VI # Cala Parunga

98 38 0
                                    

Vansel menorehkan lambang Ruksey pada sebuah pohon besar depan Cala Parunga dengan batu runcing. Jadi, siapa pun yang datang kemari, akan melihat lambang ini. Mereka melangkah masuk ke kerajaan Cala. Tetapi Moestan Prasga memilih menunggu di luar bersama seorang donge karena lelah.

"Cari siapa pun yang ada di sini!" perintah Vansel.

"Baik, Pangeran."

Ailsa merasa ingin membantu. Jadi ia berjalan menuju tangga dan naik perlahan. Ia perhatikan setiap detail bangunan ini. Kenangannya kembali hadir. Ia diberikan suntik kesehatan saat umur dua tahun di sini kata ibunya. Setelah sampai di lantai dua, Ailsa melihat ke luar jendela. Cala yang luas yang tak sanggup hanya dilihat dari satu titik. Berhamburan rumah-rumah penduduk tanpa penghuni.

Ailsa berdalih, pada sebuah pintu. Ia membuka pintu itu. Ruangan kosong. Ailsa memberanikan diri untuk masuk. Sebuah tempat kerja dengan kain-kain sebagai papan tulis berserakan. Dari semuanya yang tertulis isinya hanya tentang wabah penyakit sukar bicara.

Ailsa teringat. Apa mungkin ini semua ada hubungannya dengan penyakit itu?

Ailsa segera berlari turun dengan beberapa kain di tangannya. Tetapi ia dihadang oleh seorang wanita botak dan kulit kepala melepuh.

"TOOLONGG!" Ailsa berteriak sekuat tenaga.

Wanita itu langsung mendorong Ailsa hingga punggungnya menempel pada bingkai jendela. Terus mendorong bahu Ailsa, hingga kepala perempuan itu melebihi jendela dan matanya menatap langit.

"TOLOONG!"

Kali ini wanita itu mendorong Ailsa sekuat tenaga, hingga ia terlempar dari jendela. Vansel, Lamda, dan tiga donge datang. Mereka memingsankan wanita itu dengan ramuan yang baru saja Lamda temukan. Sementara sang wanita terkapar, Vansel menyebul ke jendela. Matanya membelalak kaget.

"Ailsa?"

#####

Vansel murung. Ia terus menunggui Ailsa yang tak sadarkan diri setelah jatuh ke balkon—teras—lantai dua. Kepalanya terbentur kayu dan itu yang membuatnya tak sadarkan diri.

"Seharusnya perempuan tak perlu ikut," sesal Vansel.

"Tenanglah Pangeran, apa yang perlu dikhawatirkan. Sebentar lagi pasti Ailsa sadar," balas Lamda sambil sibuk mengikat wanita botak ke salah satu tiang kerajaan.

Tak lama, wanita botak itu sadar. Ia menggeram.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya seorang donge.

Wanita itu menggertak dan menatap tajam padanya.

"Siapa namamu?" tanya Lamda.

Kembali, ia menggertak.

"Apakah kamu manusia?"

Ia mengangguk. "Makanan ...."

"Apa tidak ada makanan di sini?" Vansel tiba-tiba datang.

"Tidak ... ada."

Seorang donge mengambilkannya roti yang dibawa rombongan itu. Lamda menyuapinya karena tangannya yang terikat. Ia sangat rakus hingga tak ada semenit, roti itu dihabiskannya.

"Lagi ...," katanya kemudian.

Lamda bingung. "Kenapa kamu tidak mencari buah-buahan? Kenapa kamu ingin membunuh salah satu diantara kami?"

KANIBAL Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang