10# Badai yang Terkubur

405 91 14
                                    

# Fendra dan Karima berkunjung Dears! Siapa yang kangen mereka ni?  RVC properly yaaaa.#

***
"Lo tu ajaib banget, ya, Ndra! Gue sampai nggak tahu musti ngomong apa." Amelia masih memelototi lembaran hasil ujian tengah semester dengan nama 'Fendra Aditama' di bagian identitas. Yang membuatnya terheran-heran adalah keterangan kelas yang menyatakan hasil ujian itu dilakukan di kelas 12 IPA 1, dan kolom nilai yang kesemuanya tidak ada yang melebihi angka empat.

Pemilik kertas hasil tes itu menunduk saja di sampingnya sambil menggaruk dahi. Amelia masih ingin percaya kalau perilaku ngotot Fendra pindah ke kelas IPA saat dia diusir wali kelas karena tidur beberapa minggu yang lalu, adalah suatu bentuk aksi protes terhadap kesewenang-wenangan Bu Intan. Tapi nekat mengikuti kelas IPA sampai ujian tengah semester....?

Sesuatu membuat anak ini berperilaku tidak waras!

"Terus gimana sekarang? Bu Intan udah ngasih ijin buat lo ikut ujian susulan?"

Pemilik poni panjang itu hanya mencebik mengiyakan. Matanya yang teduh dan dalam hampir tertutup sepenuhnya oleh anak-anak rambut di dahi. Mungkin seharusnya ia memotong rambut Fendra saat cowok itu tidur di kelas. Dia mungkin bakal berang, tapi jelas rambut yang lebih rapi tidak akan membawanya ke sidang guru BP lagi.

"Terus gimana materi pelajaran dua minggu terakhir selama lo didepak dari kelas sama Bu Intan?"

Fendra menganggap pertanyaannya sebagai pancingan. Cowok itu hanya melirik dengan senyum miring yang mengatakan 'Kan ada elo, Mel?', yang membuat Amelia mendengus, tetapi mendorong setumpuk bendel fotocopy-an ke hadapan anak ìtu. Amelia selalu tidak tega dengan orang lain, dan Fendra berhasil memanfaatkannya dengan baik.

"You are my savior, Mel! Nggak tahu deh gue kayak apa kalau nggak ada elo." Cowok itu menyeringai lebar, mengucapkan satu-satunya ungkapan Bahasa Inggris yang dia tahu sejak mereka masih SD.

"Gue juga udah ngerekam penjelasan guru-guru, nih." Ia mengangsurkan mini SDcard yang dikeluarkannya dari kantong seragam.

"Ya ampun.... lo emang malaikat, Mel."

Fendra membulatkan mata mengambil kartu kecil itu dari jarinya dan mulai memasangnya ke recorder yang selalu tergantung di leher. Ia khusyuk meng-copy rekaman audio dari SDcard ke memori recorder-nya.

"Nggak usah buru-buru, kali. Lo bawa aja kartunya. Isinya cuma rekaman guru semua, kok."

"Lo nggak make'?"

"Gue lebih enak kalau belajar sambil baca, Ndra. Gue tipe visual."

Cowok tegap itu menggumamkan anggukannya.

"Eh bentar, deh. Ada rekaman yang pas Pak Kosasih marah-marah di kelas itu, gara-gara Hendrix kebelet pipis.... Tanggal berapa, ya?"

Amelia mengambil alih benda di tangan Fendra dan mulai mencari, "Coba dengerin, deh.... Semuanya nahan tawa, gitu, sampai ada bunyi syerem...."

"Bunyi syerem apaan?!" Fendra penasaran, menatap sahabatnya saat cewek itu mengambil sebelah earbud-nya dan memasangkannya ke telinganya sendiri.

Mereka sama-sama mendengarkan Pak Kosasih —guru ekonomi— mengomeli semua orang tentang tata krama. Suara tawa tertahan terdengar di mana-mana, sampai akhirnya seseorang iseng membuat bunyi mirip kentut yang menyebabkan tawa meledak, menenggelamkan teriakan Pak Kosasih yang kebakaran rambut.

"Habis itu Pak Kos ngacir kabur. Nggak ngajar lagi sampai minggu berikutnya." Amelia terkekeh bersama Fendra, geli sekaligus miris pada keadaan kelas mereka yang seperti anak tiri berperilaku buruk.

Lean On Me (Bersandarlah Padaku )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang