6# Suddenly Stalker

455 91 9
                                    

# update an hari iniuntuk Lean on Me dears. Happy reading ya.... jangan lupa voemntnya#

****
Wawan melihat cowok berjaket kulit itu berdiri di tepi jalan sambil menekuri sesuatu. Rasanya seperti ada bongkahan batu panas yang dijejalkan ke dalam dadanya. Kapan lagi kesempatan seperti ini datang? Ia bisa membalaskan sakit hatinya dan menghajar montir itu tanpa ada yang menghentikan. Tidak akan ada yang tahu.

Kakinya sudah hampir bergerak menuruni lereng bukit, saat tangan Yok yang berdiri di samping mencengkeram muka jaketnya.

"Kita cuma disuruh mengawasi jalan ini kalau mungkin ada polisi atau orang-orang Rawak yang sok mau jadi pahlawan. Kalau lo mau bikin perhitungan sama dia, tunggu nanti kalau Pak Reii udah selesai sama mereka. Lagian kenapa lo musti susah-susah ngotorin tangan, kalau Pak Reii bisa gilas habis mereka?!"

Kepalan tangannya mengendur. Kawannya benar. Menghancurkan siapapun dan kelompok apapun bagi Pak Reii hanyalah masalah alasan, saat yang tepat, dan harga. Semua ada waktunya; balas dendamnya ada waktunya, dan cewek itu —siapapun dia— pasti akan menjadi miliknya pada waktunya.

"Ayo cabut. Pak Reii harus tahu kalau kerjaan orang baru itu nggak beres seperti yang dia katakan."

Mereka meninggalkan tepian tebing, melajukan motor masing-masing menembus petang yang semakin suram.

****

Igo tidak senang diatur dan diperintah. Memangnya siapa yang suka? Tapi orang ini masih saja bersikap sok kuasa, seolah semua geng di kota ini sudah takluk di bawah kakinya.

Matanya mengeriyip bersama rahang yang mengeras, melihat dua pria tegap bertato membukakan pintu gerbang untuknya. Igo membawa masuk mobil sewaannya dan memarkir secara sembarangan. Ia melirik ke kaca spion, melihat seorang wanita dalam pakaian kebaya jawa duduk di jok belakang dengan air mata berlinang dan sapu tangan menyumpal mulutnya.

"Lo tunggu di sini dan jangan macam-macam, kalau masih mau lihat anak lo lagi."

Ia keluar dan dua orang penjaga seketika berdiri di sisi kiri kanannya, membawanya dengan nyaris menggelandang memasuki bangunan besar di depan mereka.

Rumah tinggal Akihito Reii mungkin tidak tampak semewah tempat tinggal pengusaha-pengusaha asing lain yang bercokol di negara ini. Itu karena pria separuh Indonesia itu bukan pengusaha yang sebenarnya. Di siang hari ia mungkin tampak seperti pengusaha ekspor-impor yang mulai menanjak, tetapi di malam hari Reii adalah ketua kelompok mafia yang ambisius, culas dan kejam.

Setidaknya begitulah penilaian Igo sementara ini. Keberuntungannya untuk tidak sampai dipenggal oleh Reii Akihito hanyalah karena kelihaiannya memenuhi selera si pria Jepang dalam hal wanita.

Ia sampai di ruang pribadi Reii. Pintu gandanya dibuka pelan oleh dua preman lain yang menjaganya. Pria itu tengah membelai kucing kelabunya yang berbulu lebat. Sudah sebegitu bosannyakah Sang Juragan, sampai-sampai sekarang hanya membelai kucingnya?

"Bawa wanita di mobil tadi kemari," Igo berkata pelan pada orang yang mengikutinya. Mereka segera berbalik pergi begitu ia melangkah memasuki ruangan besar itu. Senyumnya tersungging lebar, "Ada alasan, kenapa gue dapat panggiln kehormatan seperti ini, Bang?"

Igo memulai dengan memutuskan keformalan di antara mereka, dan Reii menanggapi dengan sebuah kedipan; memberi isyarat seorang bodyguard untuk maju dan melayangkan tinju menghantam ulu hatinya.

Pria muda itu merunduk terbungkuk sebelum jatuh ke lantai. Sesak yang menyarang di perutnya menyebar menjadi rasa sakit yang membuat matanya berkunang-kunang. Ia mendengar batuknya sendiri, disusul rintihannya mencari nafas di antara rasa sakit.

Lean On Me (Bersandarlah Padaku )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang