TUJUH

14.6K 859 8
                                    

TUJUH

Alex menatap Arum penuh peringatan dengan tangan yang sesekali menyuapkan dalam porsi besar ice cream ke dalam mulutnya gemas. Sampai-sampai mulut Alex belepotan oleh ice cream membuat Arum siaga, dan telaten membersihkan mulut anaknya dengan tisu.

Saat ini, Alex, dan Arum tengah berada di mall, dan tengah duduk dalam salah satu stand Ice cream. Benar saja, Alex ngambek bahkan anak itu tidak ingin berangkat sekolah karena di tinggal pergi oleh papanya. Alex menangis bagai balita, menggulirkan badannya kiri kanan di lantai berharap sang mama merekam aksinya, lalu mengirim video ia yang tengah nangis sesugukan pada papanya seperti yang sudah-sudah penah ia lakukan, dan berhasil menarik papanya pulang, tapi kali ini nihil. Ponsel papanya tidak aktif. Membuat Alex dengan kesal, menghentikan aksinya, dan meminta maaf pada mamanya karena ia telah berisik, dan membuat mamanya kewalahan menghentikam tangisannya di pagi hari.

Arum membawa anaknya jalan-jalan untuk menyenangkan hati anaknya. Arum tidak peduli walau Ibra melarang ia keluar rumah tanpa pengawasan dari laki-laki itu atau supir, Arum kabur tanpa sepengatahuan supir kepercayaan Ibra.

Tapi Alex terlihat kesal, dan tak suka di saat Arum mengobrol dengan Bagus, sahabat baik Arum yang mengetahui segala apa yang sudah terjadi pada Arum di masa lalu maupun sekarang. Bagus adalah tempat keluh kesah Arum selama ini. Tapi sayang, Alex selalu memusuhi Bagus.

"Mama..."Alex merengek sambil mengguncang tangan Arum lembut agar Arum menghentikan obrolannya dengan Bagus.

"Ya, Sayang. Ada apa? Mau pipis?"Arum menoleh lembut pada Alex. Anaknya kalau makan ice cream pasti akan minta pipis, selalu begitu setiap Alex makan makanan yang mengandung banyak air.

"Nggak. Nggak mau pipis mama."Alex menggelengkan kepalanya keras.

"Lalu? Mau nambah? Nggak boleh, nanti malam Alex ngompol."Ucap Arum keras dengan nada penuh peringatan.

Alex? Seketika wajah anak yang berusia sebelas tahun itu memerah, lalu kepalanya menoleh ke kiri kanan.

"Mama...jangan keras-keras. Alex malu."Alex mencicit dengan kepala yang menunduk.

Arum menahan tawanya sebisa mungkin.

"Anak SD wajar masih ngompol. Ngapain malu?"Ucap Bagus menggoda.

Alex seketika mengangkat kepalanya lalu anak itu memandang memincing, dan tak suka pada Bagus.

"Om nggak boleh ngomong! Alex nggak mau ngomong sama Om!" Pekik Alex tertahan.

Bagus menggelengkan kepalanya takjub.

"Rum, semuanya anakmu mengambil sifat dan fisik Ibra."Ucap Bagus pelan.

Arum mengangguk lesu, membenarkan ucapan Bagus barusan.

"Mama..nggak boleh selingkuh. Kata papa jangan biarkan mama ngobrol sama laki-laki lain."Alex berucap pelan dengan nada ragu-ragunya.

"Nanti mama di ambil dari Alex sama papa."cicit Alex lagi pelan.

Alex terlihat memilin-milin tangannya takut. Pasalnya, papanya melarang Alex membuka rahasia barusan.

Alex bukannya nggak suka sama Om Bagus, Alex suka. Tapi, kata papa, jangan biarkan mama ngomong sama laki-laki lain selain Alex, Papa, dan Om Beni supir Alex, nanti selingkuh terus lupa sama Alex, dan Papa. Makanya Alex nggak suka mama, dan Om bagus ngobrol. Alex takut mamanya akan di ambil Om Bagus. Pokoknya jangan kasih jalan buat mama ngobrol sama laki-laki lain. Pesan papa pada Alex di setiap papanya pulang.

Arum terpaku mendengar ucapan anaknya barusan, begitupun dengan Bagus yang berada di samping kiri Arum.

"Arum...kamu harus berusaha menjelaskan semuanya pada Ibra. Ibra sangat mencintai kamu. Tuhan memberi jalan, tanpa di duga kamu bisa menjdi pembantu di rumahnya, lalu hamil sekali lagi. Semuanya sepertinya telah di atur rapi oleh Tuhan. Dia bajingan dulu, waktu smpnya. Sejak SMA, dia mengenal kamu, dan berhubungan dengan kamu, dia berubah, dia cinta kamu. Kasian anakmu."bisik Agus pelan dengan kepala yang melongok dekat kearah telinga, Arum. Takut bisikannya di dengar oleh Alex yang masih setia menunduk.

Arum, dengan pelan memutar kepalanya kearah Bagus. Arum menatap nanar Bagus.

"Dia sudah jadi milik orang. Aku nggak mau merebut milik orang, Bagus. Aku...aku yang akan mengalah, dan mundur bersama anakku."bisik Arum pelan.

Hati Bagus bergetar mendengar bisikan pahit Arum barusan. Tapi, Bagus tidak bisa melakukan apa-apa untuk Arum. Semuanya rumit, Bagus sangat jauh di bawah Ibra, Bagus tidak bisa melawan Ibra, lalu membantu Arum lebih.

Bagus berharap, semoga orang yang membuat Ibra salah paham, sadar, dan mau membuka mulutnya, menjelaskan semua kesalahpahaman itu pada Ibra. Kasian Arum, dan Anaknya.

Sangat menyedihkan!

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang