Rombongan Vansel sampai di sebuah menara tempat yang ditunjukkan oleh Lamda. Namun, mereka pergi tanpa Ailsa. Di sekitar sana benar-benar sepi. Tetapi, pintu menara terkunci. Mungkinkah ada orang?
"Biar aku dobrak, Pangeran," seru Lamda.
"Tidak, kau baru saja sembuh. Lebih baik suruh yang lain."
Seorang donge maju dan mendobrak kasar pintu besi itu. Tetapi, tidak kunjung terbuka. Donge lainnya maju, membantu donge itu untuk mendobrak pintu. Pada akhirnya pintu pun terbuka.
Lamda masuk pertama, disusul Vansel dan para donge di belakangnya. Lamda berwaspada setiap kakinya melangkah. Ia berjalan menuju sebuah meja kusam. Lamda tersenyum sedikit. Tempat ia bersama Ailsa waktu kecil bersembunyi. Namun, pada saat itu ia tidak bisa sepenuhnya memeriksa tempat ini. Sekaranglah saatnya.
Lamda membuka setiap laci yang ada di meja dengan paksa. Membaca setiap lembar kertas yang ia temukan. Namun, hanya peta wilayah Cala yang ia temukan sebagai petunjuk.
Vansel menghampirinya. "Boleh aku baca kertas-kertas itu?" tanyanya.
"Silakan, Pangeran," Lamda mempersilakan.
Vansel maju dan membalik kertas itu satu per satu. Dan, ia menemukan wajah Atlantik yang Lamda pikir adalah wajah orang lain.
"Paman, ini Pangeran Atlantik," serunya.
Lamda segera melihat kertas yang dijulurkan Vansel. "Ah, jadi ini adalah Pangeran Atlantik."
Vansel mengangguk. "Apa kau tidak mengenalnya sebelumnya?"
"Aku memang tidak pernah melihat wajahnya."
Vansel kemudian berdalih pada kertas itu. Ia membawa tulisan di bawah gambar putra mahkota Cala.
Dicari! Putra mahkota kerajaan Cala Parunga, Pangeran Danial Atlantik. Pergi ketika sedang mabuk.
Mata Vansel melebar. "Apakah kau tahu, bagaimana kepribadian atau sikap Pangeran Atlantik, Paman?"
"Ah, iya, Pangeran. Dengar-dengar, katanya Pangeran Atlantik adalah anak yang keras kepala, tidak suka dengan aturan, dan selalu membantah orang tuanya."
Vansel menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Mana bisa seorang putra mahkota memiliki sikap seperti itu."
"Pangeran Vansel, pintu ke lantai dua telah kami buka," seru seorang donge dari tangga.
Vansel menyimpan gambar Atlantik di dalam bajunya dan berjalan bersama Lamda naik ke lantai dua. Dua orang donge tetap berjaga di lantai dasar.
Mereka sampai di lantai dua dan tetap tidak menemukan siapa-siapa. Tetapi, ada meja lagi. Vansel dan Lamda segera bergegas memeriksa laci-lacinya. Kali ini, Vansel dan Lamda membelalak setelah mengetahui tulisan dari kertas-kertasnya.
Sebuah pengumuman dimana, seorang putri kerajaan dinyatakan meninggal akibat bunuh diri dengan lompat dari atap kerajaan tidak lama setelah ia kembali ke Cala Parunga. Putri itu bernama ... Gulie Weslies.
Lamda mendadak jatuh. Dada dan kepalanya baru saja mendapat guncangan hebat. Vansel terkejut ketika melihat reaksi Lamda, seolah Gulie adalah rekan dekatnya.
"Paman, kau tidak apa-apa? Kenapa kau jatuh?"
Lamda segera mengontrol dirinya dan bangkit, kemudian memberi penghormatan.
"Maaf, Pangeran. Saya tidak apa-apa, hanya saja luka saya sedikit sakit."
"Ah, ya ampun. Mungkin kita harus beristirahat sebentar."
"Tidak, kita lanjutkan saja. Aku baik-baik saja, Pangeran."
Vansel mengangguk walau ragu. Ia kembali membaca kertas-kertas itu. Di kertas lain tertulis bahwa penghapusan peraturan hukum di Cala adalah penyebab utama kehancuran Cala karena rajanya yang tidak pernah puas menyiksa orang-orang.
"Paman, aku rasa ini semua penyebabnya terletak pada Raja Keanu," ujar Vansel.
Lamda mengangguk. "Ya, benar, Pangeran. Aku sendiri tidak mengerti kenapa Raja Keanu hingga mencabut peraturan hukum dari Cala hingga dua kali."
"Dua kali?" Vansel terlihat tidak percaya.
"Iya, Pangeran. Setelah Cala membaik, Raja Keanu kembali mencabut peraturan hukum karena tidak ingin memiliki batas untuk menghukum Putri Gulie yang kabur. Namun, melihat berita itu, ternyata Putri Gulie bunuh diri mungkin karena tidak tahan dengan hukuman sang ayah."
Vansel mengangguk paham. "Ya, jika aku menjadi raja suatu hari nanti dan memiliki seorang putri, tentu aku sangat ingin menjaganya dengan baik. Tidak akan kubiarkan orang lain dapat menyentuhnya. Jadi kurasa, itulah sebabnya Raja Keanu begitu marah dengan Putri Gulie."
Lamda mengangguk, menyembunyikan kesedihan hatinya karena sebenarnya itu semua bukan karena Putri Gulie.
"Pangeran, pintu lantai tiga sudah terbuka," seru seorang donge.
"Ya!" balas Lamda.
Mereka naik ke lantai tiga, dan menyisakan dua donge untuk berjaga di lantai dua. Donge mempersilakan Lamda untuk membuka pintunya karena ia pikir ada orang di dalam setelah terdengar beberapa bunyi.
Lamda dengan gagahnya membuka pintu berat itu. Dan, betapa terkejutnya ia, melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tengah bersembunyi dan mengintip di balik meja menatapnya. Lamda meneguk salivanya. Vansel langsung masuk dan berdiri di sampingnya.
"Pangeran Atlantik!" seru sang pangeran Ruksey.
Atlantik dengan canggung berdiri. "Siapa kau?" tanyanya.
Vansel tersenyum lebar, kemudian melangkah mendekati Atlantik. Ia menjulurkan tangan.
"Aku, Vansel. Putra mahkota Ruksey."
Seorang perempuan di samping Atlantik melebarkan matanya. Tapi, hanya Lamda yang melihat.
Atlantik kemudian menyambut uluran tangan itu. "Senang berkenalan sesama putra mahkota."
Perlahan, perempuan di samping Atlantik berdiri, menatap Vansel dengan nanar. Vansel melihatnya, dan melebarkan mata.
"Putri Elips?" Vansel tersenyum lebar.
Lamda segera maju, menjajari Atlantik. Lamda memberi penghormatan.
"Selamat bertemu, Pangeran Atlan dan Putri Elips."
Elips menahan air matanya. Setelah sekian lama, hampir delapan belas tahun menahan rindu dengan putra dan suaminya.
"Mari, kita berbicara di luar," ajak Lamda.
"Tidak. Kanibal-kanibal itu mengincar kami. Jika kami keluar, mereka akan langsung menyerbu," balas Atlantik.
"Bagaimana bisa?" tanya Vansel.
"Entah bagaimana, aku dan kakakku juga tidak tahu. Intinya, ketika kami berdua lari dari kerajaan karena suruhan Mamma, rombongan kanibal mendadak mengikuti kami yang tengah berlari ke rumah rakyat. Akibatnya, Cala menjadi seperti ini."
"Dan, dimana pun kami berada, mereka akan tetap tahu. Tetapi ketika kita bersembunyi di menara ini, mereka tidak berani masuk," lanjut Elips.
Vansel dan Lamda saling menatap. Bingung.
Akhirnya mereka berempat duduk di lantai tiga beralasan anyaman bambu. Sementara semua donge berjaga di lantai dua dan satu.
"Aku tidak tahu sekarang, bagaimana kabar Baba dan Mamma," ucap Atlantik.
"Maaf, Pangeran Atlantik. Kami telah menguburkan jasad Ratu Meisei yang tidak sengaja kami temukan," jawab Lamda.
Atlantik dan Elips terkejut. Mereka menutup mulut dan mulai terisak.
"La--lalu bagaimana dengan Baba?" tanya Atlantik.
Vansel menggeleng. "Tidak tahu, sampai sekarang kami tidak menemukan Raja Keanu."
"Mungkinkah ... Baba telah keluar dari Cala?" tanya Elips tiba-tiba.
#####
KAMU SEDANG MEMBACA
KANIBAL
Mystery / ThrillerBagaimana jadinya jika sebuah negara berdiri tanpa adanya peraturan hukum? Bagaimana jadinya jika warga negara dibebaskan melakukan tindak pidana? Apakah justru akan membawa kententraman bagi penghuninya atau sebaliknya? . Cerita ini diikutsertakan...