Airin begitu menyadari tatapan penuh permusuhan Pandji pagi ini tapi ia abaikan. Tatapan yang menurut orang lain seram itu sebenarnya sangat lucu dan menggemaskan bagi Airin, karena ia tahu penyebabnya.
"Ada masalah apa Si Bos sama kamu?" bisik Roro penasaran.
Gadis itu mengulum senyum dan menggelengkan kepala, "nggak tahu juga." Pikirannya sejenak melayang pada kejadian malam itu...
Aku baru saja selesai menggosok gigi, membersihkan rasa jamu di mulutku. Walau tidak menyukainya tapi kuakui rasa nyeri di perut bawahku berkurang, sekarang aku ingin tidur, lelah seolah memukul tubuhku. Tak kusangka bercinta akan semelelahkan ini.
Tapi kemudian kulihat priaku berjalan dari arah berlawanan, walau tatapannya berhasil buatku tersipu kuabaikan saja dia. Jujur saja, walau nyeri di sekujur tubuhku hampir tak lagi terasa, tapi kupikir malam ini agak sedikit gerah, aku mudah gelisah terlebih jika Mas Pandji berada di dekatku. Jamunya tadi buat pegel linu, kan?
Malam terlalu sunyi, aku tidak ingin berdebat yang nantinya akan memancing rasa ingin tahu dari para pesuruh Mas Pandji. Jadi ketika ia mencoba menyeretku ke dalam kamarnya, aku hanya merapatkan bibir dan menggeleng. Kugunakan tangan yang lain untuk melepaskan diri tapi Mas Pandji tak kehabisan akal, ia justru ikut masuk ke dalam kamarku, ia pula yang mengunci pintunya.
Kami sempat berdebat di kamar, aku mengusirnya tapi dia keras kepala. Percuma saja. Kubiarkan ia tidur di sisiku setelah kutegaskan bahwa 'aku mau tidur beneran', kemudian kupunggungi dia.
Baru sepuluh menit dan ia mulai bergerak gelisah di belakangku. Berguling ke kiri dan kanan, membolak - balik bantal, bermain - main dengan tali tank top di pundakku, tetap kuabaikan saja. Hingga ia mendengus jengah.
Ia protes, kenapa sikapku dingin setelah yang kami lakukan siang tadi, sesuatu yang seharusnya membakar habis jiwa kami berdua, meruntuhkan segala macam penghalang, dan menjadikan kami satu. Mas Pandji tidak tahu saja kalau memang itu yang terjadi padaku dan aku takut.
Kukatakan bahwa apa yang terjadi tadi siang tidak lantas buatku memaafkannya. Aku menangis berhari - hari karena dia, tak akan kubiarkan dia merasa menang hanya karena satu siang yang luar biasa terjadi pada kami. Kamu harus berusaha dulu, Mas, kalau mau aku seperti dulu lagi.
Tentu saja ia tidak mau terima, kepalanya sedang panas, ia marah - marah tidak jelas tapi aku justru merasa geli. Begini ya kalau laki - laki nggak dikasih 'jatah'?
"Aku nggak usir kamu, tapi sekarang kita tidur," kataku dan dia mengajukan syarat bahwa ia tidak ingin 'diberi' punggung. Baik, kami sepakat.
Tidur hanya omong kosong. Aku sangat kepanasan entah kenapa, di luar masih ada sisa hujan dan angin semilir, tapi badanku seakan menuntut sesuatu yang bisa meredakan panas ini.
Aku mencoba membuka mata setelah berpura - pura tidur selama dua puluh menit yang sia - sia. Kuberanikan diri menyentuh dada telanjang Mas Pandji yang berada tepat di depan wajahku, kalau dia sudah tidur tidak mungkin terasa, kan?
Detak jantungnya begitu bersemangat memukul telapak tanganku, tidak seperti orang yang sedang tidur. Benar saja, ketika aku mendongak, kudapati ia membalas tatapanku. Ia mengusap rahangku dan aku membalasnya dengan sedikit senyum.
Aku tidak protes ketika ia mengecup bibirku, tapi aku juga tidak mengundangnya berbuat lebih. Aku hanya menawarkan senyumku lagi padanya tapi itu berhasil buat Mas Pandji gelap mata. Ia memindahkan bobot tubuhnya ke atasku, menahan tengkukku saat kami saling memagut.
Kalau sudah begini, tanggung rasanya menolak, lagi pula aku tidak tega, kayanya dia udah nggak tahan. Kubiarkan ia menguasaiku malam ini. Semoga saja tidak ada yang menguping karena suasananya begitu sunyi sementara aku dan Mas Pandji 'ramai' sendiri.
![](https://img.wattpad.com/cover/183474129-288-k769589.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Rhapsody
RomanceGenre cerita ini romance 21+ dengan sentuhan kearifan lokal. Tentang seorang darah biru bernama Raden Pandji pria yang dianugerahi semua unsur kelaki-lakian tak kurang satu apapun: rupawan, maskulin, bergairah, berstrata tinggi, cerdas, pemikat. Yan...