Teriakan Gulie memekakan telinga. Dirinya kejang-kejang. Sakit hingga ubun-ubun setengah mati ia rasakan. Rambutnya diikat dengan kuat dan ditarik ke belakang. Kelopak mata atasnya dijepit dan ditarik ke atas. Sementara kaki dan tangannya diikat rantai yang menyambung pada baja di lantai. Dirinya ditidurkan pada ranjang ramping agar kedua tangannya dapat ditekuk hingga belakang ranjang--ukurannya seperti tandu.
Sadisnya, Gulie tidak dibius seperti perintah Raja Keanu. Suaranya bahkan hampir habis untuk ditusuk paku baja pada mata kanannya yang dalam. Ia menangis. Menangis darah. Tidak hanya mata, mulut dan hidungnya juga berdarah akibat mengalami kontraksi pada otak.
"Aarrrghhhhhhhh!" teriak Gulie lagi.
Ia menggigit giginya kuat-kuat, menahan sakit. Sekujur tubuhnya mendingin, mati rasa.
"ARRGRHHH!" teriaknya pendek, namun lebih keras.
"Maaf, maaf, maaf, Putri Gulie," seru Mursie.
Gulie menangis darah. Tak habis-habisnya darah keluar dari bola mata kanannya. Lama berjalan waktu, Gulie semakin melemah. Ia bahkan merasa bola matanya hampir pecah. Hingga ia kehabisan tenaga untuk berteriak dan menahan rasa sakit, kini saatnya giliran bola mata kiri yang menjadi korban.
Gulie sama sekali tidak bisa bergerak apalagi berpindah tempat. Sesak dadanya. Sangat sesak. Ia tak pernah memikirkan hal buruk lebih dari hukuman mati yang dijatuhkan padanya.
"Putri, sekarang, mata kiri yang akan dibutakan," beritahu Mursie kemudian mengambil paku baja yang lain yang sudah steril.
"Mursie?"
"I--iya, Putri? Ada apa?"
"Bolehkah, tusuk jantungku saja?"
Mursi terkejut. "Tidak, Putri, tidak. Saya melakukan ini atas perintah Raja Keanu. Jika tidak, saya pun tidak akan melakukan seumur hidup saya."
"Tapi, kau tega melihatku tersiksa begini?"
"Maaf, Putri. Maaf sebesar-besarnya tidak bisa melakukan apa pun untuk menyelamatkanmu."
"Jika kau ingin bebas beban, bunuh saja aku dan kau bunuh diri selepas itu."
Mursie memberi penghormatan kemudian disusul tiga palasti lain walau Gulie tengah menutup mata.
"Ampun, Putri Gulie."
"Tidak, jangan meminta ampun padaku. Baiklah ... lakukan saja tugasmu. Aku menyerah. Aku harap, ajal menjemputku sebelum aku merasakan tusukan itu lagi," ucap Gulie begitu lemah.
Mursie dan tiga palasti segera berdiri. Mereka kemudian memasangkan alat penarik penutup mata kiri ke atas seperti yang dilakukan pada mata kanan. Setelah ditusuk, seorang palasti akan langsung melepaskannya sehingga mata Gulie dapat tertutup.
Mursie kini memegang paku baja dengan tangan gemetar akibat ucapan terakhir yang dikatakan Gulie. Ia sengaja menunggu beberapa saat, berharap juga Gulie akan mati sebelum tangannya ini melakukan siksaan mendalam kepada sang putri.
Detik demi detik, paku makin mendekat. Dan akhirnya, Mursie melakukannya dengan cepat agar siksaan ini segera berakhir. Paku baja itu, masuk menusuk pupil mata Gulie.
"ARRRGGHHHHH! AAAARGGHHH!" lengkingan luar biasa memenuhi kamar Gulie.
Teriakannya bagai permintaan tolong, bagai permintaa ingin mati, bagai rasa sakit tanpa ampun. Darah mencuat dari matanya, terus mengalir bersama air mata satu jalur.
"AAAARGGHHH!" Gulie berteriak lagi.
Bajunya telah basah kuyup karena keringat, seluruh badannya menggigil.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIBAL
Misterio / SuspensoBagaimana jadinya jika sebuah negara berdiri tanpa adanya peraturan hukum? Bagaimana jadinya jika warga negara dibebaskan melakukan tindak pidana? Apakah justru akan membawa kententraman bagi penghuninya atau sebaliknya? . Cerita ini diikutsertakan...