XXVI # Menara Cala

50 16 0
                                    

Moestan Prasga mengintip dari balik semak-semak. Ia melihat ke jendela menara. Ternyata, Vansel telah sampai dan menemui mereka. Moestan Prasga memang takut untuk menyampaikan pada Raja Keanu bahwa Vansel beserta rombongannya akan pergi ke tempat dimana kedua anaknya bersembunyi. Ia kira, mereka akan kesusahan mencari tempatnya karena baru pertama kali kemari. Tetapi, Lamda?

Moestan Prasga melebarkan matanya. Pantas saja Raja Keanu terkejut dan marah ketika ia menyebut nama itu. Ia ingat, dulu, semua orang mencari Lamda Dilwala. Hingga sekarang tidak ditemukan dan bahkan kejahatan apa yang diperbuat Lamda hingga harus menjadi buronan besar kerajaan. Kian lama kasusnya menghilang, karena itu dia, orangnya tidak ditemukan. Raja Keanu enggan untuk mencari keluar Cala karena itu bisa saja mencoret nama baiknya karena tidak bisa merawat sang putri dengan baik.

"Oh, jadi orang itu, ya? Lihat saja, akan kubongkar identitas sebenarnya kepada mereka semua. Aku yakin, Raja Keanu bahkan tidak akan memarahiku."

Moestan Prasga melangkah masuk ke pintu dasar. Spontan, dua donge langsung menghadangnya dengan pedang.

"Ada Moestan Prasga di sini!" teriak seorang donge dari lantai dasar.

Donge dari lantai dua yang mendengar bergegas ke lantai tiga dan mengabari kepada sang pangeran.

"Lapor, Pangeran. Ada Moestan Prasga datang. Dia ada di lantai dasar."

Semua mata mereka tertuju pada sang donge. Vansel akhirnya mengangguk.

"Baik, aku akan menemuinya di bawah."

Donge itu mengangguk, kemudian turun ke lantai dasar. Ia berjalan menuju Moestan Prasga.

"Lepaskan pedangnya. Pangeran Vansel akan segera kemari."

Pedang diturunkan dari leher Moestan Prasga. Wajah Moestan Prasga tampak tidak enak mengetahui bahwa bukan ia yang ke atas untuk menemui.

"Tapi, Pangeran Vansel tidak perlu repot-repot untuk turun. Saya saja yang naik."

"Maaf, Moestan. Begitu yang Pangeran Vansel sampaikan. Kami tidak bisa menentangnya."

Moestan Prasga menghela. "Ah, baiklah."

Terdengar langkah kaki menuruni tangga. Pangeran Vansel dan Pangeran Atlantik turun untuk menemui Moestan Prasga setelah pangeran Cala itu mendengar sedikit kisah tentang Moestan Prasga.

Moestan Prasga bersama donge lainnya memberi hormat. Setelah itu, Moestan Prasga langsung berlutut di depan Vansel dan Atlantik.

"Pangeran, lama rasanya tidak melihatmu," sanjungnya pada Atlantik.

Atlantik hanya tersenyum.

"Kau terlihat lebih gagah."

"Baiklah, apa tujuan Moestan kemari?" sambar Vansel.

Mata Moestan Prasga berdalih pada Vansel. "Ah, Pangeran, saya ingin bertemu dengan pendamping anda, Moestan Lamda."

Vansel mengernyit. "Ada urusan apa?"

"Ada yang harus saya sampaikan, Pangeran." Kemudian Moestan Prasga melihat Atlantik. "Saya juga harus menemui Putri Elips, Pangeran Atlantik."

Vansel dan Atlantik mendadak terkejut dan saling pandang.

"Mo--Moestan ... apa kau sudah lama mengetahui bahwa Pangeran Atlantik dan Putri Elips bersembunyi di sini?" tanya Vansel.

Moestan Prasga terlihat tergagap. Matanya melihat ke sana ke mari.

"Moestan!" seru Atlantik.

"I--iya, Pangeran?"

"Katakan yang sebenarnya. Dari mana kau tahu aku bersama kakakku berdiam di sini?"

Moestan Prasga menunduk. "Aku melihat kalian masuk ke sini, Pangeran."

"Lalu, ketika kami mencari Pangeran Atlantik dan Putri Elips, kenapa kau tidak memberitahu kami bahwa mereka di sini?" desak Vansel.

"Ma--maaf, Pangeran Vansel."

"Maksudmu apa dengan kata maaf? Kami lelah mencari keberadaan mereka dan kau ... hanya diam, Moestan?" Vansel tak percaya.

"Tunggu, apa ada yang menyuruhmu kemari?" sela Atlantik.

Di bawah tundukan kepalanya, Moestan Prasga melebarkan mata.

Sialan, batinnya.

"Moestan, sebenarnya apa yang kau sembunyikan?" tanya Vansel.

Lamda mendadak turun ke lantai satu. "Ada apa ribut-ribut? Suara kalian hingga ke lantai tiga, Pangeran."

Lamda berjalan dan berdiri di antara mereka.

"Moestan Prasga? Ada apa kemari?"

Moestan Prasga mengangkat kepalanya dan langsung berdiri setelah melihat keberadaan Lamda di sana. Ia menunjuk Lamda di depan wajahnya.

"Moestan, apa yang kau lakukan?" Vansel terkejut. "Turunkan tanganmu!"

"Kalian ... kalian semua tidak tahu kan siapa dia?" Moestan Prasga melihat Vansel dan Atlantik dengan bergantian.

"Apa maksudmu? Pertama, turunkan dulu tanganmu di depan wajahnya. Itu tidak sopan!" perintah Vansel.

Mau tidak mau, Moestan Prasga menurunkan tangannya.

"Kau hanya rakyat biasa, jangan bersikap seolah-olah kau seorang raja," desis Atlantik.

"Pangeran, jangan begitu," bisik Vansel.

"LAMDA! CEPAT BERITAHU DIRIMU YANG SEBENARNYA!" teriak Moestan Prasga.

Lamda tersentak. "Aku hanya seorang pendamping Raja Andriant yang menjadi pendamping Pangeran Vansel setelah dia besar. Apa yang ingin kau ketahui?"

Tiba-tiba, tangan Atlantik menampar wajah Moestan Prasga hingga lelaki tua itu terjatuh.

Mata Vansel melebar dan spontan menggenggam tangan Atlantik. "Apa yang kau lakukan, Pangeran?"

"Aku malu. Dia adalah rakyatku. Bisa-bisanya bersikap seperti itu pada saudara jauh."

"Sudah, sudah. Sekarang, aku hanya ingin tahu, apa tujuanmu kemari, Moestan?"

Moestan Prasga berdiri dibantu seorang donge. Ia menatap tak suka pada Lamda.

"Kau ... adalah penjahat. Penjahat besar Cala Parunga. Ternyata, selama ini kau lari dan mencari keselamatan di Ruksey. Sebenarnya, kejahatan besar apa yang kau perbuat? Raja Keanu tidak pernah menyebarkan tentang kejahatanmu itu!"

Semua tercengang mendengar, terutana Vansel. Ia benar-benar tidak tahu apa-apa tentang latar belakang pendampingnya itu. Ia kemudian menoleh pada Lamda.

"Paman? Benarkah yang dikatakan Moestan Prasga itu?"

#####

KANIBAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang