XXI # Tidak Tersangka

72 23 2
                                        

Raja Keanu menggebrak meja. Lagi, amarahnya membumbung.  Para donge sudah hampir putus asa dan tak habis pikir. Cala hampir di ujung kehancuran, ia masih tidak bisa memgontrol emosinya. Namun, kali ini Ratu Meisei sama sekali tidak menghadang amarah sang raja. Ia bahkan sangat setuju dengan suaminya.

Raja Keanu tanpa pikir panjang memerintahkan para donge untuk mencari orang bernama Lamda Dilwala. Lamda cukup dikenal dengan keramah tamahanya di kalangan rakyat rendah. Maka dari itu, setiap rakyat yang ditanyainya, berpura-ura tidak tahu dan bergegas secepatnya memberitahu pada Lamda dan keluarganya.

Ketika mendengar berita itu, Lamda sangat terkejut. Kenapa ia dicari oleh keluarga kerajaan?

Ia segera masuk ke rumah dan menghampiri Elips yang sedang menggendong Vansel. Lamda menatap nanar, namun Elips tidak menyadari. Ia melantun kecil agar Vansel bisa tertidur di pelukannya.

"Lily ...,"

Elips menoleh, dan tersenyum. Mendadak, Gulie datang dengan dua cangkir teh, tak tahu bahwa Lamda pulang cepat. Ia meletakkan teh itu pada meja kecil samping tempat tidur Elips.

"Ada apa?" Gulie yang menyadari raut aneh Lamda bertanya.

Spontan, Elips kembali melihat Lamda, namun bukan hanya melirik, tetapi menatapnya tanpa berbicara.

"Ada sesuatu yang terjadi?" Gulie mengangkat kedua alisnya.

Elips diam membisu menunggu jawaban Lamda.

Lamda akhirnya menunduk, dan menunjukkan gerak-gerik kegelisahan.

"Iya ...," serunya pelan.

"Iya apa, Lam? Ada yang terjadi? Hal buruk?" tanya Elips lembut.

Lamda mengangkat wajahnya, menatap Elips. "Kalian harus pergi. Harus. Bagaimana pun caranya."

Gulie mengernyit. "Jelaskan dulu, ada apa?"

Raut wajah Lamda semakin memucat. "Aku ... dicari oleh Raja Keanu. Kalau ketemu, aku akan dihukum mati."

Spontan, Elips dan Gulie membelalak.

"Apa? Apa ada kesalahan?" tanya Gulie.

"Aku bahkan tidak tahu apa alasan mereka mencariku. Untuk sementara ini, kita punya waktu untum berbenah. Rakyat berpihak pada kita, mereka berpura-pura tidak tahu tentang keberadaan kita. Kita harus memanfaatkan waktu sesingkatnya. Kalian bertiga harus pergi malam ini," tekad Lamda.

Elips meletakkan Vansel di tempat tidur kemudian berjalan ke depan suaminya.

"Lam, kau harus ikut juga!"

"Tidak! Kalau aku ikut, kalian bisa terbunuh. Biarkan aku menyerahkan diri dan bertanya, sementara kalian harus pergi."

"Bagaimana bisa aku meninggalkanmu sendiri di sini. Kau seperti tidak kenal dengan Raja Keanu saja!"

"Bukan tidak kenal," Lamda meneguk salivanya, "tetapi, aku tidak bisa melihatmu, adikmu, dan anak kita menderita."

"Kalau perlu, sore ini juga kita pergi! Tetapi, kau harus ikut."

"Mengertilah untuk saat ini ... ini semua demi Vansel. Aku mohon." Lamda memegang kedua tangan Elips dan menatapnya.

Elips diam. Bibirnya kadanh bergerak, ingin mengutarakan rahasia terbesarnya, namun antara ragu dan khawatir.

"Kak," panggil Gulie, "mungkin, Kak Lamda benar."

Elips spontan berbalik dan mengernyit melihat Gulie. "Apa maksudmu?"

"Kakak harus memikirkan Vansel. Andaikan kita hanya bertiga, mungkin kita bisa bersama-sama menghadap ke depan Raja Keanu."

Elips tersenyum miring. "Kau saja yang membawa Vansel. Kutitipkan dia, padamu, ya."

Gulie tersentak. "Tidak, aku tidak mungkin persi sendiri."

"Tapi, yang masih aku bingungkan, kenapa mereka mencariku? Apa ini ada hubungannya dengan tujuh kanibal yang aku antarkan ke kerajaan waktu itu?"

Gulie mengangguk. "Pasti, ya. Karena sebelumnya, Kak Lamda tidak pernah berrusan dengan Raja Keanu kan."

"Iya, benar. Jadi, ini masalahku. Kalian, tetap pergilah. Mengerti?"

"Tidak, ini bukan hanya masalahmu--"

"Kak, ingat, pikirkan Vansel," sela Gulie.

"Baiklah, kalau begitu aku akan mencari kendaraan untuk kalian pergi dari Cala secara diam-diam. Tunggu, ya!" Lamda segera berlari keluar rumah.

"Tidak, Lamda! Lamda! Mau ke mana?" Elips mau mengejar, tetapi Gulie menarik tangannya.

"Jangan, Elips! Kau ingin kita semua mati, hah?" bentar Gulie.

Elips menangis. "Bagaimana jika mereka membunuh Lamda?"

Gulie segera memeluknya. "Aku juga tidak tahu, bagaimana ini bisa terbongkar."

"Seharusnya, kita memang pergi saja setelah aku menikah. Kenapa kita harus tetap diam di sini sampai anakku lahir."

Gulie mengelus-elus punggung Elips. "Kalau kau berkenan, kau saja yang pergi bersama Vansel. Aku, akan berusaha menghalangi Baba untuk membunuh Lamda."

Mereka berlepas peluk. Elips menghapus air matanya.

"Gulie ..., diriku lebih percaya padamu yang bisa melindungi Vansel."

Gulie menggeleng cepat. "Ibu lebih tahu kebutuhan anaknya. Anak tidak bisa tumbuh maksimal tanpa ibunya."

"Kau bisa menjadi ibunya jika aku tidak kembali."

Gulie justru tidak suka dengan jawabannya dan mendadak meninggalkan rumah. Elips terkejut, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Ia menatap wajah Vansel yang tertidur.

"Vansel, harusnya kau tidak lahir dulu, Nak."

#####

Lamda bertanya pada seorang peternak kuda. Adakah kudanya yang bisa ia beli untuk perjalanan jauh, namun ternyata semua kuda telah menjadi milik kerajaan. Lamda kembali pergi ke tukang perahu, mungkin jalan laut bisa membantunya.

Tapi ternyata, tidak ada perahu yang siap dipakai nanti malam, dan ia pun tidak bisa menyelesaikan sebuah kayu dengan tenggat malam ini. Lamda kembali mencari, dan bertemu seseorang yang memiliki sepeda. Tetapi, ia tidak berkenan menjual sepedanya.

Lamda akhirnya mencari sepeda di toko-toko, dan menemukan dua sepeda. Ia membelinya dari hasil menjual tiga perempat pakaiannya. Lamda pulang tengah hari dengan dua sepeda itu. Ia segera masuk ke rumah, dan mendapati rumahnya kosong.

Ia berlari keluar rumah dan bertanya kepada orang-orang di sana. Hatinya kacau, ia hampir saja menangis. Setelah jauh dari rumah, ia bertemu dengam Gulie.

"Giesa?"

Gulie terkejut. "Apa yang Kakak lakukan di sini."

"Di mana Lily?"

"Kak Lily? Bukannya dia di rumah?"

"Dia tidak pergi bersamamu?"

"Tidak. Aku hanya membelikannya beberapa buah." Gulie menunjukkan tiga apel merah yang ia bawa.

Tiba-tiba, Lamda membelalak. "Jangan-jangan ..., dia ke kerajaan? Lalu, Vansel?"

Mereka berdua segera berlari menuju Cala Parunga. Ketika sampai di depan rumah, tiba-tiba ada seorang tetangga menghentikan langkah mereka.

"Ini, anakmu, tadi dititipkan, katanya ibunya ada urusan, kalau ketemu ayah atau bibinya, berikan saja," ucap si tetangga kepada Lamda dan Gulie yang tercengang.

#####

KANIBAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang