DUA PULUH LIMA

11K 662 8
                                    

DUA PULUH LIMA

Arum menghembuskan nafasnya lega, melihat Alex yang saat ini telah berada di atas pangkuan Raja. Alex terlihat menenggelamkan kepalanya di dada bidang Raja, ada isak tergugu yang di tangkap Arum dari mulut anaknya.

Alex tanpa permisi, menendang kasar pintu rumah Raja, lalu anak itu tanpa permisi menubruk tubuh kaget Raja yang tengah duduk di sofa menunggui kedatangan mereka berdua tadi. Raja mengelus dada melihat tingakh anak Ibra tadi.

Sedang Arum, wanita itu menggelengkan kepalanya melihat tingkah Alex yang tidak punya rasa takut sedikit'pun. Padahal Raja baru pertama anak itu jumpai hari ini. Berani sekali ia memeluk raja, lalu naik di atas pangkuan Raja tanpa pamit. Tapi Raja sudah lama mengenal Alex, lewat foto-foto yang selalu Arum kirim untuk Abel, foto perkembangan Alex, adeknya, dan papanya, Ibra. Abel setiap bulan bahkan setiap saat selalu meminta dengan malu-malu foto yang berisi aktifitas papa, dan adiknya. Oh, iya, Abel mengetahui segalanya. Abel sudah besar, dan bisa mengerti. Abel tau, mama, dan papanya tidak akur karena kesalahpahaman, lebih tepatnya, Arum yang sengaja melakukan kesalahan besar agar papanya membenci mamanya, Abel tau kalau Ibra juga sudah menikah dengan wanita lain, Abel tau kalau mamanya hanya isteri siri papanya, Abel tau kalau ia juga memiliki adik tiri, Abel tau kalau Papanya menganggap mamanya hanya'lah sebagai pembantu. Abel sedikit sakit hati akan perlakuan papanya terhadap mamanya. Tapi Abel tidak mau munafik, rasa benci Abel lebih besar rasa sayangnya untuk Papanya. Karena kata mama, Papa orang baik, nggak berniat melakukan hal yang membuat mamanya sakit hati. Kata Mama, Papa, papanya yang jahat, kakek Alison, yang tidak merestui mama, dan papanya. Abel benci pada laki-laki tua itu, walau Arum sudah melarang keras agar Abel jangan membenci siapapun. Termasuk sang kakek, Alison.

Terakhir, Abel tau niat, dan rencana mamanya yang ingin berpisah dengan papanya. Abel sedih, dan hatinya hancur di dalam sana. Jujur saja, Abel kira hubungan mama, dan papanya baik-baik saja, ternyata hubungan mereka buruk, dan nggak sehat. Dimana hati mamanya'lah yang selalu tersakiti oleh papanya, membuat Abel dengan berat hati setuju akan rencana mamanya. Abel tau rencana mamanya, kemarin lusa lewat telepon, di saat mama, dan adiknya tengah mengahabiskan waktu di gili trawangan kemarin.

Arum telah berdiri tepat di depan Raja. Arum menatap Raja haru, Raja begitu baik, dan aura kebapaan laki-laki itu sangat terpancar saat ini, bagaimana tangan kekarnya yang yang kasar mengelus sayang punggung, dan puncak kepala Alex yang tengah merajuk, dan marah padanya.

"Alex...maafin mama, Sayang. Alex dengarin dulu penjelasan mama. Jangan dengar setengah saja omongan mama, Sayang. Maafin, Mama."Arum berucap lembut dengan tubuh yang telah menjongkok, ingin meraih Alex dari pangkuan Raja.

Tapi Alex menepis tangan Arum dengan isakan yang semakin kencang.

"Nggak mau! Alex nggak mau tau. Nggak mau papa sama mama pisah. Harus tinggal sama-sama pokoknya. Walau papa jarang pulang. Alex nggak mau pisah. Hiks."Jerit Alex keras.

Kepalanya semakin di tenggelamkan dalam oleh Alex di dada bidang Raja. Kedua tangannya memukul-mukul pada sandaran sofa. Melampiaskan rasa kesal, dan marahnya akan pertanyaan mamanya tadi. Alex udah sudah besar, Alex nggak mau mama bertanya kayak tadi. Alex nggak mau. Mama sama papa nggak boleh berantem, apalagi pisah. Nggak boleh!

"Kamu bertemu dulu dengan Abel. Kamar Abel kedap suara. Dia suka main piano. Katanya dia takut mendapat penolakan adiknya, membuat ia saat ini tidak berani turun dari kamarnya. Temuilah dia dulu Arum."Ucap Raja lembut dengan tatapan yang menghujam Arum dengan tatapan lembut, dan sayangnya.

Arum mengangguk, "Terimah kasih banyak, Raja."Ucap Arum tulus.

Raja hanya mengangguk, Arum menatap bersalah kearah tubuh bergetar anaknya. Arum merasa ia adalah ibu yang buruk, dan jahat di dunia ini. Karena Arum baru saja menyakiti hati anaknya. Dengan langkah pelan, akhirnya Arum melangkah menuju di mana kamar Abel berada.

"Sssttt. Jangan nangis lagi, cowok nggak boleh nangis, Sayang. Alex udah besar. Kasian mama. Jangan kayak gini, Sayang. Mama kamu sedih lihatnya."bisik Raja lembut sekali tepat di depan telinga Alex.

Ajaib, tubuh bergetar Alex diam bagai patung, isakannya sudah mereda, Raja merasa, Alex tengah menarik kepalanya pelan, yang tenggelam di dada bidangnya.

Alex mendongak, menatap dengan tatapan sedih wajah hangat Raja dengan wajah yang basah.

"Alex nggak mau mama sedih, hiks. Alex cuman nggak mau mama, dan papa pisah. Alex mau punya papa. Nggak boleh pisah. Ngomong sama mama jangan pisah, Om. Hiks."Ucap Alex merengek dengan wajah memelas. Hidung mancung anak itu bahkan sudah sangat merah, membuat Raja iba melihatnya.

"Bantu Alex. Ngomong sama mama, jangan pisah. Alex akan jadi anak manis, dan baik. Nggak mau pisah, om. Hiks. Alex sayang mama papa."Rengek Alex dengan kepala yang di tenggelamkan lagi di dada Raja. Isakannya kembali pecah.

Raja, laki-laki itu bingung. Alex sangat menyedihkan. Raja takut, apabila Arum, dan Ibra benar-benar berpisah. Psikis Alex akan terganggu. Anak yang saat ini di pangku Raja, begitu sayang pada mama, dan papanya.

Melihat sifat Alex, yang sebelas dua belas dengan Ibra. Raja yakin, Alex akan hancur seancurnya apabila Arum, dan Ibra benar-benar berpisah, dan Alex tau fakta yang tidak ia ketahui selama ini. Alex akan hancur tak bersisa.

Itu mengerikkan. Raja nggak mau Alex jadi anak broken home yang nakal, dan menyedihkan. Itu sangat menyeramkan. Cukup ia yang merasakan hal itu dulu, jangan Alex lagi. Kasian Arum.

Tapi apa yang harus Raja lakukan? Untuk membantu Arum, Abel, dan Alex?

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang