# update dears hadir buat kalian. RVC properly please. ....#
****
"Lo mau gue temenin? Sampai ayah lo kembali?"
Karima terkesiap melihat tatapan penuh kesungguhan itu. Tentu saja mendapat seseorang untuk menemani akan sangat melegakan. Bahkan ia tak perlu merasa takut lagi.
Tapi seorang Fendra...?
Mereka berdua bahkan sudah menyatakan dalam diam kalau tidak menyukai satu sama lain...
Dan bagaimana ia akan menerimanya? Di teras? Menyuruhnya masuk ke dalam? Sampai jam berapa dia akan menemaninya? Terakhir dia menengok HP, ini sudah pukul setengah sepuluh malam. Apakah Karima juga harus tinggal di teras menemaninya?
Tanpa sadar matanya berkitar dengan cepat mempertimbangkan semua pilihan, tetapi cowok itu justru tersenyum kecil, mendorong pintu pagar lebih lebar, "Masuk, gih.... Udah malam...."
Rima tertarik pegangannya sendiri di pagar besi itu dan mundur dua tindak memasuki halaman. Saat berikutnya, Fendra menarik jajaran besi itu menutup di antara mereka.
"Cuci muka, cuci kaki, sikat gigi.... Tadi makan harum manis banyak sekali, kan?.... Jangan lupa sholat isya', biar bisa tidur nyenyak."
"Gue ada di pos ronda situ..." ia menunjuk gardu siskamling yang berjarak tiga rumah di seberang jalan, "Lo bisa lihat gue dari jendela samping, kan? Kalau ada apa-apa, teriak aja ... atau telpon. Gue pasti datang...."
Di pos ronda?
"Kalau Igo datang atau ayah lo datang, gue pasti tahu duluan.... Lo nggak usah khawatir."
Kenapa nggak nunggu di teras aja? Beneran gue nggak pa-pa kok.... atau lo keberatan, ya, nunggu di teras?
Karima berpikir, tetapi kalimat itu hanya berhenti di benaknya. Ia bahkan tidak bisa berbicara melalui matanya, sampai kemudian Fendra merapatkan gerbang dan tersenyum dalam keremangan.
"Kunci saja gerbangnya. Pintu depan juga... Chat gue kalau lo belum bisa tidur...."
Kenapa?
Kenapa di saat seperti ini lidahnya justru kelu? Ia tak bisa bicara, tak bisa menawarkan sesuatu.... Apa susahnya bilang, 'Kenapa lo nggak nunggu di teras aja? Atau di dalam?
Gue bikinin kopi, ya? Ada nasi kuning juga. Gue yang masak. Lo belum makan nasi, kan?'Apa susahnya bilang seperti itu?
Apa susahnya menawarkan seperti itu?
Apakah karena hati kecilnya tahu....
"Udah, sana masuk...." Fendra tertawa kecil, menjauh dari pagar. "Nggak pantas cewek ngobrol sama cowok di pintu pagar larut malam gini, Ma..."
Hati kecilnya tahu Fendra nggak bakalan mau.
Sosok dengan tungkai panjang itu melangkah menjauh lebih dulu, menuntun motornya ke gardu ronda. Ia tidak berbalik atau melihatnya lagi, sampai akhirnya Karima masuk ke dalam rumah.
Tas ranselnya terlempar ke kursi panjang di ruang depan saat ia berjalan cepat menuju kamarnya. Cewek itu mengambil satu stel baju tidur dari lemari dan berlalu ke kamar mandi. Ia mencuci muka, cuci kaki dan sikat gigi tepat seperti perkataan Fendra. Lalu kembali ke kamarnya dan menggelar sajadah; sholat Isya dengan kecepatan luar biasa. Dalam sepuluh menit, Karima sudah menyeret selimut dan bantal serta boneka kelincinya ke kursi panjang di ruang depan.
Kakinya yang pendek berjinjit di atas kursi saat ia menyibak gorden sedikit dan mengintip melewati pagar ke arah pos ronda di sudut jalan. Pandangannya terhalang daun-daun kamboja di rumah tetangga sebelah. Tapi setelah beberapa menit mengamati, ia memang bisa menelusur pos ronda itu dengan jelas; Fendra tidak ada di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lean On Me (Bersandarlah Padaku )
Acak(18+ Rated for violences and harsh words - Rating 18+ untuk kekerasan dan ucapan kasar) Fendra, seorang montir komunitas motor yang berpengaruh, harus berurusan dengan cewek perfeksionis teman sekolah yang ternyata keponakan dari musuh besar kelompo...