III # Semakin Memburuk

152 43 7
                                    

"Atlantik, minum obat dulu ya," bujuk seorang pengasuh.

Atlantik menggeleng. "Aaaa."

"Ayo dong diminum. Biar sehat," balas sang pengasuh dengan lembut.

Pengasuh lain datang dan membantu membujuk Atlantik.

"Atlantik kan anak hebat. Jadi harus minum obat."

Atlantik yang duduk di kasurnya, sementara dua pengasuhnya duduk di bawah, menutup wajahnya dengan bantal. Di tengah kelelahan bekerja, dua pengasuh itu berhasil terhibur dengan tingkah laku Atlantik.

"Loh, memangnya kenapa tidak mau? Obatnya kan manis."

"Iiaaa ... uuu ..."

Tiba-tiba pintu kamar Atlantik dibuka kasar. Elips bersama Gulie dan Samna datang dengan tangan terlipat di dada.

"Hei, para pengasuh!" Elips berbicara dengan nada tinggi dan bibir maju, "besok, kalian tahu kan hari apa?"

"Iya, Putri," jawab kedua pengasuh dengan pandangan ke bawah.

"JADI!" Elips melihat Atlantik, "jangan biarkan anak bisu ini mengganggu acaraku."

"ELIPS!" Ratu Meisei datang dengan pandangan marah.

Elips mengalihkan pandangan ketika ibunya berdiri di depannya.

"Kamu ... seperti tidak memiliki harga diri sebagai seorang putri."

"Mam, bukankah aku adalah putri mahkota? Bukankah seharusnya begitu?"

"Tidak ada yang namanya putri mahkota. Paham?" balas Ratu Meisei dengan penuh penekanan.

"Mam? Bagaimana Atlan bisa mempimpin Cala jika dirinya saja seperti itu?" sahut Gulie.

"Kalian kenapa tidak mau menerima Atlantik sebagai adik kalian dan dia jelas-jelas putra mahkota satu-satunya."

"Aku menerimanya. Tapi, sebelum aku tahu kalau dia tak bisa berbicara," desis Samna.

"Mam, bawa saja Atlan ke negeri lain bersama pengasuhnya," tambah Elips.

"Lancang sekali kamu, ELIPS WAN PARUNGA! Sepertinya lebih baik kalian bertiga yang dikeluarkan dari kerajaan."

Elips, Gulie, dan Samna langsung melongo. Tak terbayang di kepala mereka ibu mereka sendiri akan berkata demikian.

"Apakah kalau Atlantik tidak ada, Mamma tidak akan berkata seperti itu?" seru Elips.

Ratu Meisei beberapa kali menggeleng, mengetahui sikap anaknya. "Jangan pernah bilang begitu. Atlantik akan terus ada hingga keturunan-keturunannya."

Elips, Gulie, dan Samna berbalik dengan kesal. Mereka keluar dari kamar Atlantik dengan wajah merah padam.

"Mamma selalu saja membela dia. Padahal semua tahu, penyakit itu tidak bisa disembuhkan," oceh Elips dalam perjalanan mereka menuju kandang kuda.

"Bagaimana kalau kita menghancurkan penelitiannya?"

Spontan, Elips dan Samna berhenti berjalan mendengar ucapan Gulie.

"Apa maksudmu?" tanya Samna dengan berbisik.

"Daripada membuang-buang waktu dan Baba menghabiskan banyak perak hanya untuk penelitian tidak berguna itu, lebih baik kita hancurkan."

"Baba akan tahu kita pelakunya," balas Elips.

"Kita harus bermain pintar. Bayar saja donge atau palasti-pelayan wanita-untuk melakukannya." Gulie mengangkat kedua alisnya.

KANIBAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang