"Lo hangover, Ji?"
Gyandra cemas memperhatikan wajah kusut kakaknya pagi ini. Sebentar lagi ia akan mengantarkan Pandji ke bandara, pria itu akan kembali ke Bali.
Pandji menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa sembari memijat pangkal hidungnya, ia hanya merasa sedikit pusing.
"Sebenarnya ada apa sih, Ji?" Gyandra duduk di sisi kakaknya, tetiba saja ingin memanfaatkan waktu mereka yang tidak banyak untuk membicarakan hal yang mungkin penting. "Ada yang lo tutupin dari gue?"
Seketika Pandji melirik Gyandra sejenak sebelum kembali memejamkan matanya.
"Lo kelihatan bahagia waktu acara tujuh bulanan Kartika, lo juga ikut senang temani dia lahiran, gue pikir lo udah bisa nerima kenyataan. Tapi kenapa lo jadi berantakan?"
"Gue nggak sedih, gue mabok." Melihat Gyandra hanya mengedikan bahunya, Pandji balas bertanya, "lo suka sama Arlan?"
Sikap tak acuh Gyandra berbalik menjadi gugup, ia berusaha menghindari perhatian sang kakak, "nggak, cuma temen aja."
"Kalau lo suka, bawa dia menghadap gue. Mau gue tanyain dia serius nggak sama lo."
Gyandra langsung terbelalak, "dih, ngapain. Malu - maluin gue aja lo." Tapi kemudian ia mengernyit curiga memandang pandji, "kenapa? Lo takut Si Arab balik ke Airin?"
"..." Pandji diam. Bukan itu masalahnya, Pandji yakin Airin tidak akan mudah berpaling darinya. Tapi ia akan mempertimbangkan Arlan masuk ke daftar ancaman.
"Dari yang gue lihat sih, kayanya Arlan mau - mau aja kalau Airinnya mau juga." Gyandra berdusta, mencoba memancing reaksi kakaknya, sejujurnya ia sendiri tidak tahu bagaimana perasaan Arlan.
Pandji langsung melirik tajam adiknya, sekarang ia resmi memasukan Arlan ke dalam daftar ancaman. Tapi Gyandra bertahan, ia sudah biasa diintimidasi kakaknya.
"Bilang aja ke Arlan kalau Airin udah gue apa - apain sampai nggak ada sisanya buat dia. Pasti dia mundur."
Lubang hidung Gyandra mengembang, seketika ia marah dan mengepalkan tangannya di udara, "Ji, gue pengen banget nampol muka lo dari kemarin - kemarin-" Pandji tidak mundur sedikit pun seakan lebih siap menerima luka fisik dibandingkan luka batin, "kalo emang teman gue udah lo apa - apain sampai nggak bersisa, kenapa lo tetap pilih Mak Lampir?"
"Demi Ibu," jawab Pandji tegas.
Gyandra terperangah, lantas ia duduk mendekat pada kakaknya, "Ji, kalau nanti gue nemu cowok yang gue suka tapi bukan darah biru, apa lo juga bakal jegal usaha gue buat nikahi dia?"
Pria itu hanya menatap Gyandra penuh pertimbangan, batinnya sedang bertarung apakah akan mengungkapkan kebenaran atau menutupinya seperti yang dilakukan Den Ayu.
"Kalau nanti ada cowok yang serius sama lo, gue usahain Ibu nggak ikut campur selain beri restu."
"Terus lo sendiri kenapa nggak usahain hubungan kalian?"
"Gy..." Pandji menghela napas dalam - dalam, ia menyentuh tangan Gyandra lalu menatap matanya, "lo udah cukup dewasa, dan gue rasa lo perlu tahu sesuatu..."
***
Gyandra menyeka wajahnya yang basah lebih dari sekali saat duduk di sudut kafe milik Arlan, kebetulan pria itu sedang sibuk mengurus pengiriman biji kopi jadi hanya ia dan Yuta di sana.
"Udah, jangan nangis. Ntar dikiranya gue mesumin lo lagi."
Gyandra memejamkan matanya yang panas sejenak, "kok lo nggak bilang soal ini sih?"
"..." Yuta diam, tak tahu harus memberi alasan apa.
"Jadi ini yang buat lo diam beberapa waktu belakangan?" Gyandra mengernyit, "aneh juga sih, lo yang biasanya antusias jodohin kakak gue sama Airin tiba - tiba kicep saat mereka putus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Romantic Rhapsody
RomanceGenre cerita ini romance 21+ dengan sentuhan kearifan lokal. Tentang seorang darah biru bernama Raden Pandji pria yang dianugerahi semua unsur kelaki-lakian tak kurang satu apapun: rupawan, maskulin, bergairah, berstrata tinggi, cerdas, pemikat. Yan...