Bawa aja gue pergi dari sini, Ndra....
Sekarang, siapa yang bisa dipercayai Karima? Selain orang ini.... yang entah untuk alasan apa, dia selalu berusaha ada untuknya; siang dan malam, cerah dan hujan. Bukan hanya hadir, dia berusaha mati-matian untuk selalu bisa diandalkan; sebagai teman, sebagai tukang ojek, sebagai bodyguard, sebagai detektif pribadi....
Atas tujuan apa? Atas alasan apa? Karima sama sekali tidak bisa memikirkan apa yang mungkin tersembunyi dalam benak Fendra.
Matahari sore mulai meredup ketika mereka sudah setengah jalan ke arah sekolah. Rumah Nilam ada di ujung barat persimpangan yang sebentar lagi akan mereka lalui. Tapi ia tidak bisa membawa Fendra dengan keadaan seperti ini ke rumah Nilam, kan? Tidak dengan wajah babak belurnya yang masih menitikkan darah. Orang tua Nilam bisa kena serangan jantung nanti!
"Stop sebentar di warung itu, Ndra!" ia menunjuk.
Dengan kerenyit samar di dahi, cowok itu melihatnya turun dan memasuki warung. Ia melewatkan beberapa menit dan kembali dengan dua cup minuman dingin dan setengah plastik pecahan es batu.
"Duduk dulu.... haus banget nih..." Rima menepuk pagar beton di depan warung makan, mengangsurkan cup berisi jus, dan juga kantong es batu yang dibungkusnya dengan beberapa lembar tissue, "Esnya buat ngompres itu..." ia menunjuk wajah Fendra dengan isyarat dagu, membuat cowok itu menarik muka.
"Ngopy paste ucapanku, ya?!"
Karima tidak bisa menahan kekeh kecil terlepas dari bibirnya. Ia memang sengaja meniru ucapan Fendra dari beberapa waktu sebelumnya.
Cowok itu duduk, bukan di bangku beton yang di dudukinya, tetapi di tepi emperan teras dekat kakinya. Sekilas mata coklatnya yang teduh melirik ke atas, sebelum kemudian mengernyit menahan dingin saat kantong es itu ditempelkan di atas memarnya.
"Kok ganti 'aku-kamu'? Nggak 'Lo-gue' lagi?" Karima bertanya dari antara bibir dan sedotan jusnya.
"Hngh? .... Ooh... awalnya nggak enak aja sama Pak Bajang kalau pakai 'lo- gue'. Kayak nggak sopan bicara 'lo-gue' di depan orang tua.Jadinya malah kebawa terus pake 'aku-kamu'.... Kenapa? Sia lebih suka dipanggil 'Siak'?" Alis cowok itu terangkat sebelah seperti memberi tantangan, tapi Karima hanya mendengus.
"Iddih!!"
"Jadi? Mau ke mana setelah ini?" Fendra bertanya setelah beberapa saat. Noda memar berdarah di wajahnya kelihatan lebih baik setelah dibersihkan dan dikompres. Sepertinya Igo memang tidak terlalu hebat berkelahi.
"Ke tempat Nilam, lah!"
"Sepanjang akhir pekan ini?" Fendra mengangkat tatapannya dan mereka bertemu pandang. Kemana lagi memangnya ia bisa pergi dalam situasi seperti ini? Nilam adalah sahabatnya yang paling dekat. Dia yang paling mengetahui situasinya dengan Igo selama ini. Tetapi Karima seperti bisa membaca pertanyaan lain dari tatapan Fendra,
Sepanjang akhir pekan ini?
Setelah itu?....
Masih mau pulang ke rumah itu lagi?
Atau mau selamanya tinggal di tempat Nilam?
Karima tidak bisa menjawab pertanyaan terselubung dalam tatapan Fendra. Ia juga menanyakan hal yang sama pada dirinya sendiri, tetapi juga tidak bisa menjawabnya. Kan tempo hari Fendra yang melarangnya memikirkan hari esok terlalu jauh. Ia hanya harus menjalani kehidupan setapak demi setapak. Tidak perlu berpikir terlalu jauh.
"Sorry ya, Ma. Aku nggak berhasil ngejar Igo dan dapetin tabungan kamu lagi..."
"Kan aku yang nyuruh kamu tinggal...." ia akhirnya mengikuti Fendra menggunakan 'aku-kamu'
KAMU SEDANG MEMBACA
Lean On Me (Bersandarlah Padaku )
Random(18+ Rated for violences and harsh words - Rating 18+ untuk kekerasan dan ucapan kasar) Fendra, seorang montir komunitas motor yang berpengaruh, harus berurusan dengan cewek perfeksionis teman sekolah yang ternyata keponakan dari musuh besar kelompo...