"Na, gimana sih perasaan kamu waktu tahu masa lalunya Mas Tria?"
Kata - kata Pandji mengendap di hati dan pikirannya. Ketika mengingat kembali sosok Raisa yang serba wah, kontan ia menjadi marah, menuduh bahwa semua itu berasal dari Pandji.
Baru dua hari ia resmi mengabaikan Pandji, dan itu bukan perkara mudah. Pria itu menghantuinya dengan pesan berisi rutinitas harian tanpa Airin minta.
'Mas makan ayam goreng nih sama si Djena dan Wanda. Tapi saya kangen ayam goreng buatan kamu.' – Pandji
Membaca pesan itu buat Airin mengulum senyum, tangannya gatal ingin segera membeli ayam di pasar dan memasak untuk makan malam kekasihnya. Tapi kemudian ia urungkan niat itu, harga dirinya tak sebanding dengan ayam goreng.
'Hari ini lembur mendadak, OB udah pulang, jadilah beli makan seadanya. Dapet nasi goreng pinggir jalan keras banget.' – Pandji
Pesan berikutnya buat Airin ingin menangis, apa aku sudah kelewatan ya cuekin Mas Pandji? Tapi sebelum ini Mas Pandji nggak pernah tunjukin kelemahannya sih, jadi kenapa pura - pura melas coba? Ia pun menyimpan ponselnya jauh - jauh agar tidak tergoda menghubungi pria itu.
'Si Wanda sama debiturnya cek cok lagi, sampai marah - marah ke kantor segala. Saya tawarin ganti AO, dianya nggak mau. Maunya sama Wanda, tapi protes melulu. Ngurusin mereka bikin saya kangen kamu.' – Pandji
Belum lagi saat kemarin ia dan teman kerjanya dikejutkan dengan hantaran makan siang dari resto di lantai atas. Berpikir itu dari om - om yang tempo hari main mata dengan Airin, ternyata pesan singkat dari Pandji mengonfirmasi dugaannya.
'Saya suka banget sama sushinya, nanti kalau kamu sudah nggak marah, kita makan di tempat ya.' - Pandji
Kejutan disusul saat salah satu temannya menyampaikan seikat bunga, "Rin, ada bunganya. Buat Airin, katanya."
Airin dapat merasakan desah iri teman - temannya, mereka semua cantik—outlet ini sangat ketat menyeleksi pegawainya—tapi belum ada yang seberuntung Airin.
Semua itu buar Airin tidak tahan, ia rindu Pandji. Sakit hatinya kemarin tak buat Airin menangis, tapi siksaan rindu hari ini berhasil membuat matanya bengkak. Merindukan pria itu yang membuatnya menangis, mau mengaku tapi malu, tidak mengaku malah tersiksa. Ia bingung.
Ia putuskan Isyana adalah orang yang tepat untuk bertanya. Tria kurang lebih memiliki masa lalu yang beragam pula jika dilihat dari hubungannya dengan Kumala yang epic walau kandas.
"Masa lalu ya?" wajah mungil Isyana semakin imut saat berpikir, sebenarnya dia belum cocok menjadi seorang istri, sungguh. Dengan Tria mereka lebih mirip adik-kakak yang jaraknya jauh. "Kesal dan kecewa tuh pasti ada, Rin. Kita kan masih muda, masih idealis, mikirnya kalau jodoh kita tuh semua - semuanya harus bareng kita. Padahal bukan begitu kenyataannya,"
"balik lagi ke diri aku sendiri." Isyana merendahkan suaranya hingga berbisik, "waktu sekolah dulu aku pernah ciuman di bibir lho."
Airin mengerjap, bukan takjub tapi bingung. Lah, terus kenapa kalau ciuman bibir doang?
"Jadi dia seniorku di klub debat. Kita udah kaya adik kakak saling perhatian gitu berbulan - bulan. Sampai akhirnya dia dapat beasiswa studi ke Kairo ya udah kita kaya melow gitu. Pas dia mau pergi, dia cium aku. Ciuman pertamaku."
"..." Airin masih menunggu intinya, memberi kesempatan orang lain bernostalgia mungkin dapat pahala.
"Sekarang kaya ada perasaan bersalah gitu, Rin. Bibirku ini pernah dicicipi cowok lain sebelum suamiku, pengennya aku benar - benar belum tersentuh untuk Mas Tria, tapi aku udah nggak bisa merubah itu, kejadiannya udah lewat. Dari situ aku berusaha memaklumi masa lalu orang lain, termasuk masa lalu Mas Tria. Selama itu kejadiannya sebelum sama aku, aku cuma bisa sabar dan berusaha memaklumi. Tapi kalau pas udah bersama pasti aku ngambek dan marah - marah, sebelum akhirnya aku memaafkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Rhapsody
RomanceGenre cerita ini romance 21+ dengan sentuhan kearifan lokal. Tentang seorang darah biru bernama Raden Pandji pria yang dianugerahi semua unsur kelaki-lakian tak kurang satu apapun: rupawan, maskulin, bergairah, berstrata tinggi, cerdas, pemikat. Yan...