Jangan menjadi seorang penyemangat jika pada akhirnya menjadi seorang penghinat
🍁🍁🍁🍁
So eun menatap kepergian so jin, bibirnya mengatup tatapannya menerawang jauh. Sebenarnya sedari tadi so eun tidak fokus membaca buku itu. Telinganya mendengar dengan jelas ucapan so jin dan otaknya berfikir dengan cepat. Mungkinkah dia menyukainya? Ini tidak boleh terulang lagi. Jangan sampai terulang sudah cukup rasa sakitnya.
Tiga hari berlalu so eun menyibukkan diri mencoba menghalau segala hal yang berkaitan dengan kim bum. Namun apa daya semakin mencoba melupakannya dia semakin bingung. Layaknya mencari jalan keluar pada sebuah labirin yang begitu luas dan rumit. Dia akui mulai melihat kim bum dari sisi yang berbeda bukan hanya sunbae dari temannya lagi. Tapi dia tidak mau jatuh dilubang yang sama.
So eun merenung lagi dengan cara apa dia harus menyangkal perasaannya sekarang.
"So eun" ucap seorang perempuan sambil menyetuh pundak so eun dari samping. Membuat so eun yang melamun spontan menengokkan kepalanya kesamping.
"Nee Ara" iya perempuan itu ara kalian masih ingatkan? Teman so eun yang dulu di depan memberikan semangat lalu ternyata hanya seorang pengecut yang berani menusuk dari belakang. Jangan menjadi seorang penyemangat jika pada akhirnya menjadi seorang penghinat. Tapi so eun tidak begitu mempermasalahkan hal itu dia hanya kecewa yang membuatnya mendiamkan ara beberapa hari.
Dan beberapa hari kemudian ara meminta maaf lalu dengan mudahnya so eun memaafkan. Fikirannya hanya satu semua orang pernah salah dan mereka pantas mendapatkan kesempatan kedua. Entah saat itu so eun yang bodoh atau dia yang terlalu baik.
"Kenapa melamun?" tanya ara bingung pasalnya jarang sekali so eun tiba tiba melamun jika tidak ada masalah atau sedang memikirkan ibunya.
"Hanya teringat ibu" bohong so eun dengan suara lirih. Tangan ara meraih tangan so eun menggenggam dengan halus.
"Jika ada masalah lain bicaralah" so eun hanya membalasnya dengan senyum paksa.
____________
Di sekolah seoul high school
Terlihat seorang gadis yang juga sedang melamun di pojok perpustakaan ditemani buku yang terbuka tanpa berniat membacanya. Matanya memandang kosong buku yang dipegangnya saat ini. Mengabaikan sederet kalimat yang tercetak di buku. Dia tersadar dari lamunan saat mendengar bel masuk tiba tiba berdentang nyaring.
Kaki mungilnya terus melangkah melewati lorong lorong yang mulai sepi. Sampai di kelasnya dia langsung menduduki bangku dengan nafas yang tersenggal senggal. Dia agak bisa bernafas lega untung saja gurunya belum datang.
Saat pelajaran dia berusaha fokus dengan materi yang dituliskan guru di papan. Rasanya ingin sekali memutar waktu saat matanya tidak sengaja melihat jam yang berada tepat di atas papan. Waktu yang berlalu seakan lama bergerak padahal jika kita terburu buru waktu seperti cepat akan habis. Yah seperti itulah kehidupan.
KAMU SEDANG MEMBACA
You My Soulmate
FanfictionLingkaran takdir yang menghantarkan kisah mereka pada soulmate masing-masing. Ketika perbedaan menjadi sebuah perdebatan dan kepedulian menjadi tali pengikat yang erat. Sementara segelintir masalah silih berganti menjadi senapan pemisah. "Mereka tak...