PROLOG

1.9K 148 18
                                    

Aneh. Daerah pertokoan di selatan pasar itu kelihatan sangat sepi. Motor sport yang ditumpangi dua remaja berseragam putih abu-abu itu berhenti di bawah pohon asam di sisi jalan. Pengendaranya yang memakai jaket balap kombinasi merah hitam mengangkat kaca helmnya dan mengedarkan pandangan ke sekeliling sekilas, "Lo yakin toko Bokap lo masih buka, Ma?"

Pemboncengnya turun dan melepas helm, "Toko Bokap tutup jam sembilan tiap akhir pekan. Santai aja kaliii."

"Gue anterin sampai atas, ya?" Cowok itu kelihatan khawatir.

"Nggak usah. Ntar dikirinya lo pacaran sama gue, malah berabe. Nggak bisa keluar belajar kelompok lagi!"

"Yah, kan Bokap lo kenal gue, Ma..."

"Udah nggak usah. Ntar Nyokap lo kelamaan nunggu di rumah sakit. Lo disuruh jemput pulang, kan?"

"Tapi lo gimana? Sepi kayak gini .... Ntar diculik gendruwo ganteng, gue musti bilang apa sama anak-anak?"

"Iisshh... jangan nakutin, ah! Udah cabut sana! Diomelin Nyokap, tahu rasa lo."

"Beneran nih, gak pa-pa? Lo berani, kan? Nggak cuma-cuma pura?"

"Noel... berisik amat sih! Cabut gih!" Si cewek tertawa dengan tingkah norak temannya.

"Oke sah... Kalau ada apa-apa lo telpon gue, ya.... Telpon gue juga kalau udah sampe rumah.... Sama kalau udah mau bobo.... Sama kalau lo bangun tengah malem .... Sama..."

"Iisshh.... Noel! Minggat sana, deh...!" Karima tertawa, melihat Noel memasang helmnya.

"Nggak pa-pa kali, perhatian dikit. Kan kita teman rasa pacar...."

Tangan lentik itu menempelak helm Noel ringan, "Sotoy, lo..."

"Gue cabut, ya?" motor Noel menyala.

"Oke.... jangan lupa print out laporan biologinya besok Senin."

"Nggak lupa. Langsung gue print ntar begitu sampe rumah. Telpon gue, Ma."

"Oke.... thanks, Noel."

Teman sekelasnya itu melambai dan memutar motor kembali ke arah dari mana mereka datang. Tinggallah ia dalam keremangan sendiri. Cahaya lampu jalan yang berpendar suram tidak mencukupi untuk membuat hati cerah dan bernyali. Karima segera memutar langkah memasuki gang kecil di sela-sela jajaran toko, berlanjut pada dua set tangga lebar yang mengantarnya ke lantai dua.

Tangan kanannya mengibas membuat jam di pergelangan menyala. Sekarang baru pukul setengah delapan, tapi kok sudah sepi begini? Biasanya masih ada warung soto dan toko sepeda yang buka di pasar itu. Sekarang bahkan kios reparasi radio dan jam serta konter-konter pulsa sudah tutup.

Karima berbelok di sudut, ke bagian toko yang menghadap jalan. Mendadak langkahnya terhenti melihat depan toko sparepart ayahnya gelap gulita. Sudah tutup? Tumben.

Kok nggak biasanya, sih?

Gimana sekarang?

Karima mengeluarkan ponsel, melihat kalau ada chat dari ayahnya. Nihil. Apa dia telpon Noel lagi saja?

Malu sih ... tapi ... gelap begini ... sendirian lagi....

Kenapa tadi malah sok berani? Harusnya dia terima waktu Noel menawarkan untuk mengantarnya sampai atas. Kan, kalau tahu toko sudah tutup, Noel bisa ngantar pulang sekalian, atau nemenin nunggu gojek. Tapi Noel juga harus jemput ibunya.... Karima nggak enak....

Pesan gojek aja kali, ya? Kasihan kalau Noel harus balik sini lagi.

Karima sibuk dengan ponsel beberapa menit kemudian, dan ia duduk menunggu di tangga lebar setelah melakukan konfirmasi dengan gojek pesanannya.

Lean On Me (Bersandarlah Padaku )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang