku memegang pipinya, menariknya untuk memandangku. "I'm joking. Of course I will take care of them."

Dia menghembuskan napas dan tersenyum lega, "Please take care of kakak too." Katanya, aku mengangguk.

"I'm missing Adiba so much lately. I dreamt of her couple of times."

"Kenapa kita gak pergi ke tempat-tempat yang ngebuat kamu ingat dia, sekarang? Aku juga mau jalan-jalan." Ajakku.

"Kami menghabiskan banyak waktu di Amerika, bukan di sini."

"Tapi pasti ada kan tempat yang pernah kalian datangi berdua?"

Dylan mengalihkan pandangannya lalu mengangguk.

Dua puluh menit kemudian, kami berhenti di depan sebuah rumah yang tidak jauh dari rumah kami. Rumahnya terbuat dari ulin jati, banyak bunga di halamannya, dan terlihat sangat damai. "Rumah siapa itu, Dylan?"

"Neneknya Adiba. Dia tinggal di situ. Dulu aku pernah diajak makan bersama di sana, neneknya menyukai keju parmesan." Jelas Dylan sambil tersenyum.

"Neneknya kenal kamu? Baik, ya? Tau kalian pacaran?"

"I'm not sure if she still remember me or not, she is a really good old woman. And of course she doesn't know about our relationship."

"Oke, ayo kita stay di sini beberapa lama sambil menikmati apa yang ada."

"Do you think she is home?" tanya Dylan.

"Kata Anne dia di asrama, 'kan?"

"Yea, but it's Summer break. We felt in love in Summer. That's 3 years ago. I wonder if she still remember." Dylan tersenyum, senyumannya tidak pernah ku lihat sebelumnya, yang ini berbeda.

"Dia pasti ingat." Hiburku. Aku tidak tahu jawabannya, sungguh. Aku bahkan tidak pernah bertatap muka dengan manusia bernama Adiba Wigarma ini, aku tidak tahu apakah dia benar mencintai Dylan seperti yang diceritakan. Aku juga tidak tahu bagaimana watak dan sifatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHILIADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang