(4) Takdir sih!

44.9K 4.5K 481
                                    

Walau dengan perasaan super kesal, Airin tetap merapikan kasur gulung yang akan ia pakai malam nanti, ia melirik pada kasur gulung milik Gyandra yang masih tidak tersentuh dan berusaha untuk tidak peduli. Malam ini mereka akan mulai hidup dalam perjuangan yang sebenarnya. Gyandra harus belajar mandiri jika ingin bertahan.

Setelah itu ia mengambil bungkusan nasi goreng yang dibelinya di pinggir jalan. Ia harus tetap hidup jika ingin menyelesaikan urusan ini. Tujuan Airin tidak muluk, setelah balik modal ia akan segera angkat kaki dari bisnis malapetaka ini. Ia berjanji.

Sebaliknya, Gyandra yang super optimis kali ini seperti kehilangan arah, ia terus menggenggam ponselnya dan menanti bala bantuan yang tak kunjung datang.

Tapi kemudian ponsel itu berdering, Gyandra belum mengucapkan sepatah kata pun, ia hanya diam mencermati setiap kata yang diucapkan si penelepon.

"Gue baru pulang kerja. Lo dateng ke rumah sekarang, buat gue percaya alasan lo butuh tempat tinggal, buat gue berubah pikiran dan mau bantuin lo, atau mending lo pulang ke rumah bareng Ibu, nggak usah kuliah sekalian!"

Gyandra melirik Airin yang sedang makan dengan lahap, "oke, gue bawa sesuatu yang bisa mengubah pikiran lo."

Gyandra dan Airin berjalan melewati pos penjagaan, setelah laporan mereka diijinkan masuk ke kawasan perumahan itu. Lumayan jauh dan melelahkan karena mereka menggunakan angkot, sepeser uang sangat berharga bagi Airin saat ini, ia menolak menggunakan taksi online.

Gyandra melirik temannya yang polos, Airin menggenggam kantong berisi nasi dan ayam bakar yang dijual di dekat kampus dengan harga mahasiswa. Ia membeli itu untuk kakak Gyandra. Si polos Airin berpikir, karena kakaknya baru pulang kerja tentu saja belum sempat makan. Padahal saat Airin mengusulkan ide membawakan ayam-dekat-kampus Gyandra memikirkan jenis 'ayam' yang berbeda. 'Ayam' yang tentu saja lebih disukai kakaknya.

"Jadi kakakku ini orangnya asyik banget. Biasanya sih kalau aku butuh pendapat soal sepatu, dia ahlinya." Gyandra memecah keheningan.

"Oh... seru ya, bisa gitu."

"Kamu nggak perlu sungkan, dia orangnya perhatian kok, cuma kaya nggak mau kelihatan perhatian aja. Gengsi gitulah."

"Udah nikah?"

"Belum," Gyandra bergidik teringat tunangan kakaknya, "padahal udah tua. Kayanya terlalu sibuk sama karir. Karirnya bagus sih."

Airin tersenyum paham, "persis seperti itu yang aku mau, Gy. Kalau karir bagus kita bisa bantu - bantu orang lain, seperti kakak kamu sekarang."

"Kamu nggak masalah telat nikah? Perempuan lho, Rin!" Gyandra mengingatkan.

"Nggak masalah," Airin menggeleng, "kalau memang jodoh kan pasti ketemu. Asal, kalau jodohnya udah datang, jangan ditolak. Bisa jadi perawan tua."

Gyandra menyeringai bodoh, "oh... bener, bener, bener!"

Airin menahan lidah saat akan menjilat bibirnya yang berlapis lipgloss rasa buah, ia mengernyit bingung, "Gy, kenapa tadi aku harus pakai lipgloss?"

Pandangan Gyandra turun sebentar ke bibir Airin yang berkilau, sejenak merasa bersalah, ia memalingkan wajah kembali ke depan. "Tadi bibir kamu kering banget. Agak terkelupas."

Airin merapatkan bibir lalu terkekeh pelan, "makasih ya, udah diingetin. Belakangan sering lupa."

Diam - diam Gyandra meringis dalam hati, yah... dia pakai bilang makasih lagi!

"Kakakmu udah tahu kalau aku juga mau datang?"

"Em... belum sih. Ini baru mau bilang."

Airin mengerutkan hidungnya mengingat kembali kondisi kamar darurat mereka yang bisa dibilang tidak layak. "Semoga aja kakakmu nggak keberatan ya, Gy. Aku bisa bantu - bantu dia masak, atau bersih - bersih rumah, atau cuci baju. Bilang aja, aku bersedia."

Romantic RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang