Esok harinya saat di sekolah, Hinata merasa sama sekali tidak memiliki semangat atau sesuatu semacam itu untuk hidup. Dia benar-benar berada dalam titik terendah, rasanya dia ingin menghilang saja. Bahkan kali ini dia tidak berpikir panjang untuk membolos dan diam di atap gedung olahraga sendirian. Hinata sungguh bersyukur mengenal tempat itu, setidaknya dia bisa sedikit merenung di sana.
Semalam dia mendapat teguran cukup keras dari Sakura mengenai pertemuannya dengan Sasuke. Nona Haruno itu sama sekali tidak ingin tahu apapun alasannya, yang Hinata lakukan kemarin adalah kesalahan. Dan gadis merah muda itu menegaskan bahwa Hinata seharusnya tidak berkeliaran di sekitar 'tunangannya' itu, tidak lagi. Namun, apa gunanya teguran itu jika Hinata terus terlibat. Dia seakan ditarik dari kedua sisi yang berbeda.
Hinata menghela nafas kasar saat mengingat semua itu, dia sama sekali tidak bisa memikirkan jalan keluarnya. Matahari mulai meninggi, seharusnya dia masuk kelas bukannya duduk seperti orang yang tengah berlibur di pantai.
Bolos sehari tidak akan apa-apa, kan.
Hanya itu yang terpikir olehnya saat mengingat kelas. Jadi, dia lebih memilih untuk diam lebih lama lagi. Di tengah lamunannya yang tiada akhir, Hinata dikejutkan oleh seseorang yang tiba-tiba datang dan duduk di sampingnya.
"Jadi, kau ada di sini." ujar seseorang, membuat gadis itu menoleh dengan cepat.
"Naruto-kun."
Pemuda itu tersenyum lebar, dia duduk dengan dua tangan sebagai tumpuan. Mata biru lautnya berbinar tertimpa sinar matahari,
"Kukira kau tidak masuk hari ini. Kau sudah mulai belajar membolos, ya."
Kedua pipi Hinata sedikit memerah mendengarnya, dia pasti sudah menghancurkan image anak teladan dalam pandangan Naruto sekarang. Suara kekehan terdengar membuat gadis itu dengan segera memalingkan wajah dari hadapan orang di depannya.
Hinata sedikit mendengkus lalu dia kembali melihat ke arah Naruto, "K-kau juga membolos." ujarnya dengan tatapan ngambek dan kedua pipi yang mengembung.
"Aku yang membolos itu sudah biasa, Hinata." jawabnya dengan bangga, membuat gadis itu mengkerutkan kening dengan nada bicara Naruto yang terdengar tidak wajar di telinganya.
"Jadi, kau bangga dengan itu?"
Pemuda itu tersadar, "T-tentu saja tidak," elaknya sambil melambaikan kedua tangan di depan dada, "aku juga sering belajar."
Hinata kembali mendengkus lalu tersenyum lucu melihat tingkah Naruto. Dia sedikit bersyukur, karena berkat pemuda itu sedikitnya dia bisa tersenyum. Naruto adalah satu-satunya orang yang ia rasa tulus berteman dengannya selama ini.
Setelah tawa mereka, terjadi keheningan sesaat. Keduanya terdiam sambil menatap langit cerah oleh matahari yang perlahan panasnya mulai menyengat. Berbeda dengan Hinata yang nyaman dengan kesunyian Naruto mulai gelisah, kepalanya berpikir keras tentang topik pembicaraan apa yang akan membuat gadis di sampingnya tidak bosan.
Manik biru laut itu bergulir melirik Hinata. Dia mulai menggaruk tengkuknya gugup. Setelah beberapa saat dia mulai ingat akan mengatakan apa pada gadis manis itu.
"Engg-- jadi, kenapa kau membolos?"
Suasana canggung perlahan mulai terasa kembali di antara mereka berdua. Hinata menarik sebelah sudut bibirnya, memaksa untuk tersenyum. Tidak ada gunanya dia mengelak, dia yakin Naruto adalah orang yang baik.
Gadis itu sedikit mengambil nafas sebelum menjawab, "Aku sedikit lelah akhir-akhir ini."
"Apa kau sakit?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Why ME? [SasuHina]
FanfictionHinata adalah seorang maid di kediaman keluarga Haruno. Dia sudah mengabdi selama bertahun tahun bersama kedua orangtuanya. Setelah kedua orangtuanya meninggal, Hinata hanya memiliki keluarga Haruno sebagai tempat untuk pulang. Hubungannya dengan no...