# update hari ini Dears. Happy RVC yaa #
***
Teriakan Titis membuat Igo berpaling dan menegakkan berdirinya. Remasannya pada rambut dan tangan Karima mengendur. Ia bergeser menjauh dari keponakannya dan memberikan isyarat telunjuk pada bibir, menatap kedua gadis itu bergantian.
Suara 'crekk' pelan terdengar dari tangannya yang lain, saat sebuah pisau lipat bermata panjang terhunus.
Igo menghentak gerakannya di depan Titis, membuat gadis itu ketakutan dan menghambur dari ambang pintu ke tempat Karima. Detik berikutnya Igo telah keluar dari kamar, sekali lagi memberikan isyarat telunjuk di bibirnya dan gerakan menyayat dengan pisau itu pada lehernya sendiri sebelum kemudian menutup pintu.
Karima dan Titis berpandangan. Tangis dan ketakutan membayang jelas di wajah masing-masing saat keduanya saling berpegangan tangan.
Mbak nggak pa-pa?
Kamu nggak pa-pa?
Pertanyaan itu terlempar dari pertukaran pandangan mereka, tetapi menjadi sebuah pertanyaan sia-sia karena mereka saling tahu tidak ada yang tidak apa-apa.
"Bang Fendra!! Kita harus bilang Bang Fendra!!" Titis berbisik. Wajahnya masih basah oleh ketakutan.
"Jangan!" Karima berteriak dalam bisikan yang sama, mencengkeram lengan gadis itu lebih erat, "Abang kamu bisa apa? Gimana kalau Om Igo nanti malah nyelakain dia? Om Igo suka nekat! Jangan libatin abang kamu dalam masalah ini!"
"Abang bisa lapor polisi!" Titis masih bersikeras, dan Karima mendesis di depannya.
"Jangan keras-keras! Orang itu mungkin masih di luar. Dia mungkin menguping untuk mencari tahu rencana kita."
Ketukan pintu terdengar di depan di susul suara Fendra yang mengucap salam, sementara Karima menelusur kontak di hpnya.
"Gimana kalau Titis pulang nanti? Mbak bakalan di rumah sama Om Igo saja?"
Rima menggeleng, menunggu panggilan tersambung di telinganya. "Aku akan menginap di rumah Nilam. Kamu jangan khawatir.... Halo... Nilam... lo bisa jemput gue sekarang, kan?" Tangis gadis itu pecah lagi di depan sahabatnya.
"Iya biasa.... Gue tunggu, Lam."
Karima menarik napas dan mengeringkan wajahnya begitu panggilan teleponnya berakhir. Ia memasang topeng ceria, mengulas senyum, lalu mengesut wajah Titis dengan tissue juga. "Sekarang kita akan keluar nemuin abang kamu.... Mudah-mudahan Om Igo sudah pergi...."
Karima berjingkat menuju pintu dan membukanya sekedar bisa untuk mengintip keluar. Titis tidak habis pikir kenapa mereka menyembunyikan ancaman sebesar itu dari abangnya. Benarkah Mbak Karima takut Bang Fendra akan dicelakai oleh orang itu? Lalu bagaimana dengan Mbak Karima sendiri?
Wajah cantik itu berpaling melihatnya dan mengangguk memberi isyarat kalau semua aman. Karima membuka jalan lebih lebar untuk mereka berdua, tetapi masih mencegat Titis di depan pintu, "Ingat..., jangan kasih tahu Fendra apapun soal ini. Kamu nggak kenal Omku, Tis.... Kamu harus tetap merahasiakan apa yang kamu lihat dan dengar barusan kalau nggak mau Fendra kenapa-napa. Oke?"
Ia mengangguk hanya agar Karima memberinya jalan. Teman abangnya itu tetap mendahului perjalanan mereka ke ruang tamu sampai pintu terbuka.
"Martabak...?"
Fendra tampak lebih bersih dan tampan dari penampilan biasanya, berdiri di tengah teras sambil mengangsurkan plastik berisi kotak martabak.
"Eh? Tahu aja orang lagi laper?" Karima menyambut kantong plastik itu dan membongkarnya bersama Titis di teras. Fendra menggeleng ketika kedua cewek itu menawari dengan mulut belepotan. Pandangannya terfokus pada motor RexMac yang terparkir sembarangan di samping rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lean On Me (Bersandarlah Padaku )
Random(18+ Rated for violences and harsh words - Rating 18+ untuk kekerasan dan ucapan kasar) Fendra, seorang montir komunitas motor yang berpengaruh, harus berurusan dengan cewek perfeksionis teman sekolah yang ternyata keponakan dari musuh besar kelompo...