(3) Masalah itu bernama Gyandra

56.3K 4.6K 413
                                    

Airin baru saja menggerai rambut setelah mengembalikan setelan kebaya vendor. Ia berjalan ke arah parkiran mobil karena harus bergegas pulang, mengemasi barang - barangnya dan menempuh perjalanan kembali ke kosan. Masa depan menanti diperjuangkan.

Tapi Pandji bersandar di mobilnya sambil mengisap rokok. Apakah salah jika Airin berpikir pria itu sengaja mengikutinya? Ada sedikit rasa senang tapi juga kesal. Kesal karena dirinya merasa senang dikejar pacar orang, dan kesal lagi karena bagaimana bisa Pandji mendatanginya sementara kekasihnya berada tak jauh di dalam gedung?

"Mas?" sapa Airin lalu sengaja memencet tombol di kunci mobil sehingga lampunya berkedip dan Pandji berdiri tegak.

"Loh, mobil kamu, Rin?"

Hah, dia nggak tahu? Pikir Airin geli, takdir lagi? Pasti bukan!

"Iya, Mas." Airin berjalan ke samping pintu kemudinya.

"Kok buru - buru?" tanya Pandji setelah menginjak puntung rokoknya.

"Iya, harus pulang. Harus balik juga ke kosan. Besok ada kuliah." Airin membuka pintu penumpang di belakang lalu melempar tas besar yang tadinya berisi baju.

"Nanti malam nggak ikutan after party dong?" tanya Pandji lagi dan Airin menggeleng, "kenapa nggak balik besok pagi aja?"

Airin melirik sekilas ke arah gedung lalu kembali pada jajaran kancing di baju Pandji, "capek, Mas. Lagian ke acara begitu sendirian nggak asyik."

Ketika pria itu diam dengan tatapan spekulatif diarahkan padanya, Airin membuka pintu, "duluan ya, Mas!"

"Rin-" sela Pandji sebelum satu kaki Airin dipindahkan ke dalam mobil, "gimana caranya saya bisa hubungi kamu?"

Sesuai dugaannya, gadis itu mengerjapkan bulu mata panjang itu, "memangnya ada apa, Mas?"

Tapi Pandji tidak menjawab dan hanya menatapnya, menunggu.

Airin tampak berpikir ketika mengalihkan pandangan ke arah jalan, ia kembali menatap wajah tampan Pandji dan tersenyum, "nggak usah, Mas."

Kemudian Pandji membiarkannya masuk ke dalam mobil dan tak menunggu lama untuk mendengar mesinnya menyala. Pandji masih berdiri di sana, tak beranjak sesenti pun ketika kaca mobil Airin diturunkan. Gadis itu mendongak menatapnya, ia terlihat ragu saat ketika lidah merah mudanya bergerak membasahi bibir.

"Cewek itu siapa, Mas?"

Pandji terdiam, apakah tadi ia mendengar nada posesif? Ah, itu pasti ilusinya saja. Apa hak Airin posesif padanya, ya kan?

"Tunangan saya," jawab Pandji apa adanya. Ia tak pernah menutupi statusnya selama ini, dan ia tak ingin membohongi Airin walau ia tahu gadis itu akan kecewa. Seperti yang ia lihat sekarang, senyum di bibir Airin menyiratkan... kekecewaan walau tidak dalam.

"Selamat tinggal, Mas!" Airin mengucapkannya sembari menginjak pedal gas pelan meninggalkan area parkir.

Pandji mengeluarkan sebatang rokok lagi sembari menggerutu, "cewek baper."

Airin melirik Pandji melalui kaca spion, pria itu mulai menyulut rokoknya lagi. Ya Tuhan, kalau memang bukan jodoh, tolong jangan pertemukan lagi. Tapi kalau sampai kami bertemu lagi, aku anggap dia jodohku, aku nggak mau tahu!

***

"Sudah diperiksa, Rin?" tanya Danarhadi dengan berwibawa seperti biasa.

"Sudah, Yah," jawab Airin patuh setelah tadi memastikan saldo di m-bankingnya berlipat menjadi lima belas juta untuk berbagai keperluan pembayaran.

"Selesaikan tugas kamu tepat waktu. Ayah nggak mau dengar kuliah kamu molor dengan alasan dosennya galak atau apapun."

Tiba - tiba saja pundak Airin seperti menanggung beban berat karena dosennya memang killer.

Romantic RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang