DUA

31.4K 1.2K 7
                                    

DUA

Hati Arumi hancur melihat hal laknat yang di lakukan oleh sang Papa dengan adik sepupunya. Mereka bercinta tanpa malu, dan takut di atas kursi lusuh yang berada di ruang tamu.

Hatinya juga semakin hancur di kala ia mengadu pada sang Mama, tapi malah tamparan keras dan ucapan kasar yang ia dapatkan di pagi harinya.

Mamanya tidak percaya padanya!

Sekuat tenaga ia meyakinkan mamanya, bahwa papanya berkhianat dan bermain kotor dengan adik sepupunya sendiri. Mamanya menolak keras tentang apa yang ia ucapkan tentang papanya.

Papanya juga membela dirinya sendiri, bahkan laki-laki yang telah membuatnya ada di dunia ini mengelak dengan lihay dan memarahinya bahkan memukul mulutnya, setelah mamanya bertanya langsung pada papanya.

Arumi kecewa dan marah pada papanya, membuat ia yang baru saja memijakkan kaki di rumah setelah sekian tahun ia mengenyam pendidikan menengah atas di kota berkat beasiswanya, perempuan berparas cantik dan ayu itu kembali meninggalkan rumahnya menuju kota.

Mengadu nasib di sana, berharap ia bisa mendapat pekerjaan dan bisa kuliah sambil bekerja.

Tapi, nasib baik sepertinya masih enggan menyapanya, ia begitu sulit mendapat pekerjaan yang layak, dan baik. Ia bekerja sebagai tukang cuci piring dengan gaji sedikit bahkan tidak cukup untuk menyambung hidupnya selama sebulan.

Lalu, tiga bulan kemudian, wanita bertubuh mungil dengan paras yang lugu, menjadi peri-nya. Menyelamatkan Arumi dari kemelaratan yang berkepanjangan. Menawarkan sebuah pekerjaan dengan gaji yang menggiurkan. Cukup menjadi pembantu di rumahnya, Arumi bisa mendapat uang tiga juta sebulannya.

Arumi dengan wajah yang bersinar senang, mengangguk mantap akan tawaran dari wanita mungil itu.

Tapi...

Arumi menyesali keputusannya untuk menjadi pembantu di rumah wanita itu.

Karena selanjutnya, hdup Arumi mengalami kesulitan panjang dan penuh hina, setelah ia bergabung di rumah itu,

Puncaknya....

Malam itu...

Rumah yang begitu megah dan besar itu mengadakan pengajian dengan mengundang para tetangga di sekitar komplek dan para anak yatim. Berharap sang Tuan dan Nyonya rumah mendapat anak segera dengan bantuan doa para anak yatim, dan tetangganya.

Membuat rumah berantakan, banyak piring kotor, dan Arumi harus lembur sampai pagi untuk membereskan semuanya.

Di saat Arumi dengan telaten menggosok piring kotor.

Ada sepasang tangan kekar yang tiba-tiba melingkari perut rampingnya dengan posessive.

Tidak di situ saja, aroma minuman keras menguar, menyapa idera penciuman Arumi dalam, sampai-sampai Arumi ingin muntah di buatnya.

Arumi melirik takut-takut di bawah sana, tepatnya perutnya. Kedua tangan kekar putih pucat dengan sedikit bulu yang merimbuninya. Arumi mengenali tangan itu.

Arumi menegang, "Tolong! Lepaskan tangan anda dari perut saya,"bisik Arumi gemetar.

Tangan kekar itu semakin mengeratkan lilitannya.

"Nggak akan! Jangan harap gadis sialan!"Bisik laki-laki itu sinis.

"Kamu murahan."Ucapnya dengan nada pahit kali ini.

Mendengar kata murahan untuk dirinya, air mata begitu cepat mengumpul lalu tumpah membasahi pipinya.

"Tidak! Saya tidak seperti itu, "Pekik Arumi tidak terima dengan tangan yang telah meronta kuat, berharap belitan tangan sang majikan segera terlepas dari perutnya.

"Kamu murahan!"Ucap laki-laki itu lgi dengan sinis.

Tangan laki-laki itu telah merayap kurang ajar, Arumi resah. Arumi sudah meronta sekuat tenaga tapi dia nggak berdaya, tuannya begitu erat memeluknya dari belakang.

"Lepaskan! Atau saya akan teriak sekencang mungkin."gertak Arumi dengan nada serius.

Tapi di balas dengan kekehan lucu oleh sang Tuan.

"Silahkan. Aku bisa membalikan keadaan. Semua orang sudah pada tidur. Mereka sangat lelap. Mereka capek seharian ini."Ucap Sang Tuan dengan nada ejeknya.

Arumi membeku. Arumi yakin, apabila dia berteriak, pasti semua orang langsung akan bangun. Tapi..tapi Arumi takut laki-laki di belakangnya ini membalikkan keadaan. Arumi hanya seorang pembantu. Jelas, ucapan sang Tuan'lah yang akan selalu benar. Ia yang lemah, dan rendah tidak akan menang dan mampu melawan sang Tuan tanpa bukti kuat.

"Diam. Kenapa diam? Ayo teriak sialan!"Desis laki-laki itu lagi sinis.

Arumi menahan nafasnya kuat. Hembusan nafas sang Tuan, membuat Arumi ingin muntah. Bau minuman keras.

"Anda mau apa? Tolong lepaskan tangan anda dari perut saya."bisik Arumi sopan setelah perempuan itu berhasil menormalkan pernafasan dan suaranya.

"Mel*chakan kamu."jawab suara itu santai.

Arumi semakin menegang, dua detik Arumi tidak hanya menegang, tapi wanita itu merasa merinding di kala mulut yang berbau minuman keras itu mengecup lama tengkuknya.

"Halus."desah suara sang Tuan lirih.

"Lepaskan mulut Anda dari tengkuk saya."geram Arumi menahan suaranya.

Laki-laki itu abai, bahkan kini mulutnya dengan lancang mengecup daun telinga Arumi.

Arumi semakin gemetar, mata indahnya yang teduh, melirik kearah pisau dapur yang berada di depan perutnya.

Dengan tangan yang gemetar, dan susah payah, Arumi berusaha menggapai pisau mengkilat itu. Berhasil. Arumi telah menggenggam pisau dapur tajam itu dengan erat.

Di saat mulut yang berbau minuman keras itu, kembali mengecup bash tengkukknya. Di saat itu pula Arumi menggores tangan putih pucat itu dengan tekanan yang cukup keras.

"Arrggg!"Raung Sang Tuan tertahan.

Spontan kedua tangannya melepaskan lilitannya di perut Arumi lalu melangkah mundur.

Darah begitu cepat menetes mengotori lantai.

"Auwh! Sakit."rintih sang Tuan penuh kesakitan.

Arumi dengan tubuh gemetar mencoba berlari sekuat tenaga.

Tapi, belum empat langkah ia berlari, tubuhnya terpental keras, jatuh dengan menyedihkan di atas lantai yang bertabur darah sang Tuan.

"Kamu memang sialan!"Ucap Sang Tuan dengan mata yang berkilat marah.

Perlawanan esktrem Arumi dengan menggores tangan sang Tuan, membuat laki-laki itu marah dan kalap.

Arumi tak berdaya setelah kedua tangan dan kakinya di ikat kuatoleh sang Tuan dengan tali ravia.

Arumi tidak berdaya, di saat laki-laki kejam itu berbuat sesukanya pada raga yang telah ia jaga selama ini dengan keadaan tangan dan kedua kaki yang masih di ikat bagai binatang.

Arumi hancur, semakin hancur di saat dokter mengatakan.

Selamat. Anda hamil dua bulan.

"Oh Tuhan..kenapa engkau begitu kejam? Kenapa aku harus meneguk karma pahit, karena kelakuan bejat Ayahku?"

Cup

Arumi tersentak dari lamunan panjangnya yang menyedihkan, di kala ada mulut hangat dengan bibir yang basah, menyapa lembut tengkuknya.

"Melamun lagi?"desis suara itu sinis dengan mata yang memancarkan sinar tidak suka yang mendalam.

Arumi menahan isak tangisnya sebisa mungkin.

Sial. Orang kejam yang dia lamunkan sedari tadi, ternyata datang mengunjunginya hari ini.

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang