TIGA

26.1K 1.1K 3
                                    

TIGA

"Jangan pasang wajah seperti orang yang ingin mati!"desis suara itu lagi tajam.

Tangan kekarnya bekerja lihay mengelus selembut bulu pada bahu terbuka Arumi, membuat Arumi menggertakkan giginya menahan amarah dan rasa jijik.

Arumi diam, tapi tubuhnya menegang tidak nyaman. Membuat seorang laki-laki yang bertubuh tegap di belakangnya mendengus, dan merasa harga dirinya terluka mendapat penolakan dari tubuh Arumi.

"Jaga raut wajahmu! Tampilkan wajah bahagia. Anakku sedang di jemput oleh supir. Dia akan datang sebentar lagi."Ucap laki-laki yang bernama Diaz Ibra itu penuh tekanan, dengan kedua telapak tangan yang sedikit menekan bahu Arumi. Membuat Arumi mendesis menahan sakit.

"Lepas! Kamu menyakitiku!"desis Arumi sambil meronta kecil.

Berhasil, akhirnya Arumi mengeluarkan suaranya. Ibra tersenyum puas.

Ibra merenggangkan pegangannya pada bahu Arumi, meninggalkan jejak jari dan kemerahan di sana.

Arumi menghembuskan nafasnya lega.

Ibra melangkah melingkari sofa panjang yang di duduki Arumi, lalu laki-laki itu dengan angkuh mendudukan dirinya di samping Arumi yang masih menegang di tempatnya.

"Jangan harap akan ada raut bahagia di wajahku. Itu mustahil terjadi."Ucap Arumi datar.

Arumi sudah mati rasa, perempuan berparas cantik dengan kulit seputih susu dan bertubuh menggoda itu tidak akan bisa tersenyum lagi seperti dulu! hatinya sudah sangat sakit, dan terluka parah di dalam sana. Luka yang di taburkan oleh sang Papa, kecewa terhadap mamanya, dan luka hati yang di tanamkan oleh ayah anaknya. Semuanya sudah membaur menjadi satu membuat Arumi enggan untuk melanjutkan hidupnya. Tapi Arumi nggak rela apabila ia meninggalkan anak, dan adik-adiknya yang malang.

Hanya Alex anaknya yang bisa membuat ia tersenyum. Itupun senyum paksa yang coba wanita itu berikan pada anaknya, agar anaknya tidak curiga. Betapa tidak bahagianya hidupnya selama ini di dunia yang fana ini.

"Terserah kamu, Arum. Asalkan kamu nggak menampilkan wajah menyedihkanmu itu di depan anakku Alex."Ucap Ibra tajam.

Arum hanya diam tidak menjawab. Ibra menahan kesal sebisa mungkin. Ingin sekali laki-laki itu berkata kasar pada wanita cantik di sampingnya ini, tapi, mengingat betapa cengeng dan lemahnya Arum, Ibra mengurungkan niatnya. Ibra tidak ingin berurusan dengan anaknya Alex. Itu sangat mengerikkan. Apabila anaknya Alex melihat wajah basah, dan memerah mamanya karena habis menangis.

Ibra menelusuri tubuh Arum dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ibra mendengus dengan kedua tangan yang mengepal erat. Melihat penampilan Arum. Keras kepala! Padahal Ibra sudah mewanti agar wanita itu berpenampilan khusus apabila ia datang berkunjung.

"Kenapa keras kepala?"Ibra merubah duduknya, duduk menyamping menatap Arum yang terlihat tengah menatap kosong kearah depan.

"Aku sudah mengirim sms. Kenapa kamu nggak ganti pakaian?"

Arum masih setia diam.

"JAWAB! KAMU BUKAN PATUNG ARUM! AKU SEDANG BERBICARA DENGAN MANUSIA'KAN? BUKAN BINATANG?"Teriak Ibra akhirnya dengan tangan yang melayang di udara.

Hampir saja laki-laki itu khilaf. Menampar pipi putih Arum dengan tangan besar dan berototnya.

Arum menatap nanar pada wajah memerah Ibra yang tengah menatap penuh marah padanya.

"Kenapa nggak jadi tampar?"lirih Arum pelan. Air mata wanita itu sudah mengalir membasahi pipinya.

"Tampar saja atau bunuh saja aku sekalian."Ucap Arum dengan nada dingin kali ini. Tangan putih lentiknya, menghapus kasar air mata di pipinya.

Ibra diam membeku dengan nafas yang tersengal menahan amarah.

"Kenapa diam?"

"Ayo tampar dan aniya aku! Cekik saja leherku. Aku yakin pasti aku akan langsung mati apabila tangan besarmu itu mencekik leherku."Arum berucap dengan nada tertahan sambil menarik tangan Ibra yang masih melayang di udara agar laki-laki itu melakukan apa yang ia ucapkan barusan.

"Diam! Jangan nangis. Anakku datang sebentar lagi."Ucap Ibra dengan nada sedang, lalu laki-laki itu menarik kasar pergelangan tangan kanannya yang di genggam oleh tangan lembut Arum.

Ibra juga membuang pandangannya kearah lain. Ibra tidak ingin melihat wajah perempuan yang tidak sengaja mengandung anaknya itu menangis. Ibra rasanya ingin membuat wanita itu semakin menangis apabila ia melihat wajah basah itu. Tapi sayang, ada anaknya nanti. Ibra tidak mau berurusan dengan anaknya. Itu mengerikan!

"Diam!"desis Ibra lagi.

Ibra takut anaknya akan segera datang bersama supirnya, lalu anaknya melihat wajah basah, dan memerah mamanya. Itu sangat gawat.

Arum masih saja sesugukan.

Ibra melihat cemas kearah jam mahal yang melingkar di pergelangan tangannya. Sial! Jam satu kurang 15 menit. Anaknya mungkin sudah ada di depan rumah.

BRUK

"PAPA!"Jerit suara itu cempreng setelah suara benda yang di lempar dengan keras jatuh mengenaskan di lantai.

Tas ultramen mahal lah yang teronggok di lantai karena kelakuan Alex.

Ibra melirik dengan tatapan setajam silet melihat wajah basah Arum.

Ibra ingin bangkit dari dudukannya menyambut panggilan anaknya yang sepertinya tengah berlari menuju kearahnya.

Tapi sepertinya terlambat,

"PAPA! BRUK! Kreekk!"

"Auwh!" Jerit Ibra keras di saat anaknya Alex menubruk tubuhnya dari belakang, lalu memeluk lehernya semangat.

Lehernya sepertinya terkilir. Sakit sekali Oh Tuhan!

"Alex kangen, Pa. Alex kangen Papa. Papa akhirnya datang juga."Ucap Alex menggebu dengan nada semangatnya.

Ibra? Laki-laki itu memejamkan matanya erat, menahan rasa sakit yang luar biasa, karena kini, anaknya telah menggantung di belakang sofa dengan kedua tangan yang masih melingkar erat di lehernya.

Ibra yakin, lehernya mungkin akan di pasang gips nanti!

TUANKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang