[10.kekang]

3.9K 467 43
                                    


Setiap orang memiliki rahasia. Sekalipun orang itu hidup dengan semua harta dan kekuasaan, kita tidak akan pernah tahu bagaimana perasaan mereka. Bahagia atau tidak. Tidak ada yang tahu, karena kebahagiaan tidak diukur dari seberapa besar harta yang ada, apa lagi dengan seberapa besar nominal tabungan di rekening.

Begitu juga dengan Sasuke. Pemuda berambut raven itu sama sekali tidak bisa merasakan dengan pasti bagaimana rasanya kebahagiaan. Baginya berstatus sebagai anak bungsu dari keluarga Uchiha tidak semenakjubkan kedengarannya. Sebagian besar orang pasti berpikir betapa menyenangkannya hidup dengan harta yang berlimpah seperti itu.

Tapi, meskipun Sasuke terlihat bisa hidup tanpa kekurangan dan selalu bisa mendapat apapun yang dia inginkan, tetap saja ada batasan, dan di sanalah Uchiha bungsu itu merasa semuanya tidak ada gunanya sama sekali.

Mobil mewah, villa, apartemen, mansion, semuanya terasa tidak berguna, saat mengetahui ternyata masa depannya telah di susun oleh kedua orangtuanya.

“Sebaiknya kau mengunjungi Sakura-chan setiap akhir pekan ne, Sasuke-kun?”

Suara lembut nan riang yang keluar dari mulut Uchiha Mikoto itu hanya dijawab gumaman pelan dan ambigu dari lawan bicaranya. Wanita bersurai hitam panjang itu melirik putra bungsunya yang tengah memakan sarapan yang ia siapkan tadi. Merasa tidak ada jawaban, kali ini sang kepala keluarga yang memecah keheningan.

“Jawab Ibumu, Sasuke.” meskipun tanpa tatapan tajam, pemuda itu tahu jika sang Ayah tidak menginginkan bantahan sedikitpun.

Dengan helaan napas yang berusaha ia sembunyikan Sasuke menjawab, “Hn. Akan aku usahakan.”

Senyuman sumringah terlihat kembali di wajah Mikoto saat Sasuke memberikan jawaban yang cukup meyakinkan. Sedangkan sang Uchiha bungsu tiba-tiba saja merasakan mood -nya memburuk. Besok adalah akhir pekan, dan dia harus menghancurkan jadwalnya untuk menemui gadis berisik itu.

****

Sudah hampir siang Sasuke baru tiba di sekolah, bisa dipastikan bel untuk jam pelajaran pertama sudah berbunyi. Tapi, pemuda itu berjalan dengan santai tanpa mencemaskan apapun. Seakan dia bisa datang kapan saja ke kelas dan tidak perlu khawatir tentang nilai dan sebagainya.

Berbeda dengan Sasuke, seorang gadis begitu terburu-buru dengan langkahnya. Setelah melewati gerbang, perempuan berambut panjang itu berlari menuju tempat kelasnya berada. Saat memasuki lorong kelasnya dia yakin seratus persen guru mata pelajaran pasti tidak akan mengijinkannya masuk.

Dengan langkah yang semakin melambat gadis itu tidak lagi berlari. Sasuke yang baru saja berbelok ke lorong merasa familiar dengan seseorang di depannya, mempercepat langkah, pemuda itu menarik tangan perempuan itu hingga mereka berdua berhadapan.

“Ikut aku.” gumam Sasuke, kening gadis itu berkerut tidak suka. Menepis tangan pemuda itu dengan cara baik-baik, Hinata sedikit memundurkan langkahnya.

“K-kemana?” cicit gadis itu ragu. Sasuke tidak menjawab, dia kembali meraih tangan Hinata dan menyeret gadis itu agar mengikuti langkahnya.

Hinata meringis saat merasakan cengkraman pemuda itu semakin kuat, sepertinya akan memerah di bagian sana. Tidak ingin membuat Sasuke lebih kasar, gadis itu akhirnya hanya bisa menurut. Masuk ke dalam mobil membiarkan Uchiha itu pergi membawanya entah ke mana.

Tidak ada penjelasan yang keluar dari mulut Sasuke dan tidak ada pertanyaan yang Hinata lontarkan sama sekali. Keduanya terdiam dan sibuk dengan isi kepalanya masing-masing. Jalanan kota mulai berubah menjadi jalanan kecil yang rimbun oleh pepohonan dan udara sekitar juga sudah terasa lebih dingin dari sebelumnya.

Sasuke menghentikan mobilnya tepat di atas jembatan besar yang mengarah langsung ke sebuah pedesaan kecil di bawah sana. Mereka tidak keluar hanya terdiam tanpa kejelasan. Hinata menolehkan kepalanya guna melihat pemuda di sampingnya. Seperti biasa, tidak ada ekspresi yang kentara di sana. Satu yang berbeda, tatapan intimidasi dari pemuda itu kini tidak terlihat, justru matanya terlihat lebih kosong dan  ... putus asa?

Pikiran Hinata bergelut memikirkan apa yang harus dia ucapkan untuk menyingkirkan suasana mencekam dalam mobil itu. Jika dia bertanya tentang sesuatu yang sedikit pribadi, dia takut Sasuke menganggapnya ikut campur pada masalah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hinata. Gadis itu kembali mengurungkan niatnya, melirik arloji di tangannya mata keunguan itu terbelalak. Dia hampir melewati empat jam pelajaran.

Hinata menggigit bibir bawahnya cemas, lalu bergerak gelisah dalam duduknya. Sasuke menyadari sepenuhnya pergerakan gadis itu, sampai akhirnya dia bersuara.

“Hinata.” panggilnya sedikit berbisik, yang merasa dipanggil menoleh sambil menjawab, “Ya?”

Ada sedikit jeda di sana. Sasuke terdiam, seperti menimang apa yang harusnya dia ucapkan, membuat lawan bicaranya penasaran dengan apa yang akan keluar dari bibir Uchiha itu selanjutnya.

“Menurutmu, jika kau harus menikah dengan orang yang bahkan tidak kau cintai, apa kau akan menerima begitu saja?”

“Eh?” kedua alis gadis itu mengangkat, matanya menatap lurus wajah datar di sampingnya.

etto.. ” kepala Hinata miring ke kanan, bingung harus menjawab bagaimana.

Dia takut salah dalam berkata dan menyebabkan petaka untuk dirinya nanti. Hinata juga tahu apa yang dimaksud Sasuke, meskipun dia berpura-pura tidak mengerti apapun. Pemuda itu merasa tidak senang dengan perjodohannya.

Menghela nafasnya dengan kasar Sasuke kembali bersuara, “Lupakan saja.”

Mereka berdua kembali terdiam. Sasuke sama sekali tidak berniat untuk kembali dan Hinata sudah gelisah seiring dengan berjalannya waktu. Gadis itu ingin sekali memanggil Sasuke, hanya saja dia bingung harus memanggil pemuda itu bagaimana. Terakhir kali dia memanggil dengan marganya dia marah dan menghukum Hinata.

A-ano.. Sasuke-san—”

“Ne, Hinata,”

Kalimat gadis itu belum selesai terucap sepenuhnya dia sudah memotong, manik hitam itu bergulir menatap amethyst milik Hinata. Posisi tubuhnya sudah menghadap pada gadis itu, pandangan mereka sama sekali tidak beralih seolah terkunci. Bibir Sasuke kembali bergerak dan mengeluarkan kalimat paling gila yang pernah Hinata dengar,

“kau harus tetap jadi kekasihku, meskipun aku menikah nanti.”

****

A/n

Apa ini terlalu maksa?😂 maaf jika ada typo, jyaa~❤

Why ME? [SasuHina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang